Nerd | 02

101K 9.8K 514
                                    

“Rin, kenapa kamu bawa aku kesini?” tanya Leta yang dibawa ke toilet oleh Sherin.

“Ta, gini yah. Gue saranin, lo jangan pernah nyebut nama Ara lagi di depan banyak orang.” Ucapan Sherin sukses membuat tanda tanya dalam benak Leta.   

“Emangnya kenapa?” Terlihat Sherin menghela napasnya panjang.

“Ara itu teman sekelas kita, tapi dia udah nggak ada lagi di dunia ini atau lebih tepatnya dia sudah meninggal.” Leta sedikit terkejut mendengar itu. Tapi, kenapa reaksi teman sekelasnya sangat aneh ketika dia menyebut nama gadis yang sudah meninggal itu? Bukankah bukan kesalahan menyebut orang yang sudah meninggal?

“Tapi, emangnya salah kalo aku nyebut orang yang udah meninggal?”

“Jadi gini, Ara itu meninggal karena bunuh diri. Dia itu murid paling pintar kedua di angkatan kita, tapi suatu ketika dia ketauan pas nyuri kunci jawaban ujian di ruang guru. Karena kejadian itu, semua orang mengolok-olok dia, intinya dia di-bully. Dan mungkin karena dia nggak kuat di-bully, dia mutusin buat bunuh diri. Dia jatuh dari salah satu gedung di sekolah ini.” Mata Leta membulat mendengar itu semua.

“Mereka yang pernah nge-bully dia sedikit ngerasa takut, karena mereka pikir Ara bunuh diri gara-gara mereka. Mulai saat itu, nggak ada yang ngomongin tentang kematian Ara. Jika ada yang ngungkit itu, mereka akan dibenci sama semua orang. Jadi, gue saranin jangan pernah ucapin nama Ara lagi di depan banyak orang yah.” Leta mengangguk.

“Gue nggak tau siapa orang iseng yang ngirim pesan kayak gini ke semua teman kelas kita.”

“Kasian,” gumam Leta.

“Kenapa Ta?”

“Ah, enggak apa-apa.”

***

Tidur siang. Tidak, lebih tepatnya tidur pagi Devin harus terganggu karena sedari tadi lengannya ditusuk-tusuk oleh gadis cupu yang duduk di sebelah bangkunya. Dengan malas, Devin mengangkat wajahnya dan menatap gadis cupu itu.

“Ngapain ganggu tidur gue sih?!” Leta tidak menjawab melainkan mengisyaratkan Devin untuk melihat ke arah depan kelas, lelaki itu menurut. Dia melihat seorang pria paruh baya yang berkacak pinggang dan menatapnya dengan tatapan tidak suka.

“Devin! Kamu itu yah, selalu saja tidur saat di kelas saya.” Devin melengos.

“Karena pelajaran Bapak itu ngantukin, saya merasa seperti dibacain dongeng, makanya saya tidur,” jawab Devin enteng tidak peduli dengan gurunya yang sedang menahan amarah.

“Kamu nggak pernah diajarin sopan santun sama orang tua kamu yah?! Anak sekolah kok nggak pernah ngehargain yang lebih tua sih.” Devin langsung mendelik ke arah gurunya, dia tidak suka jika ada orang lain yang mengungkit-ungkit tentang orang tuanya. Kemudian dia beranjak berdiri berniat untuk meninggalkan kelas, langkahnya terhenti karena teguran dari sang guru.

“Devin! Mau kemana kamu, saya belum selesai ngomong!”

“Saya mau keluar, pasti setelah ini Bapak akan nyuruh saya keluar kan? Dengan senang hati saya akan keluar dari kelas membosankan Bapak.”

“Keluar! Jangan pernah berpikir untuk kembali ke kelas saya lagi,” suruh guru itu. Devin mengedikkan bahunya tidak peduli. Dia melangkahkan kakinya keluar dari kelas, tujuannya saat ini adalah kantin. Semua murid di kelas hanya bisa menggeleng melihat tingkah Devin yang menurut mereka sudah biasa.

Setelah Devin sampai di kantin, dia melihat lelaki yang duduk memunggunginya tengah asik bermain dengan ponselnya, dia mendekat ke arah lelaki itu.

“Woyyy Koko!!” Lelaki itu terkejut karena tingkah Devin.

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang