1

8.3K 565 58
                                    

"Cih, mereka mau sekolah apa ke club sih?"

Cibiran demi cibiran meluncur sempurna dari bibir tipis gadis cantik itu. Tubuhnya ramping, tingginya sekitar 170 cm, bisa dibilang dia memiliki tubuh yang diidamkan banyak wanita.

Matanya melirik ke sekitarnya. Menatap beberapa gadis yang bergerombol, mengobrol dan bercanda, sesekali tertawa saat merasa ada yang lucu.

Gadis itu--Wonwoo--benci pemandangan itu. Ia yakin, gadis-gadis itu pasti tengah bergosip, membicarakan soal cowok ataupun soal make up. Huh membayangkan percakapan mereka saja sudah membuat Wonwoo bergidik geli.

"Lo kenapa Won?" Itu Jun. Cowok tampan itu baru saja memarkirkan motor sport-nya, dan langsung datang menghampiri Wonwoo yang sibuk mencibir. Lengannya bertengger santai di bahu sempit gadis cantik itu, sementara jari-jarinya bermain dengan rambut panjang Wonwoo yang digerai indah.

Wonwoo terlonjak kaget, matanya menatap Jun--yang sekarang justru sibuk menatap Wonwoo dengan senyuman menyebalkannya--tajam. "Sialan lo Jun. Salam dulu kenapa sih? Jangan main rangkul-rangkul aja." Omel Wonwoo.

Jun menyengir, lalu mulai menjauh dari Wonwoo, menciptakan sedikit jarak dengan melepaskan rangkulannya. "Yaelah Won, kayak sama siapa aja lo pakai salam segala."

Memang, Jun dan Wonwoo. Seluruh sekolah juga sudah paham jika dua orang itu sangat dekat. Jun dan Wonwoo yang dari sekolah menengah pertama selalu satu sekolah, ditambah sejak kelas 11 keduanya duduk di kelas yang sama. Tentu hal itu membuat mereka semakin dekat.

Bahkan tak jarang penggemar Jun beranggapan jika Wonwoo adalah kekasih Jun karena kedekatan mereka yang katanya sudah berlebihan.

"Lo kenapa sih? Pagi-pagi udah ditekuk aja tuh muka."

Keduanya kembali mengobrol. Jun bertanya selagi berjalan menyusuri koridor menuju kelas 12 MIPA 1, yang sialnya berada di lantai 3 dan letaknya ada di tempat paling pojok. Kelas yang tak disukai banyak murid karena letaknya yang jauh dari kantin dan kamar mandi. Menyusahkan katanya.

"Itu, cewek-cewek itu. Make up-nya menor banget kayak tante-tante. Mereka tuh mau sekolah apa mau ke club sih? Heran gue." Ujar Wonwoo, ia menolehkan sedikit kepalanya ke belakang, memberi petunjuk kepada Jun untuk menengok gadis-gadis yang tengah diperbincangkan itu.

Jun menurut, menoleh ke arah yang ditunjuk Wonwoo. Lalu dahinya mulai berkerut bingung, "kayaknya biasa-biasa aja deh, Won? Bukannya itu masih wajar ya? Nggak menor kok menurut gue."

"Itu menor Jun. Lagian, ngapain sih ke sekolah pakai make up? Sekolah ya buat belajar, bukan buat pamer wajah. Gue aja nggak pakai make up, nggak pernah malah." Iya, Wonwoo memang tak pernah menggunakan make up, sekali pun tak pernah. Ia tak suka mengoleskan alat-alat kecantikan itu di wajahnya. Lagipula, ia rasa ia sudah cantik tanpa perlu make up.

Jun yang bingung hanya memilih diam, tak ingin membantah. Ia mengedikkan bahunya, lalu membiarkan Wonwoo berceloteh tentang betapa menyebalkannya gadis-gadis di sekitarnya.

^^^^^

Jeonghan mendengus kesal saat matanya berpapasan dengan mata tajam milik Seungcheol. Lelaki itu, sangat menyebalkan baginya. Lelaki patriarki, dan Jeonghan sangat benci itu.

Pikiran Seungcheol itu kolot. Kata Jeonghan.

Mencoba mengabaikan Seungcheol yang sekarang tengah mengobrol bersama Hong Jisoo--gadis manis nan lemah lembut, Jeonghan memilih memfokuskan dirinya pada buku yang tengah dibaca. Meski telinganya masih kekeh menguping pembicaraan dua orang itu.

"Aku sebenarnya habis lulus mau ambil kedokteran, tapi Papa nggak setuju. Menurutmu gimana, Cheol? Aku harus nurut sama Papa atau tetep lanjutin cita-citaku?" Jisoo bertanya dengan tampang sedihnya. Sungguh, dari lubuk hatinya yang terdalam, ia ingin mengambil pendidikan dokter. Ingin menjadi dokter yang bisa membantu banyak orang. Lagipula ia rasa, nilainya sudah lebih dari cukup untuk bisa lolos di salah satu universitas negeri.

Seungcheol mengangguk paham, "mendingan lo turuti kata Papa lo deh. Lagian, buat apa sih sekolah tinggi-tinggi? Toh nantinya lo bakalan jadi ibu rumah tangga yang kerjanya ngurusin anak sama suami. Jangan buang-buang uang sama waktu lo, Soo."

Apa iya? Apa iya dia hanya akan menjadi ibu rumah tangga seperti yang Seungcheol katakan? Kalau iya, lalu apa gunanya Jisoo bersekolah belasan tahun ini? Meski merasa tak setuju, entah kenapa, alih-alih membantah, Jisoo justru mengangguk. Seakan setuju dengan pendapat Seungcheol, membuat lelaki itu tersenyum puas, merasa bangga.

Seungcheol menyukai Jisoo. Semua murid di 12 MIPA 1 pasti sudah tahu mengenai hal itu. Namun Seungcheol belum memiliki keberanian untuk menyatakan perasaannya. Ia masih ragu akankah Jisoo juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

Jisoo itu cantik, Jisoo itu penurut, dan Jisoo itu lemah lembut.

Bagi Seungcheol, seorang wanita itu haruslah lemah lembut. Selain itu, wanita juga harus menurut pada ucapan laki-laki. Alasannya tentu karena derajat laki-laki itu ada di atas perempuan. Laki-laki itu dominan. Dalam sebuah keluarga, seorang laki-laki akan menjadi kepala keluarga, seorang yang mengatur segala hal mengenai keluarga. Dan Seungcheol, sangat menjunjung tinggi prinsip itu.

Ia tak suka wanita pembangkang, ia tak suka wanita yang kasar dan bisa seenaknya mengumpat atau mengeluarkan kata kasar. Di kelas, agaknya ada dua wanita yang masuk kategori wanita yang dibencinya.

Yoon Jeonghan dan Jeon Wonwoo.

Jeonghan tidak berkata kasar, namun gadis itu sungguh sulit diatur. Gadis itu semena-mena dan keras kepala.

Sedangkan Jeon Wonwoo, dia gadis tomboy. Hobinya berkumpul dengan cowok-cowok di kelas dan membicarakan mengenai game atau politik. Gayanya songong, bibirnya sangat mudah melontarkan kata-kata kasar. Sangat buruk.

Jeonghan, dari tempat duduknya diam-diam menggelengkan kepalanya, miris. Apalagi saat melihat Jisoo yang tak membantah sedikit pun pendapat Seungcheol.

"Gadis bodoh." Ujarnya, "mau aja direndahin sama cowok patriarki kayak Seungcheol."


Bersambung

Pendek-pendek aja deh. Daripada panjang tapi gak nyambung🙂

Our Stories (SVT GS) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang