Bab 18

5.5K 490 7
                                    

Prabaswara menghentikan mobilnya tepat di sebuah toko roti. Lelaki itu menatap Winda dan Alindra bergantian. Winda tampak mengamati sejenak toko roti itu sebelum menoleh ke Prabaswara.

"Kamu beneran nggak bisa ikut aku sama Alindra, Pa?" tanya Winda memastikan sekali lagi.

Lelaki itu menggeleng. "Saya ada urusan. Kamu nggak usah cemas atau takut di sana. Saya tahu Gista nggak akan macam-macam."

"Aku nggak takut sama sekali. Mbao Gista baik. Aku tahu," kata Winda dengan senyum manisnya.

Prabaswara tersenyum. "Kamu hubungi saya kalau ada apa-apa, ya! Nanti saya jemput. Urusan saya, saya usahakan nggak lama."

Winda melepas sabuk pengamannya. Wanita itu meraih tangan Praba dan mencium punggung tangan suaminya.

"Ya udah, aku sama Alin masuk dulu. Kamu hati-hati di jalan ya, Pa!" pamit Winda sembari membuka pintu mobilnya.

Alindra mencondongkan tubuhnya ke jok depan, lalu menggecup pipi ayahnya. Praba tersenyum dan membalas kecupan dari anaknya. Lelaki itu menahan tangan Winda yang bersiap keluar.

Winda menatap Praba seolah bertanya. "Kamu lupa ini." Praba menunjuk pipi kirinya.

Winda tersipu malu dibuatnya. Wanita itu segera mencium pipi suaminya cepat dan segera keluar dari mobil. Alindra yang melihat ibu tirinya sudah keluar, segera menyusul sang ibu tiri.

"Alin nggak boleh nakal ya, nanti!" pesan Praba pada sang anak yang akan meloncat keluar.

Alindra mengacungkan ibu jarinya sebelum keluar dan menutup pintu mobil. Winda segera menghampiri Alindra dan melambaikan tangannya saat mobil Prabaswara mulai berjalan.

Winda menggandeng tangan Alindra dan mengajak gadis itu masuk ke toko roti milik Gista. Alindra tampak mengeratkan genggamannya pada tangan Winda. Winda hanya tersenyum dan mengajak gadis kecil itu berjalan menuju kasir.

"Selamat siang, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas yang menjaga meja kasir itu dengan ramah.

Winda tersenyum. "Bu Gistaranya ada, Mbak?"

"Ibu Gista ada. Tapi maaf, ada perlu apa ya, Bu?" tanya sang penjaga kasir.

"Tolong, Mbak, bilang saja, Alindra ingin bertemu!" kata Winda dengan lembut. "Sama saya pesan cheese cake dua, susu cokelat satu, sama coffee late satu ya, Mbak!"

Pesanan Winda segera dicatat sang petugas. Winda membayarkan sesuai yang disebutkan wanita yang kisaran usianya juga seumuran dengannya.

Winda dan Alindra duduk di bangku yang ada di dalam toko tersebut. Sebenarnya, toko roti ini memiliki konsep hampir seperti kafe, tapi toko ini hanya memiliki empat meja yang masing-masing bisa diduduki oleh empat orang. Toko ini tak terlalu besar, tapi cukup nyaman. Saat masuk ke toko ini, bau khas roti langsung menggelitiki rongga hidung.

Winda menatap Alindra yang tampak menatap ke etalase berisi roti. "Alin mau roti?"

Gadis itu menggeleng. "Enggak, Ma Win. Alin cuma takut. Mama nggak akan marah 'kan kalau Alin ke sini? Alin nggak ganggu Mama kerja 'kan, Ma Win?"

Winda mengusap kepala Alindra. "Alin nggak boleh takut! Alin nggak boleh berpikir begitu ya! Mama Gista nggak akan marah, Sayang."

Alindra hanya mengangguk. Winda mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah meja kasir. Ia berharap, Gista segera datang dan menghapus segala pikiran buruk Alindra terhadap wanita itu.

Tak lama, tampak seorang wanita keluar dari pintu dekat meja kasir. Wanita berambut panjang dan memiliki wajah tegas itu berjalan mendekati mereka. Winda melempar senyumnya saat Gista duduk di hadapan Alindra.

Windayu 2 : Bertahan Dalam Pilihan [End]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon