Chapter 18

683 97 4
                                    

Beberapa menit sudah berlalu dan jarum jam sudah menunjukkan angka 2, tapi Mew masih saja mematung di tempat, kedua bola matanya masih fokus memandangi setiap inci dari tubuh Gulf. Secara tidak sadar, Mew menyentuh kaki Gulf yang lebam. Mew menghela napas kasar. Kedua alisnya bahkan hampir bertemu satu sama lain, begitu pula kerutan di dahinya.

Bibi Selva sudah meninggalkan ruangan lima menit yang lalu. Bi Selva mempercayakan Gulf pada Mew. Melihat wajah Mew yang terlihat sangat khawatir, membuat Bibi Selva merasa tenang jika meninggalkan Gulf dengan orang yang tepat.

Sementara itu, Steven menatap Mew datar. Ia tidak tau harus mengatakan apa, Steven bingung.

"Aku tidak tau kenapa Bill melukai Gulf sampai seperti ini. Kau bilang, Bill pasti punya alasan yang bagus, kan untuk melukai Gulfi? Jadi, alasan apa yang menurutmu membenarkan perbuatan Bill, hm?" ucap Mew dingin.

Mew mengambil tempat tepat di sebelah Gulf. Pandangannya tak henti-hentinya menatap wajah Gulf yang kini agak pucat. Sesaat kemudian, Mew menatap ke arah Steven.

"Aku juga tidak tau apa yang ada di pikirannya saat ini. Dia tidak pernah cerita padaku soal Gulf sebelumnya. Entahlah, mungkin Bill membenci Gulf? Aku tidak tau," jelas Steven.

Mew tidak bereaksi sedikitpun. Mew kembali mematung selama beberapa saat sebelum ia mulai berbicara.

"Mew, apa kau marah padanya?" tanya Steven pelan. Steven khawatir, hal ini akan merusak persahabatan mereka yang sudah dimulai sejak dulu. Steven tau jika perbuatan Bill tidak bisa dimaafkan, tapi tetap saja, Bill adalah temannya. Memberikan kesempatan kepada seseorang adalah sesuatu yang baik, terlebih lagi jika orang itu adalah temannya sendiri.

"Tentu saja aku marah. Aku tidak habis pikir dengan dia. Kenapa dia melakukan ini? Dan kenapa Gulfi? Kepalaku masih sibuk memikirkan hal itu."

"Kalau begitu, kau bisa tanya langsung ke Bill. Dia mungkin akan jujur jika kau bertanya secara langsung. Dan ingat, jangan sampai kau menghabisi dia. Dia temanmu, oke?"

"Aku akan memikirkannya. Aku tidak tau apakah aku bisa sesabar seperti yang kau ucapkan barusan."

"Kau bisa. Tenangkan dirimu, sobat. Tidak semua hal harus diselesaikan dengan amarah. Kadang-kadang, kau harus mengalah untuk mendapatkan apa yang inginkan."

"Baikl—"

"Ngghhhh....."

Mew menghentikan ucapannya saat tubuh Gulf mulai bergerak. Mew menyentuh lengan Gulf pelan, memanggil nama Gulf berkali-kali hingga Gulf membuka matanya.

Gulf mengerang beberapa kali sebelum ia benar-benar sadar seratus persen. Mew membantu Gulf mendudukkan dirinya di atas ranjang, begitu pula dengan Steven. Mew tampak peduli saat ini jika kau bisa melihatnya.

"Gulf, Gulfi? Kau ingin minum? Akan kuambilkan air untukmu agar kau merasa baikan."

Mew meraih gelas berisi air tepat di sampingnya. "Ini, minumlah!"

Gulf meraih gelas yang Mew beri dengan kedua tangannya yang lemas. Mew membantu Gulf untuk meminum air tersebut. Gulf meminum air dengan sekali tegukan. Setelah selesai dengan itu, Mew kembali menidurkan Gulf seperti semula.

"Ngghhh.... Sial. Si perawat itu benar-benar menyuntikkan ku obat bius rupanya. Rasanya kepalaku masih pusing," omel Gulf di tengah kondisinya yang pucat dan entah kenapa Mew tersenyum pelan melihat Gulf mengomel seperti ini. Artinya, Gulf sedang baik-baik saja.

"Apa yang kau lihat, huh?" Lagi-lagi Mew tersenyum, namun kali ini senyuman Mew melebar.

"Dan kenapa kau ada di sini? Siapa yang menyuruhmu ke sini?" lanjut Gulf. Gulf menyentuh kepalanya yang masih agak sakit dengan pelan. Dengan segera, Mew menyentuh kepala Gulf, mengelus-elus rambut Gulf lembut.

"Hatiku yang menyuruhku ke sini. Sepertinya Tuhan mentakdirkan kita bersama. Aku bisa merasakan kalau ada yang tidak beres denganmu, makanya aku cepat-cepat mencari mu dan benar saja, kau sedang tidak baik-baik saja, Gulfi."

"Apa yang sedang kau bicarakan. Kau terlalu berlebih-lebihan, aku baik-baik saja, sungguh. Lihat, aku masih sama seperti Gulf yang biasanya. Aku kuat, aku tidak lemah seperti yang kau kira. Ouch—" Mew menyentuh pelan kaki Gulf yang lebam tersebut agar Gulf menghentikan ocehannya. Mew tau Gulf sedang tidak baik-baik saja, tapi Gulf masih saja berlagak kuat. Mew tidak suka melihat Gulf seperti itu.

"Sudah selesai ngomongnya, hm?" ucap Mew serak.

Gulf memutar bola matanya malas dan tidak berniat menjawab ucapan Mew.

"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Mew serius, namun dengan nada bicara yang lembut. Steven yang mendengarkan suara Mew merasa agak geli, baru kali ini Steven mendengar suara Mew yang seperti ini.

"Aku tidak ingin membicarakannya," singkat Gulf. Gulf melipat kedua tangannya kesal. Gulf memikirkan kembali apa yang sudah Bill lakukan tadi saat pertandingan. Amarah Gulf semakin memuncak, jika diingat-ingat, Gulf bisa saja langsung menghabisi Bill saat itu juga.

"Baiklah, jangan dijawab jika kau tidak ingin membicarakannya. Sekarang, aku ingin kau kembali istirahat. Aku akan menjemputmu pulang ke asrama bersamaku. Kali ini kau harus mendengarkan ucapanku atau—" Mew menghentikan ucapannya sejenak. Mew menyeringai dan mendekatkan wajahnya ke arah Gulf. Gulf yang ditatap seperti itu oleh Mew merasa aneh. Gulf gemetar ringan dan bibirnya keluh.

"A-atau apa?"

"Atau aku akan menendangmu dengan kakiku. Apa? Kau berpikir aku akan menciummu? Haha," goda Mew puas. Mew tertawa girang, sementara Steven hanya bisa menatap aneh sahabatnya itu.

"Setan," umpat Gulf. Gulf merasa tubuhnya memanas karena sesuatu dan itu bukan karena selimut yang ia kenakan, tapi karena hal lain dan Gulfi tidak tau itu apa.

Mew dan Steven meninggalkan Gulf untuk beristirahat sejenak. Mew berjanji akan menjemput Gulf nanti pulang ke asrama. Saat ini, Gulf harus benar-benar istirahat dan ada sesuatu yang harus Mew lakukan sekarang.

Di tengah perjalanan, Mew melihat Sean yang terlihat cemas sedang berjalan menuju ke arahnya.

"Bagaimana Gulfi? Apa dia baik-baik saja? Aku sangat cemas padanya sampai-sampai aku tidak bisa makan dengan benar," cemas Sean. Wajahnya memerah, terlihat sekali wajah Sean yang habis berlarian. Napasnya pun terengah-engah.

"Jika kau mengkhawatirkan Gulfi, dia baik-baik saja," jelas Steven.

"Thank God"

"Kenapa kau tidak tanya saja langsung padanya? Dia ada di ruang UKS sekarang."

"Tidak, aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Aku ingin Gulfi memikirkan kembali apa yang sudah dia lakukan. Dia salah. Dan dia harus menyadari kesalahannya terlebih dahulu jika ingin dipedulikan oleh orang lain. Aku harap kau mengerti dengan ucapanku barusan. "

"Aku mengerti. Lakukan sesukamu saja, Gulf biar aku yang menjaganya. Serahkan dia padaku, aku yakin aku bisa mengubahnya sedikit demi sedikit. Kau tenang saja," ucap Mew percaya diri. Mew menepuk pundak Sean beberapa kali sebelum ia pergi, Sean tersenyum.

"Baiklah. Aku serahkan Gulf padamu, Mew."

Dan dengan begitu Mew meninggalkan Sean seorang diri. Mew berjalan menuju ke arah tempat Bill berada. Mew tidak tau Bill ada di mana saat ini, ia hanya mengikuti kata hatinya.

Mew terus berjalan selama beberapa menit sebelum ia benar-benar sampai di suatu tempat, toilet. Mew memasuki toilet tersebut dan benar saja, Bill tengah berdiri seorang diri di pojokan sana. Sambil merokok, Bill menatap Mew dengan wajah datar. Bill mengesap batang rokok yang hampir habis tersebut kemudian menghembuskannya ke langit-langit.

"Jadi seperti ini, tingkahmu di belakangku, huh?"

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang