Ada yang Aneh

71 13 1
                                    

Memang seperti itu. Saat dia dekat denganmu, kamu sama sekali tidak menyadari. Saat dia dekat yang lain, kamu baru merasa kehilangan.
-Sadewa Arman-

Tet....

Bunda dan Kana yang sedang sarapan bersama seketika saling pandang. Keduanya lalu sama-sama berdiri, setelah itu Bunda meminta Kana duduk lewat gerakan tangan. Akhirnya Kana kembali duduk dan menatap kepergian bundanya. Gadis itu bingung, siapa tamu Sabtu paginya itu.

"Jangan-jangan Arkan." Mendadak Kana panik.

"Ayo masuk, Wa."

Mendengar kalimat Bunda, Kana seketika lega.

Tak lama Dewa berjalan masuk dengan senyum semringah. Kana balik tersenyum, lalu menunduk melanjutkan sarapannya.

"Bun. Boleh nggak kalau Dewa ngajak Kana jalan." Dewa meminta izin.

Kana seketika mengangkat wajah. Apa dia tidak salah dengar? Dulu, Kana sangat mengharapkan itu, yah meski sekarang juga masih berharap lebih. Namun, rasanya Kana tidak sebahagia sebelum-sebelumnya.

"Kalian mau jalan ke mana?" tanya Bunda dengan pandangan menyelidik.

Dewa melirik Kana yang terdiam itu, lalu menatap Bunda. "Jalan di mal, terus nonton. Itu doang sih, Bunda."

Bunda tidak langsung menjawab. Dia memperhatikan Kana yang tidak memberi respons apapun, berbeda dengan Dewa yang terlihat antusias. Bunda menatap Dewa, tampak menimbang-nimbang. Menurut Bunda, Dewa lelaki yang baik, selain itu mereka cukup akrab sebagai tetangga. Sedikit aneh jika Bunda melarang Dewa pergi bersama Kana dengan alasan khawatir. "Ya udah boleh, tapi jangan sampai malem, ya."

Kana mengerjab tak percaya. Dia kira Bundanya tidak akan mengizinkan. "Beneran, Bun?"

Dewa tersenyum, senang karena mendapat izin dari Bunda Kana. "Nggak akan pulang malem kok, Bun."

"Iya, Bunda izinkan. Kalian mau pergi sekarang atau bagaimana?"

Seketika Kana sadar jika belum mandi. Gadis itu refleks mengusap rambutnya yang mungkin saja seperti rambut singa. "Aduh...."

Diam-diam Dewa memperhatikan, menurutnya Kana lucu ketika kebingungan seperti itu. Padahal, Dewa melihat rambut Kana cukup rapi. "Nanti berangkat jam sepuluh pagi aja, Bun. Dewa harus siap-siap dulu."

Lelaki itu kemudian berdiri dan menatap Kana yang menundukkan kepala. "Jam sepuluh ya, Kan."

Kana mengangkat wajah dan mengangguk pelan.

"Bun, Dewa pulang dulu, ya. Makasih," pamit Dewa lalu beranjak keluar.

Selepas kepergian Dewa, Bunda bertopang dagu. Sejak tadi dia memperhatikan Kana yang heboh sendiri itu. "Nggak mau ngaku kalau kamu suka Dewa?"

Kana seketika menoleh dengan bibir setengah terbuka. Dia menggeleng pelan lalu buru-buru ngacir keluar dapur. "Kana mau siap-siap, Bun!"

Bunda geleng-geleng, menurutnya Kana mirip dirinya saat remaja, hanya saja versi kalem dan penurut.

***

"Kita mau nonton apa, Wa?"

Dewa menggaruk tengkuk. Dia tidak tahu harus menonton film apa, tidak tahu juga film apa yang sedang tayang sekarang. "Lihat nanti aja, deh."

"Oh." Kana merespons singkat. Dia berjalan mengikuti Dewa ke arah gedung bioskop. Ini pertama kalinya Kana menonton film selama tinggal di Malang. Saat masih di Jakarta dulu, dia tidak begitu suka nonton. Dia lebih sering menghabiskan waktu di rumah daripada di luar.

All About HeartDonde viven las historias. Descúbrelo ahora