7. Unexpected Fact

73 29 1
                                    





"Kau mau ikut?"

Pagi-pagi, Dahyun agak terkejut karena Jimin tiba-tiba bertanya seperti itu. Pasalnya, pemuda itu tidak berpakaian seperti biasanya seperti akan pergi ke kampus. Jimin yang menyadari itu tersenyum tipis.

"Kau akan tahu nanti. Kau mau ikut? Mungkin mencari tahu juga!" Tutur Jimin. Dengan cepat Dahyun emngangguk dan menyuruh Jimin menunggu sebentar. Jimin tidak terlalu tahu apa yang akan Dahyun lakukan. Tapi, kala mendapati sosok itu kembali, Jimin terpaku ditempatnya.

Bohong kalau Jimin tak terpesona melihatnya. Bohong jika ia mengatakan bahwa Dahyun jelek. Ia sepertinya harus meralat semua kata-katanya selama ini. Sekali lagi, meskipun belum tahu rupanya seperti apa, Jimin akui Dahyun itu cantik dan lagi sosok itu tengah mengenakan pakaian yang ia belikan.

Dahyun melambaikan tangannya di depan wajah Jimin yang tampak bengong. "Aku sudah siap!"

Jimin terkesiap lalu menarik garis bibirnya kaku. Setelahnya berjalan mendahului, Dahyun mengikuti dari belakang. Senyum itu tak pernah luntur dari wajah berseri Dahyun. Ia akan rupanya yang tidak semua orang bisa melihatnya, tapi ia rasa satu orang sudah cukup baginya. Lama perjalanan menuju basement, pada akhirnya mereka sudah duduk tenang di dalam mobil mewah Jimin.

Dahyun memang tidak tahu Jimin akan membawa roda besi itu kemana. Tapi, begitu mereka sampai di sebuah kantor pusat detektif, Dahyun sedikit tercengang. Jimin yang tahu akan Dahyun yang membutuhkan jawaban, hanya tersenyum tipis.

"Aku akan menjelaskan nanti padamu, ayo kita masuk!" Ya, katakan kembali Jimin mungkin tidak waras karena terlihat berbicara sendiri, tapi percayalah ada sosok yang tidak bisa mereka lihat sebenarnya. "Dan kalau kau takut, berjalan dibelakangku, mengerti?" Lanjutnya. Dahyun mengangguk.

Mereka masuk ke dalam kantor. Sejak masuk, tatapan Jimin berubah signifikan. Mungkin bisa dibilang, detektif masih terhitung beberapa tahun ia bergabung berbeda dengan profesinya menjadi dosen yang sudah bertahun-tahun lamanya. Ya, Jimin bergabung di kedetektifan setelah ia dipindah-tugaskan ke Seoul tiga tahun yang lalu. Jadi bisa dibilang ia benar-benar aktif dan konvetitif menjalani keduanya dengan mudah.

"Ji–jimin!"

Jimin agak menoleh begitu merasakan genggaman erat di baju miliknya. Jimin tak mungkin langsung begitu saja menggenggam jemari Dahyun untuk ia tenangkan, pasalnya tidak hanya mereka disini.

"Tenanglah, ini tidak akan lama. Kau bisa menunggu di mobil kalau kau mau!" Tapi Dahyun menggeleng. Entahlah, hawa disini kurang nyaman menurut Dahyun. Ya, mungkin itu hanya firasatnya saja.

Mereka sampai di ruangan ketua. Jimin memang disuruh menghadap siang ini dan berhubung ia tidak ada jam mengajar jadi ia datang langsung ke kantor pusat. Ya, paling tidak jauh-jauh dari tugas yang baru ia dapatkan. Jimin mengangguk saja kala ketua timnya itu memberikan arahan. Toh, Jimin akan membantu sedikit lantaran ia memberikan ini kepada Taehyung sepenuhnya. Mereka memang banyak mengobrol kemarin tentang kasus ini dan Jimin bertekad akan terus mengatur kasus yang sudah ia pegang.

"Baik. Aku permisi!"

Setelah keluar dari kantor dan kembali masuk mobil, Dahyun sudah ancang-ancang bertanya. "Jadi, kau seorang detektif?"

"Seperti yang kau lihat. Tapi, pekerjaan utamaku selama ini adalah dosen. Ini baru tiga tahun aku bergabung."

Dahyun mengangguk paham. Ia kagum, sungguh. Pemuda ini bisa melakukan dua pekerjaan sekaligus dan tidak merasa keberatan. "Lalu kasus apa yang kau pecahkan saat ini?"

"Sebuah kecelakaan yang terasa janggal untukku pribadi dan itu terjadi satu bulan yang lalu. Tapi, sayangnya ketua menyuruhku berhenti mengusut kasus itu dan memberikan kasus baru-baru ini!"

"Itu sayang sekali. Kau pasti merasa aneh!"

"Awalnya, tapi aku membagi ini bersama Taehyung, rekanku. Ia kusuruh yang mengusut kasus yang baru dan aku tetap pada kasus lamaku. Aku sudah bertekad akan menuntaskannya."

"Aku salut padamu. Kau terlihat tidak keberatan menjalani dua kehidupan!"

"Ya, dan masalahku hanya pada ini!" Beritahu Jimin sembari menggoyangkan benda persegi tersebut. Dahyun mengangguk saja.

"Well, apa yang terjadi pada benda sialan dan penuh berisik itu?" Sarkas Dahyun. Ini ia lakukan bukan semata-mata karena buruk, jujur ia terganggu. Ia heran, kenapa Jimin tak terganggu sama sekali? Atau sebenarnya ia terganggu tapi malah mendiamkan saja. Ya, Jimin paham akan kalimat penuh ujaran benci tersebut bisa Dahyun lontarkan. Benda persegi pintarnya memang berisik. Ya, kalian tahu sendiri karena apa.

"Apa kau tidak merasa terganggu?" Tanya Dahyun lagi. Mobil masih terus melaju. Sesekali, Dahyun menatap sekeliling. Bunga-bunga tampak bermekaran karena sudah memasuki musim semi. Pemandangan ini sungguh menyegarkan mata.

"Sebenarnya iya, tapi mau bagaimana lagi. Setiap memblokir akan ada yang datang. Maklum, terlalu baik hati kesetiap orang!" Jimin mengendikkan bahunya, terlihat masa bodoh. Toh, memang selama ini itu yang ia lakukan. Jangan ditanya sebanyak apa fans Jimin di kampus, baik dari guru sampai penjual di kantin sudah mendaftar menjadi penggemarnya. Jimin tahu semuanya, tapi berlagak tidak mengetahui apapun.

"Termasuk aku?" Dahyun agak ragu saat melontarkan pertanyaan itu.

"Memangnya kau punya ponsel?" Tanya Jimin, menoleh singkat. "Tidak,kan? Kau hanya hantu yang tersesat dan tidak tahu kemana tujuan yang ingin kau tuju. Itulah dirimu!" Lanjutnya membeberkan fakta.

Dahyun mendengus, tak menampik ucapan Jimin. Itu benar, benar sekali malah. "Ya, dan aku mendapatkan fakta tak terduga darimu yang mempunyai dua pekerjaan sekaligus!" Jimin mengangguk. Itu memang kenyataan.













Aku tahu ini kependekan, sekitar 800 an kata. But, ini juga bakal masuk dalam part ceritanya, ya begitulah. Masih banyak teka-teki soale, kulo melok terka-terka juga. Apaansih? wkwkwk


Byee

Adorable GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang