Bab 4 - Asing

181 23 22
                                    

Written by: katabiyu (wattpad) / rizmafebri (instagram)


Ziana sangat penasaran dengan apa yang hendak dibicarakan pak Ravindra kepadanya, ia berniat segera menemui dosen baru itu setelah kelas terakhir selesai. Namun, Ziana terpaksa harus mengurungkan niatnya lantaran tubuh mungil Ziana tidak bisa diajak bekerja sama, kepalanya masih terasa berat.

Ziana melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul dua belas siang, ia memutuskan untuk pulang lebih awal.

"Adel, Tasya, Mala, aku pulang ya."

"Kenapa, Zi? Masih lemas ya?" tanya Adelina sembari melihat wajah Ziana yang pucat.

"Udah gak papa kok, Del, cuma pingin istirahat aja." Ziana berujar lirih, bibir mungilnya melukiskan senyum tipis yang terlihat dibuat-buat.

"Mala, nanti pinjam catatan ya," lanjutnya yang berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Mau aku anter Zi? Kebetulan aku udah gak ada kelas lagi." Tasya menawarkan tumpangan, karena ia tahu Ziana sedang berbohong. Bibirnya memang berkata kalau ia baik-baik saja, tapi sorot mata sayu Ziana tidak bisa menyembunyikan kebohongan yang dibuatnya.

"Gak perlu, Sya. Kamu kan masih ada rapat BEM, aku naik ojek online aja, lagian udah gak papa kok." Ziana berdiri dari brankar, ia mencoba untuk meyakinkan teman-temannya bahwa dirinya baik-baik saja, walau kenyataannya tubuh dan kaki Ziana masih terasa lemas.

"Seriusan Zi?" tanya Mala dengan rasa khawatir yang terlihat jelas dari raut wajahnya.

Ziana mengangguk mantap, keputusannya tidak pernah bisa dibantah oleh siapapun, termasuk teman-temannya.

"Ya sudah, hati-hati ya Zi," lanjut Mala dengan hembusan napas pasrah. Tabiat Ziana yang keras kepala membuat teman-temannya terpaksa menuruti kemauannya.

"Iya. Ya sudah aku pulang dulu ya."

Ziana bergegas meninggalkan UKS sebelum teman-temannya berubah pikiran dan tidak mengizinkannya pulang sendirian.

***

Ziana terduduk di pinggir tempat tidur, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Pikirannya masih tertuju pada dosen baru itu. Ravindra, namanya memang asing di telinga Ziana, tapi tidak dengan wajahnya. Ziana menerawang jauh, sesuatu berusaha memasuki pikirannya, membuat kepala Ziana kembali terasa berat.

"Waar Allan?"

Ziana terkejut, ia membalikkan tubuhnya ke arah sumber suara. Seorang pria paruh baya berkulit putih dengan seragam nakhoda lengkap tepat berada di depannya. Barend Dirk, Ziana dapat membaca dengan jelas nama yang terpampang di seragam nahkoda itu.

"Hij gaat naar de keuken om thee te zetten, Kapitein Barend," teriak seseorang dari arah yang berlawanan. Ia mengatakan bahwa Allan sedang menyeduh teh di dapur.

"Maaf nona, makan malam masih sekitar dua jam lagi, tolong jangan berkeliaran di sini dan segera kembali ke kabinmu karena para kelasi dapur sedang sibuk menyiapkan makan malam, mereka bisa menabrakmu kapan saja," kata seorang pria yang baru saja dipanggil Kapten Barend kepada Ziana.

Ziana mengangguk samar dengan perasaan yang semakin bingung. Pikirannya runyam lantaran ia menyadari bahwa dirinya sekarang berada di atas kapal pesiar. Anehnya lagi, ia dapat dengan mudah memahami bahasa Belanda yang digunakan kapten kapal dengan anak buahnya dalam pembicaraan tadi, padahal sebelumnya Ziana tidak pernah belajar bahasa Belanda.

Ziana mengedarkan pandangan ke sekeliling, ia melihat para kelasi dapur hilir mudik membawa panci besar berisi sup panas yang sepertinya akan dihidangkan kepada para penumpang malam nanti. Dari kejauhan, Ziana melihat banyak gadis seusianya sedang bercengkrama di lorong-lorong kabin dengan pakaian khas Belanda tahun 40-an. Ziana mulai menyadari bahwa dirinya sekarang berada di waktu yang berbeda dari seharusnya. Ziana memutuskan pergi dari aula makan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

BK7 - Kumparan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang