Chapter 23

652 108 4
                                    

"Ya, aku tau itu. Hanya saja... Kenapa dia melakukan semua itu padaku?" ucapku merasa heran dengan apa yang sudah terjadi.

Dari awal, aku dan Mew bukanlah teman atau sekedar kenalan, aku bahkan tidak mengenal Mew jika saja dia tidak menegurku waktu aku melabrak seorang wanita dulu. Pertemuan pertamaku dengan Mew juga tidak begitu baik, aku ingat kalau aku sudah memukulnya beberapa kali hingga dia meringgis kesakitan, tapi sampai sekarang dia tetap baik padaku. Dia bahkan tidak pernah mengumpat atau mengatakan sesuatu yang membuatku merasa tersinggung. Sepintas aku berpikir, apa aku terlalu jahat padanya, ya?

"Kau ini bodoh atau gimana? Sudah jelas kalau dia itu menyukaimu, Gulfi!"

Deg!

Perkataan Steven menembus ke dalam pikiran bawah sadarku hingga membuatku diam terpaku selama beberapa saat. Aku menulikan kedua telingaku tanpa alasan yang jelas dan membiarkan kepalaku untuk berpikir jernih saat ini.

Apa katanya? Suka? Suka dalam artian apa?

Kupikir setiap orang tidak bisa bilang suka secara tiba-tiba karena itu bersifat tabu bagi sebagian orang, khususnya aku karena mungkin saja aku bisa salah paham atau apapun itu.

"Hey, Steven. Kau bilang apa tadi soal aku?" Suara dari seseorang terdengar semakin dekat ke arah kami. Tanpa menoleh pun aku sudah mengenali siapa pemilik suara serak itu. Dia adalah Mew, orang yang baru saja kami bicarakan satu menit yang lalu.

"Tidak, kok. Aku tidak mengatakan apapun tentangmu, sumpah," balas Steven mengelak. Dia tidak pandai mengelak, siapa saja tau kalau Steven berbohong.

"Kau menggodanya lagi, Steve. Gulfi, apapun yang dia katakan jangan didengarkan, oke? Steve memang suka bercanda orangnya."

Mew menolehkan kepalanya padaku namun sebisa mungkin aku tidak menatapnya. Aku tidak tau apa yang sedang kulakukan dan kenapa aku tidak menatap balik ke arahnya. Hanya saja, aku tidak mau melakukan itu. Aku tidak punya alasan.

Dengan cepat aku menegakkan tubuhku hingga terdengar suara nyaring dari kursi yang kududuki. Steven dan Mew melihat tingkahku barusan dan mereka terlihat terkejut, tapi aku tidak peduli.

"Aku pergi," ucapku dengan nada tinggi.

Dengan segera aku pergi menjauh dari mereka berdua. Aku terus berjalan hingga mereka tidak bisa melihatku lagi dari posisi mereka di sana. Aku tidak tau harus kemana sekarang, yang aku tau, aku harus pergi untuk menenangkan diriku. Emosi dalam diriku memang tidak stabil saat ini.

Aku menghentikan pergerakan langkahku secara spontan ketika tanganku diraih paksa oleh seseorang, dan bisa kutebak orang itu adalah Mew. Dia menahan tanganku agar aku tidak pergi.

"Lepaskan aku!" titahku dengan nada datar, aku terus menatap leher Mew tanpa berani melihat ke arahnya sedikitpun. Aku tidak mau menatapnya untuk saat ini.

"Ada apa, Gulfi? Kenapa kau bersikap seperti ini?" tanya Mew ingin tau. Dia terus menatapku lekat dan menggenggam tanganku erat ke arahnya. Aku tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melawan Mew sekarang, aku masih dalam tahap pemulihan. Jika saja aku sehat seperti sebelumnya, aku pasti bisa melawan dan mendorong tubuh Mew agar menjauh dariku.

"Aku tidak punya alasan," jawabku kembali dengan nada flat.

Seakan tak puas dengan jawabanku, Mew kembali menggenggam tanganku yang satunya lalu mendekatkan tubuhnya padaku. Aku semakin tidak karuan sekarang.

"Kau bisa bilang padaku kalau kau punya masalah. Aku sama sekali tidak keberatan, tapi jangan seperti ini lagi, okey?"

"Lepaskan tanganmu dariku. Aku ingin sendiri! Jangan hentikan aku karena aku hanya ingin berpikir sejenak. Aku ingin membiarkan diriku sendirian tanpa siapapun," kataku sambil meronta-ronta ingin dilepaskan, namun Mew sama sekali tidak terlihat akan melepaskanku begitu saja. Dia mengeratkan genggamannya padaku.

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang