17. Meminta Bantuan

757 136 23
                                    

Bab 17: ᴍᴇᴍɪɴᴛᴀ ʙᴀɴᴛᴜᴀɴ

Aeris melihat ke arah pintu sambil memikirkan cara untuk menghentikan penyerangan Raja Valendra.

Idris sudah kembali ke kamarnya sejak beberapa jam yang lalu, jadi sudah tidak ada yang menemani Aeris di sini.

Sepertinya aku harus meminta bantuan pada Idris, hanya dia yang aku kenal di sini. Jika meminta bantuan pada Dayang Dita dan Pengawal Irfan aku yakin tidak akan bisa, batin Aeris seraya menggelengkan kepalanya.

Aeris berdiri lalu duduk di salah satu kursi yang ada di kamarnya. Ia harus segera memberitahu kerajaan ini, jika tidak, nyawanya juga dalam bahaya.

Bukannya Aeris egois ingin menyelamatkan nyawanya sendiri, namun, siapa yang akan diam tenang ketika mengetahui sebentar lagi "rumah barunya" akan diserang?

Aeris berdiri dari duduknya. Ia berjalan-jalan mengelilingi kamarnya sembari memikirkan cara.

"Tapi aku belum mempercayai pangeran itu sepenuhnya. Bagaimana jika ia malah menyebarkan yang aneh-aneh dan menuduhku?" monolog Aeris lalu menggelengkan kepalanya.

"Tapi dari apa yang aku lihat kemarin, dia memang tulus ingin merawatku. Kalau di drama-drama pasti yang jahat sorot matanya terlihat aneh, seperti senyum namun, sembari menatap tajam. Berbanding terbalik dengan Idris, walau tatapannya terkesan dingin, dia rela tidur sambil duduk berjam-jam hanya untuk merawatku." Aeris kembali berdebat dengan pikirannya.

Aeris menghela napas lalu teringat Arjuna. "Pasti dia sedang dipaksa latihan oleh raja kejam itu. Tunggu ya, Kak, aku bakal menghentikan penyerangan itu, jadi nyawa Kak Arjuna dan nyawa Kak Fadh tidak dalam bahaya."

Aeris keluar dari kamarnya dan langsung diikuti oleh Dayang Dita serta yang lain. Jika boleh jujur, Aeris sangat tidak nyaman diikuti seperti ini.

Tidak tahan, Aeris berbalik dan menatap para dayang-dayang itu yang menunduk di hadapannya.

"Kalian, kembalilah. Aku akan berkeliling bersama Dayang Dita saja," suruh Aeris.

Mereka-para dayang-dayang tersebut-segera hormat kepada Aeris lalu pergi meninggalkan Aeris berdua dengan Dayang Dita.

"Walau Anda kehilangan ingatan, akan tetapi kebiasaan lama Anda tidak pernah hilang ya, Putri," ucap Dayang Dita.

Aeris mengerutkan dahinya, kebiasaan lama?

"Maksudmu?"

"Anda selalu menyuruh dayang lain untuk kembali."

Ohh, jadi itu adalah kebiasaan lama putri yang hilang ini.

"Tidak nyaman jika diikuti banyak orang," jawab Aeris.

"Jawaban yang sama Putri, ketika Anda menjawab pertanyaan saya beberapa waktu yang lalu."

Sepertinya, pemikiran kita sama, Putri Asteria, batin Aeris. Sengaja Aeris mengganti nama putri yang hilang itu dengan nama "Asteria" karena nama mereka sama.

Tak lama, Aeris melihat Idris sedang menatap hamparan bunga di taman kerajaan. Aeris melirik Dayang Dita, bermaksud ingin berbicara berdua dengan Idris. Dayang Dita mengangguk lalu mempersilakan Aeris menemui adiknya itu.

"Pangeran," tegur Aeris. Idris sedikit terkejut kala melihat Aeris yang sudah berada di belakangnya.

"Kau membuatku terkejut, Kak," ucapnya.

"Maafkan aku."

Idris menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Kak."

"Aku ingin berbicara denganmu, Pangeran." Aeris tidak ingin membuang-buang waktu, maka dari itu ia langsung ingin segera memberitahu Idris tentang penyerangan.

Edith: Survive in PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang