Chapter 27

878 84 0
                                    

"Yah, ini memang kejutan kecil, sih," ujar Chuy untuk kesekian kalinya selama beberapa menit, oh ayolah, Chuy. Jangan merendah seperti itu, ini sudah lebih dari cukup kejutan bagiku, bahkan aku sangat senang dengan apa yang kau, Bram, dan Martin berikan, ini lebih dari cukup untuk bisa membuatku bahagia.

"Aku sangat senang bisa bertemu dengan kalian lagi. Sial, rasanya aku ingin menangis gara-gara tingkah kalian yang begitu mengejutkanku," ucapku tersenyum sendu. Aku mengusap kedua kelopak mataku seolah ada air yang keluar, mataku berkaca-kaca saat ini saking bahagianya.

"Haha, lihat. Gulfi si jagoan bisa menangis, aku tidak percaya ini, aku harus memfoto wajah cengengnya," ucap Bram menggodaku. Dia terlihat bahagia dan sesekali bercanda membuatku merasa semakin hangat dan nyaman.

"Haha, wajahnya lucu sekali. Kau harus memperlihatkan foto ini ke Bibi Esperaza." Tak cukup dengan satu foto, Bram dan Martin terus menggodaku sambil memfoto wajah tampanku yang terlihat menyedihkan ini. Entah kenapa aku tidak merasa marah sama sekali karena mereka semua adalah teman bagiku— tidak, mereka lebih dari sekedar teman, mereka adalah keluargaku.

Kami terus bercanda satu sama lain hingga beberapa jam sudah terlewat begitu saja, aku melihat ke arah Mew yang juga melihatku bahagia. Aku tersenyum kecil membalas tatapannya itu, rasanya aku seperti lahir kembali dengan orang-orang baik di sekitarku, ini jauh lebih baik daripada di sekolah, mungkin?

Bram menawariku gelas yang berisi sake— alkohol buatan Jepang padaku dan dengan senang hati aku menerimanya. Awalnya Mew tampak tidak setuju dengan ini, tapi ayolah, aku sudah cukup umur untuk meminum ini, umurku sudah 17tahun—maksudku hampir, aku hampir 17tahun, tapi tidak masalah, kan? Lagipula persentase dari alkohol ini hanya 1%, kukira.

"Yoooo... Bersulang untuk kita semua," ucapku girang dan kami saling bersulang sebelum meminum alkohol ini.

Satu tegukan berhasil memasuki kerongkonganku tapi masih tidak terjadi apa-apa, kepalaku masih bisa berpikir normal dan aku masih sama seperti sebelum meminum alkohol. Tak cukup dengan itu, kami terus meneguk sake hingga tetes terakhir, beruntung Chuy membawa beberapa botol untuk dihabiskan malam ini.

"Kau ternyata kuat juga, ya," puji Chuy kepadaku, dia sudah setengah mabuk namun masih bisa tersadar. Dia terus memberikanku segelas sake untuk diminum tapi kupikir aku sudah cukup, aku tidak mau terlalu mabuk untuk saat ini.

"Heh, kau lupa siapa aku? Aku Gulfi, si jagoan yang selalu bisa apa saja, haha," ucapku sombong dengan tingkat percaya diri yang tinggi. Bram menghela napas.

"Cih, dasar sombong. Lain kali akan kubawakan bir yang persentasenya lebih tinggi daripada bir yang dibawa Chuy ini," kata Martin menanggapiku, sementara aku hanya berdehem ala orang mabuk.

"Hey, Bram, Martin. Sejak kapan kalian berkencan seperti ini?" kataku pertama kali. Entah apa yang ada di pikiranku saat menanyakan hal ini kepada mereka berdua, ini terjadi secara tiba-tiba, mulutku dengan sontak bertanya seperti ini.

"Kau mau tau?" katanya lagi dengan keadaan setengah mabuk dan setengah sadar.

"Ya," balasku singkat. Aku menunggu apa yang akan mereka berdua katakan tentang hubungan yang seperti ini.

"Karena aku mencintainya," ujar Bram singkat.

What?

Sesaat aku mematung kaku, diam selama beberapa detik sambil memikirkan kata yang tepat untuk menanggapi pernyataan Bram barusan.

Mencintai sesama lelaki memangnya hal yang lumrah untuk dikatakan? Kupikir seseorang tidak bisa menyatakan perasaan mereka kepada sembarang orang, karena itu adalah yang sangat sensitif dan kurasa hanya mereka berdualah yang tau apa isi hati mereka. Bagiku straight, maupun gay/lesbian cukup tabu, tapi untuk kali ini, gay/lesbian lebih tabu dari yang kubayangkan.

GULFI - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang