9. Sebuah Siklus

2.6K 319 80
                                    

Hai, gimana kabar? Semoga baik-baik ae! Aku ga janji bisa update Dangerous Choice cepet kaya works yang sudah-sudah.  Tapi ga aku jadwalin juga. Bisa lebih cepat atau lebih lama. Mungkin aku juga akan publish cerita baru, lebih ringan. Belum pasti juga sih kapan dipublish, lagian sudah lama juga bertengger didraft. Jadi setelah pusing-pusing disini bisa mampir kesana ya🌝

That's it! Silahkan membaca cerita. Jangan lupa biasakan vote sebelum baca.

Coba di swipe mulmednya. Pakai headset ya, luv. Kalem aja bacanya🌚

Trigger Warning
Explicit Mature Contents 🔞

—•—

Bagi orang lain, mungkin Da In hanyalah seorang gadis naif dan gila yang selalu berusaha mendapatkan semua keinginannya. Rela mengorbankan apa saja untuk mencapai tujuan. Bermain bersih ataupun kotor. Ambisius. Sulit diprediksi dan melakukan semua sesuai kemauannya. Tidak peduli akan menyakiti orang lain ataupun dirinya sendiri. Tidak takut terluka sebab luka dan kegelapan sudah menjadi sahabat terdekat. Perlahan menggerogoti jiwa yang tersisa.

Berbeda dengan Jimin. Dia selalu memandang Da In dengan cara yang sama. Da In yang masih sama. Da In yang akan terus membutuhkannya. Membutakan dengan ikatan fana yang disebut cinta. Satu-satunya hal yang sama-sama mereka tidak percaya, namun tetap membuat mereka kembali pada titik pusat tempat mereka seharusnya berada.

Seperti halnya saat ini, Jimin menatap presensi Da In yang sudah duduk manis di sofa kamarnya. Bukan menjadi hal sulit bagi Da In untuk menebak pin tempat tinggal Jimin. Sudah pasti salah satu diantara kombinasi tanggal lahir Jimin atau hari ketika mereka pertama kali menjalin hubungan. Sengaja memberi akses untuk Da In.

Terlihat Da In tengah meneguk Boërl & Kroff yang sebelumnya ia ambil dari rak koleksi minuman mahal Park. Antisipasi, merupakan hal pertama yang Jimin lakukan. Kali ini dia tidak tahu apa lagi yang ada dalam kepala gadis itu. Setelah sesaat lalu mengadakan pertemuan keluarga tanpa sepengetahuan Da In, sudah pasti gadis itu ingin memulai pertengkaran malam ini.

Menyadari kehadiran pemilik penthouse, Da In meletakkan gelas kosong ke atas meja. Memutar kepala mendapati Jimin berdiri mematung di depan pintu. Sejenak, Jimin mengalihkan kekhawatiran kemudian tanpa ragu mendekat pada Da In. Gadis itu mengulas senyum yang sulit diartikan. Meski terlihat tulus seolah sedang menyambut kedatangan Jimin, tetap saja pria itu tidak mempercayai tipu daya Song Da In.

Da In beranjak saat Jimin sudah berada dihadapannya. Mengambil langkah kecil untuk mengikis jarak. Sedikit mendongak sebab Jimin lebih tinggi darinya. Saling mengunci tatap dengan hati bergejolak penuh curiga. Kini jari lentiknya terangkat menyibak jas yang Jimin gunakan. Menelusur perlahan dan melakukan secara repetitif.

"Apa yang kau inginkan?"

Tak lantas menjawab, Da In masih setia menggerakkan jemarinya. Kini beralih pada tubuh padat pemuda Park. Sentuhan demi sentuhan. Menatap seduktif. Berhasil membuat Jimin meremang.

"Kau, Ji. Aku ingin k—"

Hanya itu yang Jimin butuhkan untuk mendapat akses menarik tengkuk Da In. Kalimat yang bahkan belum rampung cukup membuat Jimin memahami apa yang Da In inginkan. Pun kini dengan rakus bibirnya memagut ranum Da In. Menginvasi seluruh rongga dengan menggunakan lidahnya. Melesak secara paksa dan melumat kasar. Berantakan.

Dangerous ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang