Chapter 1

6.6K 516 109
                                    

Tangan kekar dengan berlapiskan Audemars Piguet itu mencengkram erat stir bulat berwarna hitam. Sedangkan lidahnya sesekali muncul untuk membasahi benda kenyal itu. Matanya terus mengedar mencari dimana seseorang yang ditunggunya.

"Ck! Kemana sih?"

Jam sudah menunjukkan pukul 6.45. Tapi seseorang yang ia tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Entah kali keberapa helaan nafas keluar dari bibir itu. Namun di menit berikutnya, bibir itu berubah menjadi senyum sumringah.

Ya. Gadis yang ditunggunya telah berjalan di trotoar itu dengan sepatu warna putih melapisi kaki jenjangnya.

"Saya merindukan mu," bisik lirih bibir itu.

Aqsa Abrisham Bismantara. Pria yang sedari tadi mengumpat kecil karena kesal gadis yang ditunggunya tak kunjung datang juga.

Dari dalam mobil, Aqsa hanya bisa mengamati gadis itu. Gadis periang yang mengisi hati Aqsa yang telah lama kosong. Entah dengan pelet apa gadis itu menarik Aqsa ke dalam kubangan rasa ini. Rasa yang tak pernah bisa Aqsa gambarkan bagaimana besarnya, bentuknya, dan warnanya. Rasa yang entah dari kapan tiba-tiba muncul begitu saja.

Aqsa tak pernah menunjukkan wujudnya dihadapan gadis cantik nan manis itu. Hanya setiap agi seperti inilah kesempatan untuk Aqsa bisa melihat gadis itu. Mungkin saja Aqsa bisa dibilang pengecut, penguntit, atau lainnya. Aqsa tak peduli. Ini adalah hidupnya, Aqsa tak mau orang lain ikut campur dalam hidupnya.

Dari dulu, Aqsa selalu mengamati gadis itu di jam-jam seperti ini. Ingin sekali Aqsa mengungkapkan perasaannya. Tapi, Aqsa tak berani. Aqsa sadar diri. Umurnya sudah mengijak kepala dua, yaitu dua puluh tiga tahun. Sedangkan gadis itu? Aqsa yakin umurnya masih sekitar 16 atau 17 tahunan. Karena Aqsa bisa melihat bet kuning yang selalu tertempel di seragam gadis itu.

Ada saja pikiran Aqsa ketika ingin menyatakan perasaannya. Salah satunya... Apa gadis itu akan menerima perasaannya ketika teman-teman sebaya gadis cantik itu memiliki pacar usia sepadan? Kata orang-orang, masa SMA itu adalah masa dimana kita mengenal apa itu rasanya jatuh cinta, rasa suka, dan rasa pacaran.

Dan ya, Aqsa mengerti pastinya gadis itu juga ingin merasakan memiliki kekasih dengan usia sepadan. Jika Aqsa lihat, pasti bnyak sekali cowok yang mau mengantri untuk menjadi pacar gadis itu karena wajahnya yang canyik dan sifat cerianya.

Tapi, ada rasa tak rela jika membayangkan gadis itu memiliki hubungan dengan pria lain.

Menurut Aqsa dia adalah gadis nakal. Gadis yang selaku menghantuinya di setiap malam. Ya, dia gadis itu, Nadine. Hanya nama panggilannya saja yang Aqsa tau. Selebihnya belum.

⌚⌚⌚

Pencahayaan sangatlah gelap. Hanya ada lampu proyektor yang memberikan bantuan cahaya di ruangan ini.

"Oke, sampai disini kalian paham?"

Serempak semua menjawab 'paham'.

"Za, untuk proyek pembangunan hotel di Sumba ini kamu yang tangani dengan tim Aqsa."

Aqsa yang semula memainkan bolpoin di atas kertas pun mendongakkan wajahnya. Alisnya mengernyit tak suka mendengar penuturan Satria, Papa sekaligus atasannya ketika di kantor.

"Baiklah kalau begitu sekian rapat hari ini. Bila ada kekurangan dari rapat ini saya mohon maaf. Selamat Pagi, Wassalamualaikum wr. wb."

Setelah mengucapkan salam, akhirnya Satria meninggalkan ruang meeting itu. Disusul dengan ucapan salam dari para karyawan Satria yang telah bekerja lama di perusahaan ini.

Waiting For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang