Bagian 17

375 27 1
                                    

"Berapa kamu bayar mereka, dokter muda. Karena aku tidak habis pikir, ada seorang dokter mau menjadi seorang kriminal, gara gara sepele."

"Duapuluhjuta Andri."

"Wow fantastis sekali. Terus si Xavi berapa"

"Sama"

"Kalau melenyapkan nyawa satu orang, kau bayar 40 juta, kira kira menghidupkan 3 nyawa berapa kira kira dokter"
Mereka terdiam. Kupandangi wajah dokter Fian, dia menunduk.

"Berapa dokter....aku ingin tau. Jangan diam dong dokter. Aku butuh jawabanmu"

"Mahal Andri."

"Dokter Fian, berapa kira kira biaya pengobatan aku kemaren? Itu hanya luka ya, bukan patah tulang atau luka dalam"

"8 juta Andri"

"Kalau hanya 2 minggu saja memakan biaya 8 jutaan, seumur hidup kalian kira kira berapa dokter"
Mereka tak bisa mebjawab. Diam membisu memandang wajahku.

"Leon, berhenti ditempat sepi"
Leon dan mereka memandang ke aku. Di pinggir hutan Leon menghentikan mobilnya.

"Aku tidak akan melenyapkan kaian ber dua dokter. Tapi aku minta bayaran kehidupan buat kalian bertiga, dokter muda, dokter Fian dan Xavi 120 juta. Sesuai tidak permintaan aku dokter muda"

"Tapi uangku tak ada sebesar itu Andri"

"Coba lihat saldo di bankmu. Bisa dilihat di hp kan"

"Hanya 70 juta Andri"

"Aku yakin kamu orang kaya dokter. Aku minta jatah dokter Fian dan Xavi ditransfer ke rekening aku sekarang. Aku rasa itu cukup melepaskan kalian berdua. Ingat ya, ini bukan pemerasan, tapi biaya kematian yang tertunda."
Mereka saling pandang. Kusodorkan no rek bankku yang kucatat dibungkus rokokku.

"Ok terimaksih ya dokter. Uang ini tidak akan aku gunakan. Suatu saat akan aku kembalikan. Aku bukan penjahat dokter, aku orang baik baik. Hp kalian kesinikan."
Kuterima hpny dan kubuat off.

"Ini hp tidak akan aku apa apain.  Tidak akan aku buka sampai tiba waktunya. Karena aku masih ingin melihat kalian bertiga nanti."
Aku meminta Leon membelokkan mobilnyanke arah ladang yang bisa dilewati mobil.
Kusuruh mereka turun. Biar mereka tau bagaimana rasa sakit  nya minta pertolongan.

Setelah kami tinggalkan mereka dihutan itu, aku dan Leon ke rumah sakit lagi menemui Xavi.

Kupandangi wajah Leon, yang kelelahan menahan rasa tegang ketakutan, kubelai pipinya sambil aku tersenyum.

Leon menghentikan mobilnya. Dia merangkul aku dan menciumi pipiku, rambutku, tanganku, dia berurai air mata.

"Bang Andri, Leon takut bang. Leon takut. Leon tidak pernah menyangka akan seperti ini. Maafkan Leon bang Andri"
Aku hanya tersenyum mengusap air matanya.

"Jalan hidup bang Andri sudah begitu barangkali Leon. Kita temui si penjahat satu lagi Leon"

"Iya bang. Leon akan bantu abang"

Selama dalam perjalan ke rumah sakit, Leon belum berani sepenuhnya untuk menyentuh aku. Dan aku, hanya memiringkan tubuhku memandang ke wajahnya.

"Seandainya kamu bisa mengerti aku Leon, ini semua tidak akan terjadi. Abang tidak berusaha dibunuh orang Leon."

"Bang Andri, Leon menyesali semuanya, sungguh bang. Kadang Leon tidur di hotel untuk menghindari istriku memergoki aku menangis. Dadaku serasa sesak, aku teriak...berteriak memanggil nama bang Andri, tapi bang Andri tidak pernah kembali" tangisnya semakin menjadi. Leon mengentikan mobilnya kembali.

ANDRI DAN KISAHNYA The End. ( GAYLOVE)Where stories live. Discover now