03. pondok pesantren

26.9K 2.7K 48
                                    

Tidak ada yang lebih menyakitkan kecuali berharap ke manusia.
.
.
.
Happy reading.

"Ima kenapa melamun?" Tiba-tiba ada yang menepuk bahu Ima, ia menoleh dan mendapati sang bunda.

"Ima gak apa apa kok Bun, Ima cuma sedikit lelah. Ima ingin tidur sebentar, ya?"

"Iya, nanti kalau udah sampai Bunda bangunin."

Bohong! Itu bohong Bunda. Maafin Ima, sebenarnya Ima gak mau ke pesantren. Ima enggak suka Bunda! Maafin Ima jika suatu saat nanti Ima memutuskan untuk kabur. Dalam hatinya Ima menolak keras pergi ke pesantren, tetapi ia hanya bisa pasrah. Sepanjang perjalanan menatap keluar jendela mobil hingga memejamkan mata karena mengantuk.

Namun, mobil tiba-tiba berhenti. Tak terasa perjalanan sungguh cepat, bahkan rasanya ia baru memejamkan mata.

"Ima, bangun, nak, sudah sampai." Sang bunda mencoba membangunkan Ima.

"Euh..." Lenguhnya, jujur capek juga lama-lama di mobil.

"Ima, ayo bangun. nanti bunda pulangnya kemalaman." Ucap sang bunda sembari menggoyangkan bahu Ima

"Tinggal nginep aja bingung Bun... Bun,"

Pletak!

"Auh, sakit bunda!" Pekiknya saat sentilan mendarat di dahinya.

"Makanya jangan ngadi-ngadi." Wanita paruh baya itu melengos, lalu menoleh ke pak Parjo.

"Pak Parjo, Tolong turunin barang barang Ima, ya, saya mau ke dalam dulu," suruhannya sembari mencangklong tas, membuka pintu mobil, lalu turun untuk bergegas ke pesantren. Begitupun Ima yang mengikuti sang bunda.

"Panas juga ya di sini, euh betah gak ya? kalau ada cogan kek Daniel gitu sabilah siapa sih yang enggak mau. Niel andaikan lo nyusul gue, pasti gue seneng banget. Tuhan kenapa cuacanya panas banget, padahal aku gak pakek gamis kek ibuk-ibuk. Cuma pakek rok plisket, blouse dan jilbab pashmina yang aku sampirkan tanpa jarum, gitu aja udah panas, apalagi nanti kalau setiap hari pakai jilbab gede-gede," Gumam Ima sembari menatap ke sekeliling, lalu melihat pakaiannya dan mendesah.

Daniel adalah kakak sepupu Ima, ibunya sudah lama meninggal. Ia dibesarkan bersama dengan Ima, lahirnya juga sama dengan kakak kandung Ima, tetapi ia sudah  tiada setelah Bunda melahirkannya. Daniel disusui oleh bunda Ima. Setelah sekolah menengah pertama, Daniel ikut ayahnya ke Amerika.

Tak terasa mereka sudah sampai di ndalem, rumah pemilik pondok yang ingin ditemui ayah dan bunda Ima. Sang bunda langsung mengetuk pintu

Tok! tok! tok!

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabbarokatuh," Jawab seorang dari dalam disusul suara pintu terbuka, menampilkan gadis cantik bergamis biru dan jilbab senada. Kalau dilihat-lihat, gadis itu lebih muda dari Ima.

"Eh, Bapak, Ibuk, ayok masuk. Saya panggilkan Abi dulu." Gadis itu mempersilahkan Ima dan bundanya duduk, lalu bergegas ke belakang memanggil abinya.

"Iya, makasih." Ima mengangguk dan duduk. "Huh akhirnya bisa duduk dengan nyaman," gumamnya.

Tak lama kemudian, ada seorang paruh baya yang menghampiri ayahnya, kalau dilihat-lihat ia masih seusia Sang ayah. 

"Wah Bapak Zainal yah." Ucap seseorang itu.

"Iya Pak Kyai."

"Ini, Pak, Buk, teh nya, silahkan di minum." Wanita peruh baya datang sembari membawa nampan berisi gelas dengan teh didalamnya, ia mempersilahkan sang tamu meminumnya.

Imam Impian (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang