Lana - part 7

111 10 1
                                    


Senin pagi yang mendung, Lana menimbang berat badannya lalu turun dari kondonya untuk berenang. "Berat badan hari ini harus dicatat, 97 kg. Start diet sehat, santai dan menyenangkan. Kita lihat hasilnya tahun depan." Ia mulai melakukan pola hidup sehat yang disarankan Erick.

Setelah berenang tiga kali putaran, Lana beristirahat dengan duduk di pinggir kolam renang lalu berniat kembali ke kondonya. Ia membalut badannya yang basah dengan kimono handuk, lalu berjalan melewati jendela kaca restoran, otaknya memerintahkan kaki Lana untuk berhenti. Kini, matanya dihadapkan dengan menu yang sangat menggiurkan terpampang di balik jendela kaca restoran 'menu masakan Padang'.

Lana tampak bimbang, ia ingin sekali masuk ke dalam restoran tapi ia ingat kalau sedang diet, dengan malas dan berat hati, Lana melanjutkan langkahnya kembali ke kondo. Berenang tiga kali putaran membuat tangan dan kakinya lelah. Kini ia dihadapkan dengan tangga dan harus menapaki satu persatu anak tangga. Dengan sangat sangat terpaksa Lana melangkahkan kakinya menaiki tangga.

'Mengapa diet ini terasa sangat berat?' batin Lana bimbang dan berpikir untuk menyerah. Sangat berat bagi Lana yang terbiasa makan segalanya kini ia harus memilih-milih makanan yang rendah kalori dan lemak. Sangat berat bagi Lana yang biasa berleha-leha di atas kasur atau bekerja di balik meja kantor tanpa banyak gerak, kini ia harus naik dan turun tangga setiap hari dan rutin berolahraga. Lana mendengus, ia merasa tidak sanggup.

Seketika Lana teringat Daniel dan kembali termotivasi untuk diet, lalu ia merasa harus berdamai dengan diri sendiri terlebih dahulu, demi kesehatan dan juga mendapatkan jodoh tentunya. Dengan penuh keyakinan, Lana melanjutkan langkahnya menapaki satu persatu anak tangga.

Setelah mandi di air pancuran yang dingin. Lana memutuskan untuk sarapan yang ringan saja, seperti setangkup roti gandum, dua butir telur dimasak omelette dan jus jambu biji merah.

Hari ini ia akan ke kantor pengacara di mana Daniel bekerja. Celana panjang hitam dan baju blus hitam bergaris putih vertikal adalah pakaian favoritnya. Ia memoles wajah dengan bedak tipis dan bibirnya dipoles dengan lipstik berwarna peach.

Nada dering telepon genggam Lana berbunyi. Didit menelponnya sebagai tanda kalau ia sudah berada di depan kondominiumnya.

"Saya turun nih Dit, tungguin ya."
Lana pun menutup panggilan teleponnya.

Gerimis mulai turun, Lana berusaha masuk ke dalam mobil Didit secepat mungkin.

"Halo mbak Lana!" sapa Didit.

"Halo juga Dit, ayo kita jalan!" ajak Lana semangat.

"Kita kemana dulu mbak?"

"Saya mau tanya-tanya dulu ke pengacara. Kita akan butuh mereka untuk urusan hukum. Lalu saya mau lihat tanah yang akan dijadikan cluster. Dan mulai besok saya mau cari ruko buat ngantor."

"Oke. Nanti kalau saya nggak ada kelas, saya ikut mbak Lana lagi."

Suap. Puluh menit kemudian mereka sudah berada di pusat pertokoan. "Sepertinya kantor pengacara pak Pakpahan di ruko itu deh mbak." Didit menunjuk deretan ruko di seberang jalan.

"Iya betul, Dit," sahut Lana.

Lana dan Didit turun dari mobil lalu berjalan ke ruko yang dimaksud. Ruko tersebut adalah dua ruko yang dijadikan satu dan memiliki dua lantai. Lana mendorong pintu kaca ruko lalu masuk kedalam dan seorang resepsionis menyapa mereka.

"Selamat pagi pak, Bu, ada yang bisa kami bantu?"

"Selamat pagi mbak," jawab Lana. "Saya mau bertemu mas Daniel."

"Apakah ibu sudah buat janji?"

"Belum, tapi saya sudah pernah bicara sama mas Daniel kalau saya akan menemuinya untuk keperluan usaha saya."

JODOHKU MANA? (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang