Bagian dua puluh Lima

654 108 7
                                    

Shana terkejut ketika sampai di rumah. Mobil yang biasanya hanya satu terparkir di garasi kini mencapai lebih dari tiga. Hingga kini garasi tersebut tidak cukup menampungnya lagi. Membuat beberapa mobil tersebut terpaksa terparkir di depan pagar pinggir jalan. Ada juga mobil di samping rumah, terparkir di lahan kosong. Shana menatap penuh keheranan, ada acara apa dirumahnya hingga seramai ini?

Tentu ini bukan kumpulan teman-teman Asha. Mengingat jika teman-teman kakaknya itu kumpul kendaraan yang banyak terparkir adalah motor, mobil mentok juga satu dua. Shana menjadi was-was jika seperti ini. Takut terjadi apa-apa dirumahnya hingga ramai orang berkumpul seperti ini. Pikiran-pikiran negatifnya membayangkan, apalagi teringat mamanya yang sudah dua hari kebelakang tidak dirumah sedang berkunjung ke rumah Tante Lia, kakak sang Mama.

"Ada apaan?" Suara syarat kebingungan dari arah belakangnya membuat Shana yang hampir menuju pintu masuk terhenti.

Melihat ke belakang sosok Asha yang tidak kalah heran melihat banyaknya kendaraan dirumahnya.

Tumben ngajak gue ngomong.

Shana melihat kearah Asha sekilas, heran dengan lelaki tersebut tidak menatapnya dengan pandangan tidak enak seperti biasa. Bahkan Asha mengajak dirinya berbicara bukan, tadi? Iya kan? Suara tersebut jelas ditujukan kearahnya bukan seperti nada berbicara sendiri.

Namun alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, Shana hanya mengedikkan bahu tanda dirinya pun tidak tahu. Melihat Asha yang sudah jalan masuk ke dalam, Shana dengan sigap mengekori.

"Ehhh Asha udah pulang." Sapaan pertama ketika baru masuk. Ini Tante adik mamanya-Tante Ika namanya. Suara melengking khas tante-tante cerewet. Shana tidak menyangka rumahnya akan serame ini, penuh sanak saudara. Tante-tantenya yang sungguh sangat ia hindari pada berkumpul lengkap dengan anak-anaknya. Anak kecil bergerombol saling bermain bersama, para bapak-bapak pun terlihat sedang mengobrol.

Asha hanya mengangguk kecil, sepertinya lelaki introvert tersebut tidak kalah syoknya dengan Shana. Meskipun lelaki tersebut tidak pernah menjadi bahan cemoohan atau komen-komen para tantenya. Shana sih tetap yakin jika Asha tidak suka dengan situasi ramai seperti ini.

"Kalian pulang bareng? Tante denger-denger Shana juga sekarang kuliah di kampus Asha, ya?" Suara Tante lainnya yang duduk di sofa terdengar setelah melihat Shana yang masuk tidak lama dari Asha. Yang ini kakak mamanya-tante Lia.

"Ngga-" Shana baru saja ingin menjelaskan kebenaran bahwa dirinya tidak bersamaan pulang dengan Asha, hanya kebetulan saja sampai bareng. Takut jika Asha merasa tidak nyaman dengan ucapan Tante tersebut, namun nyatanya Asha memotong ucapan Shana dengan mengatakan fakta sebaliknya.

"Iya." Jawabnya singkat dan tegas. Sepertinya malas jika di perpanjang.

"Ehh iya, ya? Shana bisa masuk kampus Asha? Tante kaget loh kok bisa?" Kekeh Tantenya yang pertama menyapa Asha tadi. Terkesan seperti meremehkan kemampuan Shana.

"Ini juga Tante kaget kalian pulang barengan, akur banget kayaknya." Suara tersebut lebih terdengar seperti sindiran. "Kamu nggak malu Asha, kalo Shana orang-orang tahu Shana adeknya?"

Shana memejamkan mata sebentar, berusaha menyakinkan diri bahwa suara tersebut hanya angin lalu. Anggap saja seperti kentut yang bau namun tidak lama akan hilang. Iya sama saja, ucapannya sekilas menyakitkan, dan Shana berharap akan segera hilang dari ingatan.

Setiap kumpul keluarga dirinya selaku dikucilkan, alasannya pun Shana tidak tahu. Dahulu semasa remaja dirinya suka membalas ucapan tante-tantenya tersebut dengan keras ketika merasa tidak terima. Namun semenjak beranjak menuju dewasa Shana semakin sadar bahwa jika dirinya semakin membalas mereka semakin senang dan menjadi-jadi.

DishanaWhere stories live. Discover now