ACT ONE. BAB 1

38 11 28
                                    

ACT ONE – ABYSS OF REGRET

BAB 1 – Redupnya Sang Bright Empath of Realm

Sepasang manik mata zamrud Carter menatap kertas kalender di dinding kamarnya dengan sangat serius hingga kedua alisnya bertaut. Ini adalah hari Jumat yang cerah. Dan seingatnya jadwal hari Jumat adalah...

"Oh, sial! Hari ini jadwalnya memancing bersama Kakek!" serunya dengan mata melotot lebar.

Segera ia mengalihkan pandangan keluar jendela sambil berharap awan gelap datang dan membawa badai yang besar. Akan tetapi Carter langsung berdecak malas kala matahari bersinar dengan riang gembira di luar sana.

Dengan gerakan kilat ia menyambar pedang lusuhnya di pojok ruangan. Lalu meraih ikat kepala warna merah di atas meja. Usai mengenakan ikat kepala merah di dahinya, Carter melompat ke jendela.

Brak!

"Carter! Cucuku... ayo kita pergi memancing." Ajakan yang penuh kegembiraan itu terdengar bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka. Tampaklah sosok pria berumur yang sedang menenteng seperangkat alat memancing.

Melihat Kakeknya masuk ke kamar, Carter lekas tersenyum. "Maaf, Kek. Hari ini aku sibuk. Dah," ucapnya sembari melambaikan tangan.

Ia kemudian melompat dari jendela dan berguling di tanah sebelum berlari santai di rerumputan liar yang tumbuh di sekitar rumah. Carter bahkan melompati pagar kayu tanpa rasa bersalah karena telah meninggalkan kakeknya sendirian.

"Hei, Carter Jackson Portlyn! Mau ke mana kau?!" teriak Kakek dari teras rumah. Setelahnya ia berlari tergopoh-gopoh mengejar cucunya.

Melihat aksi Sang kakek, Carter mempercepat larinya. Pokonya ia tidak boleh tertangkap.

"Aku ada urusan!" Carter balas berteriak tanpa menoleh ke belakang.

Tepat setelah itu Carter langsung merasakan tatapan panas yang seolah membakar punggungnya. Dan begitu ia menengok ke arah sumber panas itu ia sontak memekik kaget. Di belakangnya, Kakek Portlyn berlari secepat kilat menyusul Carter dengan aura mengerikan yang menguar dari tubuhnya.

"Kembali kau! Ayo kita pergi memancing!"

Sontak Carter ikut mempercepat langkah. Ia menggelengkan kepala berulang kali. "Tidak! Tidak mau! Kenapa aku harus melakukan hal yang membosankan seperti itu? Aku lebih baik memandikan sapi milik Bibi Enia daripada pergi memancing!"

Namun tampaknya Kakek Portlyn belum menyerah. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, ia masih mampu menyusul Carter hingga berjarak beberapa meter di belakang pemuda itu.

"Pergi memancing atau berlatih sihir alam? Pilih salah satu!" tawar Kakek Portlyn.

Pupil mata Carter seketika bergetar. Itu sama sekali bukan pilihan yang bagus. Keduanya adalah hal yang tidak disukai Carter. Ia masih ingat dengan jelas saat dirinya menjalani pelatihan sihir alam, kala itu Kakek malah menyuruhnya memakan kodok mentah-mentah.

Mengingat itu seluruh tubuh Carter merinding hebat. Ia tidak mau memilih salah satu dari keduanya. Jadi ia tidak boleh sampai tertangkap.

"Tidak! Tolong biarkan aku pergi, Kek!" Carter berteriak heboh hingga menarik perhatian beberapa warga di sana. Kegiatan lari-larian bersama Kakek menjadi pusat perhatian semua orang dalam sekejap.

"Kau harus memilih! Cepat!" ujar Kakek sembari memukul-mukul sebuah tongkat kayu di tangannya. Entah dapat dari mana ia benda itu.

Akibatnya Carter semakin histeris. Pergi memancing dan berlatih sihir alam keduanya sama-sama terasa seperti neraka bagi Carter. Dengan heboh ia menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali.

MortalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang