02. Si Tuan Buta

68 14 22
                                    

"Don't forget, no one else sees the world the way you do. So no one else can tell the stories that you have to tell."

__Charles de Lint__

※※※※※※※※※※※※※※



Dua hari tiba di rumah Eyangnya, Sabilla masih merasakan ketenangan. Di hari ke empat dia masih bisa bangun malas-malasan. Di hari ke enam dia demam dan di hari berikutnya hidupnya ramai.

Kesibukkan kembali menyapa. Begitu pula jadwal harian Sabilla yang berubah total. Sebab sebagai siswa baru, mengharuskan dia ikut serta dalam kegiatan Masa Orientasi Siswa. Kegiatan yang umum dilaksanakan di sekolah swasta ataupun negri di setiap awal tahun ajaran, guna menyambut kedatangan para peserta didik baru dan mengenalkan almamater sekolah pada mereka.

"Apa nanti di sana kita bisa mandi?"

"Kamar mandi umum pasti ada. Tapi gue nggak berani jamin lo bisa mandi."

Sabilla lagi-lagi dengan sabar menjelaskan. Gadis itu tahu, Kirana jelas sangat bersemangat menyambut kegiatan malam akrab yang akan di laksanakan besok. Yang berlokasi di salah satu bumi perkemahan di kota ini. Tapi sahabatnya itu juga pasti bingung karena tidak memiliki pengalaman camping. Kirana sempat bercerita kalau sewaktu SD atau pun SMP, dia tidak berkesempatan ikut kegiatan seperti ini. Sebab selalu saja sakit menjelang hari H.

Dan ya, kegiatan itu pula yang kini membuatnya berada di supermarket demi memenuhi persyaratan barang-barang yang harus dibawa ke lokasi nanti.

"Gitu ya? Apa perlu bawa shampo?"

"Sebantar," pinta Sabilla. Dia memanggil seorang petugas supermarket, menanyakan stok mie instan favoritnya yang tidak bisa dia temukan di rak persediaan.

"Ditunggu ya, Kak. Saya cek dulu," pamit Mas-Mas petugas supermarket.

"Kiran? Lo masih di sana?" Sabilla kembali bertanya. Suara gerasak-gerusuk yang terdengar di earbuds--bulatan kuning tanpa kabel yang terpasang di telinganya, membuat dia curiga dengan apa yang sedang Kirana lakukan.

"Masih," jawab Kirana. "Besar apa kecil?"

"Shampo? Kecil, kalo ada yang saset aja. Semalam ini."

"Hm, lo masih lama belanjanya?"

"Kenapa emang?" Sabilla balik bertanya. Tangannya terulur memasukkan beberapa bungkus cemilan ke troli belanjaanya. Begitu melihat cemilan wafer karamel berbalut coklat itu, ia langsung teringat Kirana.

Dua hari lalu, gadis itu mengeluh sakit perut gara-gara telat makan siang. Membuat dia harus terbaring di UKS hingga kegiatan MOS hari ke empat usai. Sabilla tidak ingin kejadian itu terulang, jadi dia juga mengambil beberapa bungkus fitbar yang ukuran kantong. Dia akan membawanya untuk bekal di kegiatan nanti. Meski tidak mengenyangkan, setidaknya bungkusan kecil ini bisa jadi pertolongan pertama hingga jam makan tiba.

"Kita vicall. Bantuin nyortir barang," jawab Kirana, "padahal udah gue pilih-pilih, tapi tetep aja koper gue penuh."

Sabilla terkekeh geli mendengar keluhan itu. Dia bisa membayangkan wajah manyun sahabatnya yang menatap lesu pada gunungan barang.

"Lo mau pindahan ke hutan?"

"Kayaknya gue beneran mau nyuri DNA Simpanse deh. Cantik doang nggak berguna ternyata."

Sabilla tergelak, gadis itu sampai terbungkuk-bungkuk di sisi troli belanjaannya. Celetukkan ngasal dari sahabat barunya ini sangat receh tapi menghibur. Untung saja lorong dia berada sekarang sepi, kalau tidak, bisa dipastikan tatapan aneh pengunjung tertuju padanya.

Tied UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang