Kejutan Dari si Kecil

2K 237 3
                                    

Sebuah usapan hangat di dahi membangunkan Jeongguk keesokan paginya.

"Dek," suara berat Taehyung membuatnya mengerjapkan mata, "kamu kuliah, kan?"

Menggeliat kecil, Jeongguk menyipitkan mata. "Jam berapa?" tubuhnya terasa sedikit pegal. Sosok Taehyung yang sedang menyimpul dasi di sisi ranjang nampak buram.

"Setengah delapan," jawab Taehyung. "Kakak telat."

Jeongguk melempar pandang ke arah jam besar yang menggantung rendah di dinding kamar. Benar saja, sudah jam setengah delapan pagi. Taehyung biasanya sudah berangkat kerja, sementara dirinya bersiap-siap untuk kelas pertama.

"Nanti nggak usah nunggu kakak pulang," setelah selesai membenahi setelannya, Taehyung menyambar dompet dan ponselnya dari nakas. "Kakak lembur. Pulang malam lagi."

Mendengar itu, Jeongguk menghela napas, getir. Apa yang terjadi semalam sepertinya hanya sebuah pengecualian.

Perlahan-lahan, dia mengubah posisi menjadi duduk. Ekor mata melirik bed cover kusut di sampingnya—yang sudah agak dingin saat dia menyentuhnya. Jeongguk menyelipkan tangan ke balik selimut yang membungkus perutnya dan langsung tersipu saat dia masih bisa mengingat dengan sempurna bagaimana perutnya penuh ketika Taehyung berada di dalam semalam. Bagaimana itu membuatnya hangat dan utuh.

Hangat.

Sambil menggelengkan kepala untuk menghilangkan bayangan aktivitas semalam, Jeongguk menarik napas dalam-dalam.

"Berangkat dulu ya, Dek." Tanpa menoleh lagi untuk melirik suaminya, Taehyung berjalan menuju pintu kamar.

Mungkin akan berbulan-bulan lagi baginya, untuk mengalami malam seperti itu lagi ....

"Oh, ya. Lupa."

Tidak memberikan waktu bagi Jeongguk untuk mempersiapkan diri, Taehyung tiba-tiba saja berganti haluan.

Ia naik ke atas ranjang dengan satu kaki menapak di lantai. Tangan kanan meraih belakang leher suaminya, Taehyung menariknya mendekat dengan lembut.

"Good bye kiss," bisik pria itu sebelum menanamkan satu kecupan lembut di bibir suaminya.

Jeongguk terdiam seperti orang bodoh dengan pipi memerah sepanjang pagi.

***

"Jadi, gimana? Kostum maid-nya?" Jimin bertanya di tengah-tengah kegiatannya menyesap jus alpukat bertabur cokelat. "Berhasil meruntuhkan pertahanan batu es? Mendapatkan seks yang lo dambakan sekian abad?"

"Jimin," Jeongguk berdesis, malu. Mereka sedang berada di sebuah cafe yang cukup padat. Pemuda tak tahu malu di hadapannya ini bersuara cukup keras sampai pengunjung yang lewat melirik ke meja mereka. "Suaramu!"

"Oooh, manjur berarti." Jimin tertawa puas. Pandangan jatuh ke arah bokong Jeongguk yang menempel di kursi kayu tempat mereka duduk, pemuda mungil itu mengernyitkan dahi. "Tapi, kok, lo masih bisa duduk nyaman, sih."

Memukul lengan Jimin cukup kencang, Jeongguk menggerutu. "Kak Taehyung selalu hati-hati, tahu. Dia nggak mau terlalu kasar karena jadwal kuliah gue padat. Kelas gue rata-rata di lantai tiga soalnya."

"Vanilla Guy." Jimin berdecak. "Kalau itu Hoseok, udah ninggalin bekas di mana-mana."

Mendorong bahu sahabatnya itu dengan gemas, Jeongguk memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan.

"Omong-omong, makasih, ya. Berkat lo, gue beraniin diri ngomong sama Kakak."

"Santai. Itu gunanya temen." Jimin menenangkan. "Lagian temen mana, sih, yang mau lihat rumah tangga sahabatnya hancur cuma gara-gara lupa komunikasi?"

Bersyukur dalam hati memiliki sahabat seperti manusia ajaib di hadapannya tersebut, Jeongguk mendengkus jenaka.

"Sebagai ucapan terima kasih, hari ini drink on me, deh."

"Gue jus lagi aja kalau gitu."

"Tumben? Park Jimin nggak minum alkohol?"

"Larangan dokter," Jimin mengedikkan bahu tidak acuh. Sebuah senyuman penuh arti tersampir di bibir penuhnya.

Butuh beberapa detik bagi Jeongguk untuk mencerna ucapannya.

"Oh, God ..."

"Jimin!" Jeongguk meremas bahu Jimin dengan gemas. "Lo hamil?"

"Dua bulan." Jimin tersenyum sumringah. Diusapnya perut yang masih datar itu dengan lembut. "Hadiah ulang tahun Hoseok februari nanti, nih."

Out of The Blue by LittleukiyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang