43. "Our" Thing

554 65 9
                                        

Long Distance Relationship sucks! Aku kembali ke kehidupan LDR ku, dan aku mulai berpikir bahwa aku memang ditakdirkan untuk terbiasa seperti ini. Aku hanya berharap suatu hari aku bisa berhenti merasakan rasa rindu yang sulit untuk kuungkapkan kepada orang yang berada di jarak puluhan ribu kilometer sana.

Aku menjalani kehidupan pribadiku dengan normal dan teratur—sering berolahraga, untuk mendorong hormon endorfin agar aku selalu merasa senang, dan mulai menyusun rencana untuk membuka cabang di Jakarta. Aku banyak berhubungan dengan Putra untuk soal ini.

Aku menghire seorang konsultan untuk bisnisku. Salah satu rencana kedepannya selain membuka cabang di Jakarta, juga mulai memasuki area pusat perbelanjaan. Dengan pengembangan menu dan rasa dengan SDM yang baru, penjualan restoranku bisa melonjak tinggi. Karena itu aku segera membuat rencana untuk tetap mempertahankan dan selalu mengembangi reputasi bisnisku.

Hubunganku dan Jeff terkadang terasa manis, pahit, asam, bahkan semuanya jika digabungkan terasa lucu. Kami masih suka bertengkar karena hal-hal sepele. Tapi kami selalu mengingatkan bahwa hubungan kami, apa yang sudah kami lewati, itu nggak mudah, maka itu apapun permasalahannya kami selalu menemukan alasan untuk selalu bertahan.

Aku menekan tombol angkat telepon di kendali mobilku, dalam perjalananku pulang dari kerja.

"Yeah," jawabku singkat.

"I thought you weren't going to pick up," ujar Jeffrey lemas.

"Hmmm...," balasku. "I wasn't."

"But you did."

"Stop it, Jeffrey."

"Okay, I'm sorry."

"You said it many times before."

"I know."

Alasan sepele yang membuatku kesal kali ini adalah Jeffrey masih berinteraksi di social media dengan seseorang yang pernah dulu dekat dengannya. Dan yang membuatku kesal sepertinya si perempuan baru putus dengan mantan pacarnya, dan mulai pembicaraan yang menjurus kepada Jeffrey. Walaupun Jeffrey sudah berhenti membalas di pertanyaan terakhir itu, tetap kesal. Aku tahu, aku tahu, social media itu toxic dan banyak menggiring emosi negatif. Banyak juga orang yang di kehidupan nyata dan kehidupan sosial medianya berbeda.

Sepele kan? Tapi membuatku kesal!

"Aku nggak ngapa-ngapain, Cassandra. Please forgive me."

"I don't want to hear it. Just call me later, okay?"

Jeffrey menghela nafas panjang.

"Okay. I love you."

Aku langsung menutup teleponnya, dan menghabiskan waktuku seharian dengan bekerja habis-habisan agar aku melupakan perasaan kesalku.

Biasanya rasa kesalku hilang sendiri dalam waktu dua atau tiga hari, tapi dengan syarat aku nggak mau mendengar atau melihat Jeffrey dalam bentuk apapun!

Pada pagi-pagi selanjutnya, saat perkelahian itu sudah jauh dan kita berdua sedang hangat lagi, aku menemukan sebuket bunga yang sudah tidak lagi asing. Aku sudah tau siapa yang mengirimnya. Aku membuka kertas yang selalu ada di sebelah rangkaian bunga itu, dan membaca tulisannya:

"We will meet again for the millionth time in our life."

Aku tersenyum membacanya. Darimana bunga ini? Asal muasalnya adalah, Jeffrey punya seorang sahabat di Bali. Dia adalah seorang pelukis bunga yang memiliki kebun bunga yang sangat luas dan isinya pun macam-macam, dan Jeffrey selalu meminta temannya untuk mengirimkanku bunga setiap minggu, agar aku selalu merasa dicintai. Aku selalu merasa bahwa aku merasa telah bertemu orang yang tepat. Tapi sekarang kah waktunya bertanya, kemanakah hubungan ini akan dibawa?

"Jeff & Cass" - Rewrite & Merged of "Jeff" and "Jeff" (II)Where stories live. Discover now