6. Lily

4.1K 450 8
                                    

happy monday sayang2kuu..

new chapter yaa.. terima kasih untuk kalian semua yang sudah membaca dan memberi vote buat cerita ini.. *lovebangetpokoknyaa..

dan special thank you buat teman2 yang sudah komen yaa, seneng lho mulai ada yang komen di lapak ini. kalian yang terbaaaiiikk.. *ketjupbasah

happy reading... :)

-Lily simbolizes purity and fertility-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-Lily simbolizes purity and fertility-

*****

-Flashback-

Bruk.

Aku merasakan dorongan keras pada pundakku, badanku tertahan oleh bangku yang berada di belakang, sehingga aku tidak tersungkur jatuh ke bawah. Aku menaikkan pandangan untuk melihat siapa yang mendorongku tadi, dan aku lihat sosok seorang perempuan, berdiri tegak di depanku. Naya.

"Lo bohong sama gue!" ujar Naya berteriak padaku, saat ini kami berada di dalam kelas yang sedang kosong, karena jam istirahat.

"Kenapa Nay?" tanyaku kebingungan, sambil memegang pundak yang terasa sakit karena terdorong cukup keras.

"Lo bohong Ki! Kata lo, lo gak kenal sama Kak Awan. Kata lo, lo gak tahu siapa dia, bahkan lo bilang mau ngebantu gue buat dapetin dia kan?" suara Naya bergetar, ini pertama kali aku melihat Naya sangat emosional seperti ini.

Aku menarik napasku pelan dan berkata lembut, "dia memang gak tahu siapa aku Nay."

Naya melihatku dengan pandangan kesal, mata indahnya sekarang terlihat tidak percaya padaku. "Bohong! Gue sudah berusaha mendekati dia, gue duluan yang mendekati dia Ki! Gue! Seorang Kanaya Anggita mendekati cowok lebih dulu. Tapi gak apa-apa, karena gue memang suka sama dia."

Tangan Naya menunjuk padaku, dia mengacungkan telunjuknya dan berkata, "satu bulan Ki, satu bulan gue mendekati dia. Dan ketika akhirnya gue berhasil bicara dengannya, lo tahu apa yang dia katakan?"

"Apa?" kataku pelan.

"Dia bilang, 'oh saya tahu kamu, kamu temannya Edel....' Edel.... Ah, gak tau lah dia ngomong edel-edel apa tadi!"

Jantungku tiba-tiba berdebar kencang, hanya dengan mengetahui Awan menyebut namaku, "Edelweiss?"

Naya terdiam mendengar ucapanku, tapi kemudian wajahnya kembali memperlihatkan kekesalan. "Ya itulah. Dia bilang, 'saya tahu kamu, kamu temannya Edelweiss kan?'. Dan lo tau apa yang dia lakukan setelah itu? Dia menunjuk ke arah lo! Dia bilang dia kenal sama lo! Sama Edelweiss. Apa-apaan sih Ki? Lo bilang sama gue kalian gak saling kenal."

"Kami memang gak saling kenal Nay, cuma beberapa kali kami gak sengaja ketemu di depan lobi sebelum pulang sekolah." 

Enam belas kali lebih tepatnya, enam belas kali sudah aku menghitung pertemuan kami. Jujur aku merasa menyedihkan saat ini, untuk apa aku menghitung frekuensi pertemuan kami? Untuk apa?

Senja Bersama Awan (END, KK)Where stories live. Discover now