Part 6

306K 21.2K 3.3K
                                    

"Jey, mama mau ke keluar kota beberapa hari, mama harus dateng ke acara pembukaan cabang baru toko kue kita," ucap Nina seraya menuangkan susu ke gelas lalu memberikannya pada Jey. "Kamu gak papa kan di tinggal?"

Jeyra diam, lalu mengangguk, ia mengambil susu itu lalu meminumnya. Nina mengelus kepala Jeyra sayang. Ia tersenyum kecil.

"Jaga diri ya di rumah, jangan keluar malem, kamu boleh ajak temen buat nginep di sini nemenin kamu," ujar Nina.

Jeyra tersenyum tipis. Tapi aku gak punya temen, Ma. Ucapnya dalam hati.

"Oh iya, tentang tetangga baru kita itu, gimana anaknya? Mama belum ketemu dia soalnya, kata ibu-ibu komplek, anaknya baik banget, ramah lagi," ujar Nina dengan senyum lebar.

Jeyra mengangguk. "Dia baik kok Ma, ternyata dia temen satu sekolah aku."

Nina mengangguk. "Baguslah, jadi kamu ada temennya, secara kan di Komplek kita gak ada yang seumuran kamu."

"Permisi."

Nina dan Jeyra menoleh, melihat seorang pria tampan yang berjalan ke arah mereka dengan senyum ramah. Nina mengerutkan keningnya sementara Jeyra membulatkan matanya keget.

"Halo tante, saya Davin, yang ngisi rumah sebelah, maaf ya saya asal masuk, soalnya tadi pintunya ke buka, saya ketuk gak ada yang nanggepin," ujar Davin tidak enak, ia menghampiri Nina yang duduk di meja makan bersama Jeyra.

Nina tersenyum ramah. "Iya gak papa kok," ujarnya, senyum Nina semakin lebar saat Davin mencium tangannya sopan.

"Kamu ke sini mau ketemu Jey ya?" tanya Nina.

Davin tersenyum, ia melirik Jeyra yang masih terbengong. "Iya, saya mau ketemu anak tante, boleh kan?"

"Boleh banget, kebetulan tante juga mau pergi, kamu temenin Jey di rumah ya?" ujar Nina, ia mengambil tasnya, kemudian menghampiri Jeyra dan mengecup keningnya.

"Mama pergi ya sayang, inget kata mama tadi, jangan keluar malem, bahaya," ujar Nina membuat Jeyra mengangguk.

"Mama perginya sekarang? Ini kan hari minggu, harusnya mama istirahat," ujar Jeyra.

"Iya, harus sekarang, soalnya acaranya besok, masa iya mama pemiliknya tapi dateng telat?" Nina tersenyum, kemudian menatap Davin. "Davin, titip Jey ya, tolong cek kalau malem hari, tante takut Jey keluar rumah, soalnya kadang dia bandel suka keluar malem," ujar Nina.

Davin mengangguk, kemudian Nina berjalan pergi dengan perasaan lega. Tadinya ia berat meninggalkan Jeyra, namun karna Davin ia merasa tenang, ada yang menjaga anak gadisnya.

Jeyra memandang punggung mamanya, gadis itu tidak tau harus melakukan apa, Davin terus menatapnya tajam, padahal Jey merasa tidak membuat kesalahan apapun.

"Oh, lo suka keluar malem?" tanya Davin dingin. Pria itu melipat tangannya di depan dada. "Mulai hari ini lo gak boleh pergi tanpa seizin gue."

Jeyra menatap Davin. "Tapi aku keluar malem buat--"

"Pokoknya lo gak boleh keluar malem lagi, ngerti?" ujar Davin dengan tatapan tajam. Jeyra langsung mengangguk patuh. Davin tersenyum kecil, ternyata Jeyra penurut, ia bahkan menuruti ucapan Davin untuk berbicara menggunakan aku-kamu.

"Kamar lo di mana?" tanya Davin seraya menatap penjuru rumah Jeyra.

"Di atas," jawab Jeyra. "Kenapa?"

"Kayaknya gue mau nginep di sini," ujar Davin membuat Jeyra tersedak ludahnya sendiri.

"Ng-ngapain?"

"Lo lupa? Barusan mama lo nitipin lo ke gue."

Jeyra meneguk ludahnya kasar. "Vin, kamu bilang mau nunggu aku ke rumah kamu nanti malem, tapi kamu kenapa kesini?" tanya Jeyra.

"Kelamaan, gue gak bisa nunggu lagi."

Tatapan Davin berubah, pria itu menatapnya dengan seringaian mengerikan. "Jey, lo siap?"

"S-siap untuk?"

"Jadi milik Davin sepenuhnya," ujar pria itu, ia menarik sudut bibirnya lalu mendekati Jeyra, membuat gadis itu berkeringat dingin.

Jeyra mengigit bibir bawahnya. "Aku--" Jeyra menghela nafas. "Rasanya sakit gak sih?" tanya Jeyra takut.

Davin mengedikan bahunya. "Sesuai keadaan."

"Maksudnya?"

"Kalau lo gak banyak tingkah gak bakal sakit karna gue bakal maen lembut, tapi kalau lo berubah fikiran di tengah jalan dan nyuruh gue berhenti, gue pastiin bukan cuman sakit, tapi lo juga bakal babak belur," ujar Davin dengan suara dalam.

Jeyra tersentak saat Davin menggendongnya ke atas meja. Pria itu menatap wajah Jeyra lekat. "Jey, lo itu cewek baik-baik, jadi gue bakal tanya lagi ke lo. Lo beneran mau lakuin ini sama gue?" tanya Davin. "Lo yakin gak bakal nyesel?"

Jeyra mengangguk. "Aku yakin dan aku gak akan nyesel," ujarnya mantap.

Davin tersenyum miring. "Bagus, lo bikin gue seneng Jey."

Jeyra tersenyum, hatinya menghangat, ia merasa bahagia karna bisa membuat Davin merasa senang. Sudah Jeyra bilang bukan jika rasa cintanya itu benar-benar besar. Ia bahkan sudah buta sekarang, yang ia pedulikan hanya Davin.

Davin mendekatkan wajahnya, hidung mereka bersentuhan, pria itu memiringkan kepalanya lalu menempelkan bibir mereka. Jeyra membatu, ini pertama kalinya ada seseorang yang menciumnya, dan rasanya aneh, Jeyra ingin mendorong Davin menjauh tapi dia takut.

Pria itu mulai melumat pelan bibir bawah Jeyra, Jeyra hanya diam, tidak tau harus melakukan apa. Davin menahan tengkuk Jeyra, mendorong gadis itu untuk memperdalam ciuman mereka. Jeyra kehabisan nafas ia memukul-mukul dada Davin tapi Davin sama sekali tidak perduli.

Jeyra membuka mulutnya saat Davin mengigit bibirnya, gadis itu meringis dan pasrah dengan perlakuan Davin yang sedikit kasar. Pria itu melepaskan pangutannya, lalu mengelap bibir Jeyra yang basah.

"Jadi, mau ngelakuin di sini atau di rumah gue?" ujar Davin dengan suara yang memberat. Jeyra masih mengatur nafasnya, ia mengalungkan tangannya di leher Davin.

"Rumah kamu," putus Jeyra dengan mata berair, ia kehabisan nafas, hingga matanya mengeluarkan air mata.

Davin mengangguk, ia menurunkan Jeyra dari atas meja. "Lo bisa jalan?" tanya Davin, Jeyra bahkan tidak bisa menopang dirinya dengan benar, gadis itu masih terlalu syok dengan ciuman tadi.

Jeyra mengangguk. Ia berpegang pada pinggiran meja. Bibir gadis itu bengkak dan berdenyut namun ia tidak perduli dengan itu. Yang ia inginkan saat ini, adalah resmi menjadi milik Davin.

Yang artinya Jeyra tidak perlu hanya menjadi pengagum seperti dulu lagi. Ia bisa berada di samping Davin terus dan Jeyra tidak sabar dengan itu. Membayangkan saja sudah mempu membuatnya di serang kebahagiaan bertubi-tubi.

"Jey, lo bener-bener yakin?" tanya Davin lagi. "Gue serius sama omongan gue tadi pagi, setelah gue lakuin itu, lo gak bakal gue lepasin Jey, dan mungkin lo bakal nyeselin itu suatu hari nanti."

"Aku yakin Vin, bener-bener yakin!"

Davin tersenyum manis. "Oke, gue harap lo gak bakal nyesel, Jey."

-Cinta itu sebuah kebodohan, jadi jangan jatuh cinta kalau belum siap untuk jadi bodoh-

Dunia Davin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang