06. Hukuman

21.4K 2.3K 81
                                    

"Jika kamu tau menyakiti adalah hal menyakitkan maka jangan pernah menyakiti."
.
.
.
Happy reading.

"What! Tiga bulan ummi? Lama banget, satu aja ya Ummi?" Ima masih menawar karena tak bisa lama-lama bekerja seperti itu.

"Pilih di hancurkan apa tiga bulan?" Ustaz Azril memberikan dua pilihan yang langsung membuat Ima tak bisa berkutik.

"Yaudah deh tiga bulan." ucap Ima pasrah sembari mengerucutkan bibirnya.

Setelah dari rumah Abi atau biasa disebut "ndalem" Ima pergi ke kamar. Berhubung hari ini libur, ia ingin beres-beres almari.

Namun, saat di perjalanan Ima dihadang oleh santri senior, namanya Meli. Dia salah satu orang yang sok berkuasa di pesantren ini, kata Ruly. "Dari muka-mukanya dia sedang ada gangguan jiwa deh, eh ups maksudnya marah gitu hehe," gumam Ima.

"Heh! Santri baru, gk usah sok cantik deh, muka pas pasan aja bangga. Gatel lagi sama Ustadz Azril," sindirnya.

"Sok cantik? Lah emang gue cantik, iri? Bilang sayang. Aduh buset srepet," ucap Ima menirukan gaya tren di tiktok.

"Kamu ya di bilangin malah nyolot!" bentak Meli.

"Dih dih, Anda siapa?" tanya Ima mengejek, tanpa rasa takut.

"Keknya kamu perlu di kasi paham nih siapa posisi kamu!"

"Emang gua perduli? lagian gue cantik. Lah elu? Cantik kaga, gatel iya. ngurusin hidup orang lagi," ucap Ima enteng.

"Santri masih junior aja belagu!"

"Lah kenapa? Mau senior kek mau junior kek emang gue peduli? Kaga."

"Mulut lu perlu di sekolahin, ya. Gue laporin ke keamanan lu!" ancam Meli.

"Mulut mulut gue! Kenapa elu yang repot? Apa? Takut keamanan? Modal ngadu aja bangga nya sampai genteng. Mana ada takut cepak cepak cepak jeder." Ia malah menantang dengan menjulurkan lidahnya dan pergi dari sana.

"Modal mulut aja bangga, gue mah juga bisa." isi hati Ima meronta-ronta ingin memakan Meli sekarang, tetapi ia memilih pergi ke kamar.

Setelah di kamar Ima duduk. Ia melihat Ruly menangis. Sempat bingung kenapa teman sekamarnya itu menangis, padahal biasanya Ruly paling bobrok kalau sama Ima.

"Rul, kamu kenapa? marah ya sama aku?" tanya Ima khawatir.

"Enggak Ima, cuma aku sedih aja. Myswa pindah, dia udah nggak mondok di sini lagi," ungkap Ruly sembari tersedu.

"Emang dia pindah ke mana? kapan? perasaan dia belum nemuin aku. Kok aku gak tau ya? Jangan bercanda deh kamu Rul, ngaku hayo bercanda kan?" tanya Ima yang malah tak percaya dan menganggap temannya itu hanya bercanda.

"Nggak Ima, dia nitip surat ini ke kamu," ungkap Ruly sembari menyodorkan sebuah surat.

"Aku terima, tapi coba cerita dulu kejadiannya gimana," pinta Ima sembari mendekat ke Ruly yang duduk di pojok tempat tidur, lalu ia menerima surat titipan dari Myswa.

"Sebelum cerita aku mau tanya deh Ima, kok kamu gak nangis apa sedih gitu di tinggal Myswa?" tanya Ruly, Ima yang baru saja di sini tentu saja belum merasakan sepenuhnya persahabatan dengan mereka.

"Ya gimana mau sedih coba. Belum juga kenal banget, baru satu hari kenal dia. Eh dia udah pulang, baru juga aku dateng ke sini malah pindah. Ya ada rasa sedih sih, tapi aku enggak cengeng kayak kamu. Kalau enggak bener bener aku sakit hati atau yang buat nangis kejer. Hehe bercanda," jawab Ima sembari mengangkat tangan membentuk huruf V.

Imam Impian (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang