Chapter 21

741 94 3
                                    

——Mew POV——

Aku bangun di pagi hari seperti sebelum-sebelumnya. Tidak ada yang berubah hari ini, Gulf masih satu asrama denganku dan dia masih dalam masa istirahat sebelum benar-benar pulih untuk pergi sekolah. Akulah yang meminta izin ke Miss Brenda untuk meliburkan Gulf untuk sementara waktu dan tentunya dengan menggunakan surat keterangan sakit dari Bibi Selva. Untungnya, Miss Brenda menerima permohonanku.

Kenapa? Kau bingung kenapa aku sebegitu perhatiannya dengan Gulfi? Kupikir, aku tidak perlu repot-repot lagi untuk menjelaskannya, bukan? Dari caraku memperlakukan Gulfi seperti itu pasti kalian mengira bahwa aku menyukainya, bukan? Fine aku mengaku.

Aku tidak menyukainya Gulfi, aku hanya tertarik dengannya.

Gulfi masih tertidur lelap di atas kasurnya yang empuk itu, sesekali ia mengigau sambil menyebut nama-nama binatang. Itu aneh, tapi aku menyukainya. Dia sangat menggemaskan, sungguh.

Sebisa mungkin aku harus menahan diriku untuk tidak menerkamnya secara tiba-tiba. Yang kumaksud menerkam di sini bukanlah sesuatu seperti yang kalian kira, dasar mesum.

Aku tidak tahan jika harus melihat Gulfi dengan sikap yang seperti ini. Ini sangat berbanding terbalik dengan sifat aslinya yang mudah tersinggung itu. Saat ini, dia kelihatan seperti bocah yang sedang mengigau.

Aku telah siap dengan setelan seragamku. Aku meraih tas ransel dan jam tangan yang ada di atas meja. Aku sudah siap untuk pergi sekolah sekarang.

Aku harus pergi pagi-pagi sekali untuk menyalin catatan dan tugas yang semalam tidak kukerjakan karena malas. Steven pasti mau membantuku menyelesaikan tugas, dia adalah temanku yang terbaik setelah— lupakan, aku tidak mau membahasnya.

Segera aku menuju ke kelas. Saat ini masih pukul 6 pagi, sedangkan kelas akan dimulai setengah 7, masih ada waktu untuk menyalin tugas. Steven sudah menungguku di sana dengan wajah datarnya.

Tanpa permisi, aku merebut buku Steven dan segera mencatat. Steven hanya bisa pasrah.

"Segitu senangnya sekamar dengan Gulfi, sampai-sampai tidak bisa mengerjakan tugas," ucap Steven menyindir. Aku menghentikan aktivitasku sejenak lalu beralih menatap Steven. Dia menyeringai.

"Apa maksud nada bicaramu itu, Steven?"

"Emmm, tidak, kok," jawabnya santai, sementara aku kembali mencatat.

Seakan teringat sesuatu, aku menatap Steven kemudian menyentuh bahunya.

"Steve, aku ada tugas yang harus kukerjakan nanti sepulang sekolah."

"Terus, kenapa kau bilang padaku?"

"Aku ingin minta tolong kepadamu untuk menjaga Gulfi sementara aku di sini, oke?"

"Apa? Kenapa harus aku? Dan kenapa dia harus dijaga? Dia bukan anak kecil lagi, Mew. Kau tidak perlu sekhawatir itu."

"Aku tau. Hanya saja, aku gelisah jika meninggalkan Gulfi seorang diri. Apalagi setelah insiden itu, aku tidak akan bisa tenang dan tugasku tidak akan selesai nanti. Hanya kau yang bisa kumintai tolong, Steve."

"Baik, baik. Akan kulakukan. Hanya sampai kau menyelesaikan tugasmu, kan?"

"Kau memang yang terbaik, Steve."

"Jadi, aku harus apa?"

"Aku ingin kau datang ke asramaku dan Gulfi, ajak dia makan siang atau apapun itu. Jangan terlambat ke sana karena Gulfi bisa sangat marah nanti. Jika dia bertanya, bilang saja kalau aku ada urusan penting."

"Baiklah. Terserah apa katamu."

Dan sekali lagi aku tersenyum, Steve sangat bisa diandalkan. Aku sangat bersyukur memiliki teman seperti dia.

Tak lama setelah itu, Sir Cecil datang dan kelas pun dimulai dan sialnya lagi, aku belum selesai menyalin tugasku untuk hari ini. Dia pasti menambahiku tugas tambahan.

Beberapa jam telah berlalu, kini kelas telah usai dan aku masih sibuk dengan tugas-tugasku. Sebentar lagi ujian, sementara tugas-tugasku yang lalu belum sempat kutuntaskan semua dan sekarang tugasku bertambah dua kali lipat. Aku sangat ingin membakar buku-buku ini jika aku bisa, tapi sayangnya tidak.

Seperti yang kami rencanakan sebelumnya, Steven pergi untuk menemui Gulfi di asrama sementara aku di sini.

Steven telah pergi sejak dua menit yang lalu, sedangkan aku tetap tinggal di dalam kelas bergelut dengan buku-buku.

Aku tidak tau ini akan selesai berapa jam, melihatnya saja sudah membuatku emosi.

Berjam-jam telah berlalu dan kini hanya tinggal satu tugas lagi yang harus kuselesaikan. Di tengah-tengah aku mencatat, tiba-tiba pintu kelasku terbuka oleh seseorang. Aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Jack di sana. Dia mau apa ke sini?

"Apa aku boleh bertemu dengan Gulf?" tanyanya pertama kali. Aku mengerutkan dahiku heran. Aku tidak mengerti apa yang baru saja kudengar. Jack ingin bertemu Gulf? Untuk apa?

"Kenapa?"

"Aku hanya ingin memberinya obat peredam rasa nyeri untuk lukanya itu."

Aku menatap Jack heran, dan dia melanjutkan kembali ucapannya.

"Sebenarnya obat ini dari Antonieta, tapi dia tidak berani memberikannya langsung ke Gulfi. Aku bisa mengerti kenapa Antonieta bersikap baik seperti ini kepada Gulfi. Dia sudah menganggap bahwa Gulfi sebagai kakak laki-lakinya."

Aku membangkitkan tubuhku dari kursi yang semula kududuki. Aku masih mencoba menangkap apa yang menjadi tujuan Jack datang kemari. Aku tidak bisa mempercayainya begitu saja setelah apa yang terjadi di antara Jack dan Gulfi sebelumnya.

"Biar aku saja yang berikan," ucapku.

"Antonieta bilang harus aku sendiri yang memberikannya."

"Sekarang bukan saat yang tepat untukmu bertemu Gulfi. Kondisinya masih belum stabil, dia mungkin tidak akan bisa mengatur emosinya jika bertemu denganmu secepat ini. Apalagi kau dan Gulfi tidak berhubungan baik sebelumnya," jelasku panjang lebar. Jack menghela napas.

"Dan juga, kau bisa saja keceplosan dengan mengatakan bahwa aku yang menyuruhmu mendekati Antonieta supaya aku bisa dekat dengan Gulfi. Aku tidak akan mengambil resiko apapun untuk saat ini. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja," ucapku melanjutkan perkataanku sebelumnya.

Jack menerima keputusan yang sudah kubuat. Dia memberiku obat peredam rasa nyeri tadi dan segera meninggalkan kelas.

"Baiklah, aku percaya padamu."

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang