Marah

484 49 3
                                    

Aksi merajuk Kirana masih berlanjut sampai di rumah. Ia bahkan sama sekali tidak menghiraukan Alex, meskipun pria itu berulang kali mengganggu dan mencari perhatian padanya. Alex benar-benar di anggap makhluk halus tak kasat mata oleh Kirana.

"Selamat tidur anakku sayang. " bisik Kirana, saat melihat Danish sudah terlelap.

Ia baru saja selesai membacakan dongeng untuk Danish. Putranya itu memang mempunyai kebiasaan mendengarkan cerita atau dongeng sebelum tidur.

Kirana mengecup pipi Danish dengan penuh kasih sayang, lalu dengan langkah perlahan, berjalan menuju pintu untuk keluar. Rasa haus yang menyerang tenggorokannya, membuat ia berani untuk pergi keluar dari kamar tersebut. Syukurlah, ia bisa bernapas lega karena tidak melihat Alex saat berjalan melewati ruang TV menuju dapur.

Segelas air mineral dingin berhasil menghilangkan rasa haus Kirana yang sejak tadi tertahan.

"Ekhem."

Uhuk.
Kirana hampir saja tersedak, saat mendengar suara seseorang yang berasal dari belakangnya.

"Kamu!" seru Kirana saat berbalik dan melihat siapa yang mengagetkannya tadi.

"Ya.. Ini aku. Memangnya siapa lagi yang ada di rumah ini, selain kita?"

Alex Dieter.  Pria itu berdiri hanya berjarak satu langkah dari hadapan Kirana saat ini.
Penampilan Alex terlihat berbeda dari biasanya.

Ia hanya memakai setelan piyama berwarna navy, dengan rambut yang sedikit berantakan. Alex terlihat seratus kali lebih tampan, meski tanpa jas mahal atau barang-barang bermerk lain yang biasanya menempel di tubuhnya. Kirana pun sedikit gugup melihatnya.

"Oh, aku harus kembali ke kamar untuk menemani Danish." ujar Kirana berusaha menjauh dan menghindar.

"Sudah bisa menganggapku ada sekarang?"

"Maksud kamu?"

"Bukannya sejak tadi kamu anggap aku ghost?" goda Alex.

Kirana memutar bola matanya, jengah dengan tingkah Alex yang menurutnya absurd.
"Aku mau lewat. "

Bukannya menyingkirkan dan membiarkan Kirana pergi, Alex justru menahan Kirana. Ia bahkan menarik tangan wanita itu dan membawanya keluar dari dapur menuju ruang keluarga.

"Alex, lepasin!"

"No. Ada hal yang harus kita bicarakan sekarang!" jawab Alex.

Berulang kali Kirana mencoba untuk melepaskan tangannya dari genggaman Alex, tetapi hasilnya sia-sia. Alex justru semakin kuat menarik tangannya, hingga Kirana mengeluh sakit.

"Auhh, sakit."

Langkah Alex akhirnya terhenti di depan sofa ruang keluarga. Ia memaksa Kirana untuk duduk di sana. Mau tidak mau, Kirana pun menurutiya. Percuma melawan, sudah pasti ia akan kalah. Lebih baik sekarang diam, dan lihat apa yang akan dilakukan Alex padanya, begitu pikir Kirana.

Lampu ruang keluarga yang sedikit remang, ditambah dengan cahaya bulan yang masuk melalui celah jendela, membuat Kirana terpaku. Apalagi kedua mata Alex yang berwarna hazel kecoklatan semakin terlihat jelas. Terlihat Indah, Kirana mengakui itu di dalam hatinya.

"Ini. Baca, lihat dan pilihlah. Kamu mau konsep yang mana untuk pernikahan kita." ujar Alex membuyarkan lamunan Kirana.

"Apa?"

"Ucapanku tadi cukup jelas, Liebe. Apa aku perlu mengulanginya?"

Kirana mencibir, dan mengalihkan pandangannya pada sebuah katalog yang diberikan oleh Alex.

Katalog itu menampilkan berbagai macam dekorasi yang terlihat indah, dilengkapi dengan gaun mewah dan beberapa aksesoris pengantin yang indah.

Hati Kirana tersentuh. Apakah ini memang pantas untuknya?
Dulu.. Ia memang pernah memimpikan sebuah pernikahan dengan konsep outdoor yang indah. Dekorasi serba putih, lalu lokasi yang terletak di tepi pantai.

Namun setelah melahirkan Danish, ia melupakan semua itu. Mimpinya... harapannya.. telah ia kubur dalam-dalam dengan cintanya.
Siapa sangka hari ini akan tiba?
Seorang pria yang tidak lain adalah ayah biologis Danish, mengajaknya menikah, atau.. lebih tepatnya mungkin memaksa.

Tanpa sadar air mata Kirana terjatuh, membasahi katalog yang ia pegang sejak tadi. Dadanya terasa sesak sekali.

Melihat itu, Alex terkejut. Apa ia melakukan kesalahan lagi?

Alex melakukan hal ini, berharap mood Kirana membaik. Namun ternyata ia salah. Kirana justru menangis. Jelas saja pria itu kebingungan.

"Kir, a--aku... Apa ada yang salah? kamu nggak suka gaunnya?" tanya Alex cemas.

Kirana menggelengkan kepalanya. Buru-buru ia mengusap air mata dengan punggung tangannya.

"Lalu apa?"

"Aku cuma merasa... Apa ini hal yang benar?" jawab Kirana sendu. Tatapannya beralih pada Alex.

"Lex, setelah bertemu dengan Putri... aku jadi ragu. Apa aku bisa menikah sama kamu."

Alex terbelalak. Lagi-lagi ada gangguan yang membuat Kirana kembali ragu.
Ia tidak suka itu. Padahal hanya tinggal selangkah lagi ia bisa memiliki Kirana dan Danish. Membuat mereka menjadi keluarganya.

"Kirana, dengar. Putri dan aku sudah tidak terikat apa pun. Jangan pikirkan orang lain. Pikirkan dirimu dan Danish. Ingat Danish, anak kita." suara Alex penuh penekanan.

"Tapi... "

"Aku mencintaimu." ujar Alex cepat.

Kirana terdiam mendengarnya. Hatinya bergemuruh hebat. Bahkan jantungnya saat ini berdetak lebih cepat dari biasanya.

Pernyataan cinta Alex yang tiba-tiba membuat perasaan Kirana tidak karuan.
Ia gugup sekaligus bingung untuk menanggapinya ucapan Alex.

Selama ini Alex memang terus mengejarnya. Meminta dan memaksanya untuk menikah. Namun baru kali ini Alex kembali mengatakan mencintainya, setelah skandal mereka kandas beberapa tahun yang lalu.

Kirana pikir, Alex ingin menikah dengannya semata-mata karena adanya Danish dan obsesi pria itu saja.

"Kamu bo--bohong. Kamu pasti cuma mau mempermainkan aku kan... Kamu ingin menikah karena obsesi kamu yang nggak mau kalah dari orang lain. Aku tahu itu Alex! aku tahu sifat kamu." jawab Kirana menutupi rasa gugupnya.

Alex tersenyum miring. Seru juga melihat ekspresi wajah Kirana yang seperti ini.
Begitu pikirnya.

Wajah Kirana terlihat memerah, meskipun  saat ini cahayanya remang. Alex tetap bisa melihat kegugupan Kirana.
Ia semakin yakin, kalau wanita itu masih menyimpan perasaan lebih padanya, sama seperti dulu.

"Aku bisa buktikan." Alex sengaja mendekatkan dirinya.

"Ka--kamu mau apa. Minggir!"

"Aku mau cium kamu. Boleh?"

"Huh? nggak boleh." jawab Kirana cepat.

Namun anehnya semakin Alex mendekatkan  wajah, tubuh Kirana terasa kaku seperti patung. Ia tidak bisa bergerak.
Bahkan kedua mata Kirana malah terpejam saat jarak wajah mereka hanya tinggal beberapa centi.

Satu.. Dua.. Tiga..

Tidak terjadi apa-apa. Kirana pun segera membuka mata.
Dan.. di hadapannya kini, ada Alex yang tengah menatapnya dengan senyuman menggoda.

Arrgghh. Kirana berteriak dalam hati. Dia benar-benar malu.
Tanpa berkata apa-apa lagi, dengan gerakan secepat kilat Kirana bangkit dan berlari pergi dari sana, meninggalkan Alex yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

*****

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang