[19]TRAVMA

38K 3.3K 35
                                    

"Lusa kan ulang tahun kamu yang ke tujuh belas tahun, kamu mau ngerayain ulang tahun di hotel atau outdoor?" tanya Bian.

Kini Tasya dan Bian sudah berada di mall. Tadinya Tasya hanya ingin membeli buku di toko buku dekat rumahnya. Namun kakaknya yang keras kepala memaksa untuk pergi ke mall saja sambil jalan-jalan.

"Aku gak mau ngerayain ulang tahun."

"Kenapa? Ini kan sweet seventeen kamu. Apalagi kamu gak pernah lho ngerayain ulang tahun sebelumnya," ujar Bian.

"Kayak anak kecil aja. Lagian siapa sih yang mau datang?" malas Tasya.

"Ya, nanti kamu undang teman-teman sekolah kamu lah. Sweet seventeen kan usia yang memasuki fase kedewasaan jadi harus kita rayain."

"Dewasa bukan lagi tentang usia bang melainkan keadaan. Dari kecil keadaan udah memaksa Tasya untuk menjadi dewasa," ujar Tasya.

Hati Bian tertohok mendengar ucapan Tasya. Memang benar, sejak kecil Tasya sudah dewasa dalam menyikapi sebuah masalah. Ia selalu menerima keadaan yang menimpanya tanpa mau mengeluh.

Bian merasa ia sudah gagal menjadi kakak sekaligus ayah untuk adiknya. Harusnya Bian bisa menjadi pengganti Anas. Saat Tasya masih dalam kandungan Anas selalu berpesan kepada Bian agar bisa menggantikan posisinya di saat Anas pergi. Ia harus bisa menjaga Ibu dan adik perempuannya karena seorang laki-laki sejati tidak akan membiarkan seorang perempuan tersakiti.

"Eum... gimana kalau ulang tahun kamu kita rayain di outdoor aja. Jadi suasana nya bisa menyatu sama alam," ujar Bian mengalihkan kesedihan Tasya.

"Tasya kan udah bilang kalau Tasya gak mau rayain ulang tahun!" kekuh Tasya.

"Nggak ada penolakan Sya. Semua acara biar abang yang ngurus kamu cukup hadir dan tiup lilin." Putus Bian.

Tasya menatap Bian kesal, kenapa Bian harus memiliki sifat keras kepala yang tidak bisa di obati. Segala keinginannya selalu saja harus terpenuhi.

Saat Tasya merotasikan kedua bola matanya tak sengaja ia melihat Farel dan Stella juga berada di mall yang sama dengannya. Terlihat Farel sedang berjalan berdampingan dengan Stella. Mereka berdua berjalan menuju kearahnya. Untuk saat ini Tasya masih tidak ingin bertemu dan berbicara dengan Farel.

"Pulang yuk," ajak Tasya.

"Pulang? Kita kan baru sampek Sya," ujar Bian.

"Tasya capek bang. Ayok pulang!" rengek Tasya.

"Terus bukunya?"

"Kapan-kapan aja!" Tasya segara menarik tangan Bian untuk pergi dari mall itu.

"I-itu bukannya Farel? Terus cewek yang sama Farel itu siapa?" tanya Bian kepo.

"Udah gak usah kepo, ayok pulang!"

"Hai, Sya!" sapa Stella namun tidak di gubris oleh Tasya.

Tasya terus berjalan melewati mereka berdua tanpa mau membalas sapaan Stella.

"Lho, Tasya kok gak berhenti? Apa dia gak liat kita ya?" bingung Stella.

"Entahlah, udah yuk, katanya mau jajan es cream. Keburu tutup kedainya," ujar Farel merangkul pundak Stella untuk kembali berjalan.

Tasya menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah belakang. Tanpa rasa bersalah Farel merangkul pundak Stella tanpa mau mengejar Tasya dan meminta maaf atas kesalahannya. Lagi-lagi Tasya menaruh harapan lebih kepada Farel yang kembali berujung kecewa.

"Kenapa kamu diam aja ngeliat Farel jalan sama cewek lain? Kamu gak marah pacar kamu jalan sama orang lain?" curcol Bian.

"Ck! Itu sahabatnya!" jawab Tasya sedikit kesal. Tasya kembali berjalan mendahului Bian.

*****

Seperti biasa Farel akan mengantar Stella terlebih dahulu masuk ke dalam kelas. Farel harus memastikan Stella masuk ke dalam kelas dengan keadaan baik. Farel tidak mau kejadian Stella di bully waktu itu terulang kembali.

"Fia? Kok lo duduk di bangku Tasya sih?" tanya Stella saat melihat Fia teman sekelas mereka berada di tempat biasa Tasya duduk.

"Tasya yang minta tukeran tempat duduk sama gue Stell. Sekarang Tasya yang duduk di bangku gue," jelas Fia.

"Lho, kenapa?" tanya Stella.

"Gue juga gak tau Stell," jawab Fia.

"Bentar ya," ucap Farel menghampiri Tasya yang duduk di bangku paling belakang yang kini sedang sibuk membaca buku.

"Tasya." Farel menghampiri Tasya lalu duduk di bangku kosong sebelah Tasya.

"Kenapa kamu pindah tempat duduk?" tanya Farel.

Tasya memilih diam dan mengabaikan kehadiran Farel.

Melihat tidak ada tanggapan dari Tasya membuat Farel merebut buku yang sedang di baca oleh Tasya.

"Apaan sih, Rel!" kesal Tasya karena Farel mengganggu dirinya belajar.

"Aku lagi nanya lho. Kenapa kamu pindah tempat duduk?" ulang Farel.

"Aku pindah tempat duduk itu hak aku, Rel dan nggak ada urusannya sama kamu. Terserah aku mau duduk di mana aja," ujar Tasya.

"Kamu masih marah ya sama aku? Kan aku udah minta maaf, Sya. Kenapa harus di besar-besarin lagi sih!"

"Siapa juga yang marah? Aku pindah tempat duduk karena keinginan aku sendiri. Emang gak boleh?" tanya Tasya.

"It's okay kalau kamu masih marah Sya. Tapi gak harus pindah tempat duduk juga kan? Kamu gak mikirin gimana perasaan Stella ngeliat kamu menghindar kayak gini?"

"Udah cukup Rel! Kamu terus aja mikirin perasaan Stella tanpa mau mikirin perasan aku. Lama-lama aku capek sama kamu!" ucap Tasya lalu melenggang keluar dari kelas.

*****

"Tasya berhenti!" seru Farel.

Tasya menghentikan langkahnya di lorong koridor yang sangat sepi. Ia menghela nafasnya pelan sebelum berbalik arah menatap Farel.

"Apalagi?" lirih Tasya capek.

Farel melangkahkan kakinya mendekati Tasya.

"Harus dengan cara apalagi aku minta maaf agar kamu mau maafin aku dan berhenti jauhi Stella?"

Lagi-lagi Tasya menghela nafasnya menghadapi Farel. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas menghadapi sikap Farel yang terlalu memprioritaskan Stella.

"Jadi kamu minta maaf agar aku berhenti jauhi Stella? Iya?" tanya Tasya.

"Aku muak Rel terus-terusan dengar nama Stella yang keluar dari mulut kamu. Mau sampai kapan kamu akan memperlakukan aku kayak gini?!"

TRAVMA (Segera Terbit)Where stories live. Discover now