1

1.4K 229 14
                                    

Beberapa bulan sebelumnya.






• • •






"[Name], kok tak bilang mau datang ke sini?" tanya Herder mendapati sosok yang tak ia sangka-sangka, berada di dalam tempat kerjanya.

"Karena aku ingin menjadikan ini sebagai kejutan!"

[Name] [Middle Name] von Herder. Wanita yang baru saja lulus dari universitas di Jerman, lalu pergi ke Inggris karena ingin menghilangkan penat setelah lama kuliah sekaligus mencari angin segar. Walau sebenarnya dengan nekat ia ke Inggris padahal dilarang kedua orang tuanya.

Mengapa Inggris? Ia teringat dengan salah satu sepupunya, yang ia tahu sudah cukup lama menetap dan setidaknya ia dapat tinggal dengan gratis.

[Name] melompat dan memeluk pria Herder yang lebih tua dengan erat. Keduanya memang memiliki hubungan dekat, karena sang pria sering menghabiskan waktu dengannya saat masih kanak-kanak.

"Aku sangat merindukanmu!" [Name] melepas pelukannya, dan menatap pria tersebut.

"Ya, aku juga. Omong-omong, selamat atas kelulusanmu. Walau aku lebih penasaran ada maksud apa tiba-tiba datang ke sini?"

[Name] mengalihkan pandangannya, ia enggan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Sebenarnya... aku melarikan diri. Setelah lulus minggu lalu, aku sudah bersiap-siap untuk kabur kesini. Lalu..., aku ingin menetap di sini agak lama."

"HEEE?! KABUR?! MENETAP?!"

"Ahaha... maafkan aku... Apakah ada masalah?"

Herder tidak mempermasalahkan apabila [Name] ingin menetap atau tidak. Tetapi bila mengingat pekerjaannya sebagai teknisi untuk Bangsawan Kriminal, ia akan membahayakan keselamatan wanita ini.

"Bagaimana menjelaskannya, ya..."

"Eeeh? Tidak boleh? Aku janji tidak akan merepotkanmu! Aku juga sudah dewasa, 'kan." [Name] merasa sedikit sedih, ia tak membawa uang yang cukup banyak dan satu-satunya kerabat yang ia harapkan tak dapat membantunya.

"Tidak, maksudku—"

Ketukan pintu terdengar dan hal tersebut memberhentikan percakapan keduanya.

"Biar aku yang buka." [Name] menuju ke pintu, yang mengetuk adalah seorang pria dengan manik kirmizi dan bersurai pirang mengenakan kacamata. Ia berpakaian seperti gentleman pada umumnya, tetapi ia memiliki aura yang berbeda.

[Name] setidaknya tahu bahwa ia merupakan orang penting.

"Mata yang indah..." kalimat tersebut dengan begitu saja keluar dari mulutnya.

Pria yang dipuji merasa terkejut sekaligus tersipu mendengarnya. Walau ia bertanya-tanya siapa puan yang berada di depannya.

"Ah, maaf! Kau pasti orang penting ya?"

"Ada apa, Louis— Wah, nona yang manis. Senang bertemu denganmu." [Name] terbingung saat mengetahui ada gentleman lain. Pria tersebut mengambil tangannya lalu menciumnya.

"Bond, cepatlah masuk— Kok ada cewek manis di sini? Herder punya pacar memangnya?" ujar pria lain, ia lebih tinggi dibandingkan dua sebelumnya. Ia memiliki mata yang tajam dan surai hitam legam. Menurut [Name], ia bisa dibilang memiliki tubuh setinggi Herder —atau malah melebihinya— walau memiliki aura yang menyeramkan.

"Moran, tak sopan berbicara seperti itu." kalimat tersebut berasal dari seorang pemuda bersurai hitam lain, bedanya dengan tatapan sendu menurut [Name]. Setidaknya ia memiliki tinggi yang sama dengan dirinya.

"Fred, kau cerewet sekali." ujar Moran, kemudian menatap ke [Name] yang sedaritadi terdiam karena kebingungan.

"Tapi memang manis, sih. Kau siapanya Herder?"

"Moran, sudah kubilang jika urusan pekerjaan panggil aku Q!" Herder lalu mengisyaratkan [Name] agar ia ke sisinya. Selain untuk menjauhkan wanita tersebut dari Moran, ia bermaksud memperkenalkannya secara formal.

"Oke... baiklah. Aku rasa kalian kebingungan mengapa ada seorang wanita di sini." Herder menempatkan kedua tangannya di pundak sang puan.

"Ia adalah [Name] [Middle Name] von Herder, sepupuku. Ia baru saja datang dari Jerman. Baru lulus kuliah. Dan tak ada yang boleh mendekatinya." jelas Herder secara singkat, jelas, dan padat.

"Seorang Herder? Nona, apakah kau juga maniak senjata sepertinya?" tanya Moran.

"Eh— ah— tidak. Tapi aku cukup paham beberapa hal tentang itu. Yah, karena aku menghabiskan masa kecilku juga dengannya." balas [Name] menunjuk ke Herder.

"Hee... berarti Nona hebat juga, ya." puji Bond sembari mendekati [Name] dan memberikan kedipan mautnya. Yang dikedipi hanya tersenyum malu sekaligus masih bingung, dan Herder langsung mengibasi tangannya sebagai tanda untuk Bond agar menjauhi sepupunya tersebut.

"Bond, dilarang dekat-dekat."

"Ups, baiklah. Aku tak bohong loh, ia memang manis dan cantik."

Herder menghela napas, memang pria yang satu ini memiliki mulut yang manis.

"B-Bolehkah aku mengetahui siapa kalian?" tanya [Name] kepada para pria tersebut.

"Namaku James Bond. Nona bisa memanggilku dengan James."

"Moran. Sebastian Moran."

"Fred. Fred Porlock."

"Saya Louis James Moriarty."

[Name] mengalihkan pandangannya ke Louis, yang tadi secara tak sadar ia puji. Jika dilihat dari yang lain, Louis bisa dibilang adalah pemimpin atau setidaknya yang bertanggung jawab. [Name] terus memperhatikan Louis secara diam-diam sampai Herder kembali memulai pembicaraan.

"Yak, sudah selesai basa-basinya. Mari kita bicarakan pekerjaan kita~!" ujarnya dengan ceria, mengajak para adam tersebut ke tempat kerjanya.

[Name] tentu tak ingin mengganggu pekerjaan Herder, ia memutuskan melihat beberapa senjata yang dibuat oleh Herder. Ia cukup terpukau melihat koleksi-koleksi yang pria tersebut buat, ia dapat mengetahui bahwa pria tersebut jauh lebih berkembang dibandingkan saat masih di Jerman.

Sepertinya berpindah ke Inggris membawa pengaruh yang baik untuknya, batin [Name].

Terdengar suara percakapan yang semakin mendekat, [Name] bisa mengetahui bahwa urusan pekerjaan telah selesai dan Herder mengantar mereka kembali.

"Kalau begitu, harap segera hubungi aku kembali agar aku bisa mengurusnya secepat mungkin." ujar Herder.

"Sampai jumpa lagi, nona. Semoga kita bertemu lagi~" Bond melambaikan tangannya ke [Name] sebelum keluar, disusul Moran yang memberikan kedipan sekaligus lambaian tangan, lalu Fred, dan terakhir Louis.

"Maaf saya tak sempat bilang sebelumnya, tetapi terima kasih, Nona Herder." ujar Louis, lalu meninggalkan tempat tersebut.

[Name] merasa malu mengingat kejadian sebelumnya.

Dan mungkin ia tidak sadar, bahwa Louis sempat tersenyum kepadanya.

"Wah wah, ada gerangan apa ini?" tanya Herder dengan nada jahil.

"T-Tak ada apa-apa." [Name] mencubit lengan pria itu, dan berjalan meninggalkannya.

promise | louis j. moriartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang