Nerd | 10

63.5K 6.7K 69
                                    

Devin melihat ke arah pinggir lapangan basket, menunggu Leta muncul di sana. Dia sengaja menyuruh Adriel membawa gadis itu ke sini. Tujuannya adalah, Devin ingin memamerkan bakatnya dalam bermain basket. Devin yakin jika setelah ini, gadis itu akan terpesona pada dirinya. 

Dia menyunggingkan senyum ketika melihat gadis yang sedari tadi dia tunggu, tanpa ragu dia mulai memperlihatkan kemampuannya dalam bermain basket.

Devin tersenyum bangga dengan aksinya, lalu dia melihat ke pinggir lapangan. Keningnya mengerut saat melihat Leta menjauh dari lapangan, Devin langsung melangkahkan kakinya menghampiri Adriel.

“Vin, kita belum selesai tanding lho!” teriak Ferdi.

“Kalian lanjutin aja berdua,” sahut Devin melangkah menuju Adriel.

“Ko, Leta mau ke mana?” Adriel menatap sahabatnya yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya.

“Pergi.”

“Lah? Baru gitu aja udah pergi? Emang, damage gue nggak main-main. Cuma lihat gue main basket aja, dia langsung terpesona sama gue sampai nggak kuat lagi lihat gue, dan dia memilih pergi.” Devin menyibakkan rambutnya ke belakang sok keren, yah emang keren sih. Adriel hanya mencebik.

“Pede banget! Dia bukan terpesona sama lo, tapi enek. Lo nggak lihat sih saat dia di sini, dia ngeliat lo dengan tatapan nggak berminat sama sekali. Dia natap lo seakan-akan malas gitu. Berarti bener Vin dugaan gue selama ini, pesona lo udah luntur.” Devin langsung melirik tajam.

“Gini yah Vin, kalau segitu sulitnya ngedapetin Leta sampai lo rela pamer kemampuan kayak tadi. Mending lo nyerah aja sekarang deh, Vin.”

“Nggak! Seorang Devin nggak akan nyerah semudah itu.” Devin langsung melenggang pergi berniat menyusul Leta.

***

Leta melangkahkan kakinya dongkol, kesal dengan ulah Adriel yang menyuruhnya mengikuti lelaki itu hanya untuk sekedar melihat Devin bermain bakset.

Padahal permainan basket Devin biasa-biasa saja, itu semua membuang waktu berharga Leta. Harusnya dia ke perpustakaan sekarang, mencari informasi tentang Ara dengan bertanya kepada murid yang berada di perpustakaan.

Langkahnya terhenti ketika di hadapannya berdiri dua orang cewek tengah menatapnya sengit. Dia menghela napas, kenapa dirinya sangat sial hari ini? Pertama, dia diganggu oleh kehadiran Adriel.

Lalu sekarang, dua iblis berwujud manusia muncul di hadapannya tanpa diundang. Dua cewek itu membawa Leta ke belakang gudang sekolah. Entah apa yang akan diperbuat oleh mereka pada dirinya, Leta hanya menatap tidak minat ke arah kedua cewek tersebut.

“Ngapain kalian bawa aku ke sini?” Tidak ada jawaban, yang Leta lihat hanyalah senyum licik yang terukir di bibir keduanya.

“Masih nanya! Gue kira peringatan yang terakhir itu bisa bikin lo sadar, tapi ternyata enggak.” Leta menautkan alisnya tidak mengerti.

“Ngapain lo kemarin pulang bareng Leo, hah! Lo kira gue nggak bakalan lihat?!” Shit, Leta mengumpat dalam hati. 

Kenapa bisa Citra mengetahui itu, dan kenapa dia tidak berpikir dulu saat menyuruh Leo mengantarnya? Leta hanya menundukan kepalanya bertingkah seolah-olah takut, sebenarnya dia sedang meramalkan sumpah serapah.

“Jawab bego!” Leta mendongak ke atas ketika rambutnya ditarik oleh Lisa, menahan rasa sakit di kepalanya. Lalu Lisa dengan teganya mendorong Leta, membuat dia tersungkur. Lutut Leta tergores kerikil kecil dan membuatnya mengeluarkan darah.

“Gue rasa kuping lo itu cuma pajangan aja yah, nggak di pake sama sekali.” Citra mengangkat tangannya ke atas berniat menampar Leta, namun gerakannya terhenti ketika mendengar bel masuk berbunyi. 

“Ingat, penyiksaan lo belum berakhir di sini.” Citra mencekal wajah Leta, kemudian membuangnya kasar. Lalu mereka berdua meninggalkan Leta. Akhirnya dia bisa bernapas lega, sebenarnya Leta sangat ingin membalas tingkah keduanya. Tapi dia rasa, ini belum waktunya.

Di sisi lain, Devin sedikit kelimpungan menemukan keberadaan Leta. Namun saat dia melihat Citra dan Lisa berjalan dari arah belakang gudang, dia langsung berpikir jika Leta berada di sana. 

Tanpa pikir panjang, Devin langsung melangkahkan kakinya. Benar dugaannya, Leta ada di sana. Devin menghentikan langkahnya saat mendengar umpatan yang keluar dari mulut Leta.

“Dasar iblis!” Devin mengerjapkan matanya berulang kali, sedikit tidak percaya dengan yang apa dia dengar tadi. Seorang Leta mengumpat? Waww, sangat menarik. Devin menggelengkan kepala, berpikir mungkin dia tadi salah mendengar.

“Ta, ngapain di sini? Lo nggak papa?” tanya Devin yang sudah berdiri di hadapan gadis itu. Leta sedikit tersentak, berharap jika Devin tidak mendengar umpatannya tadi.

“Nggak papa kok,” sahut Leta berusaha berdiri. 

“Yakin?” Leta mengangguk.

Devin mengamati Leta yang mencoba untuk berdiri namun terlihat seperti kesusahan, dia membuang napasnya jengah. “Punya mulut kan? Kalo kesusahan itu minta tolong, nggak usah sok kuat gitu.” Tanpa persetujuan Leta, Devin langsung mengangkat gadis itu ke atas punggungnya.

“Eh, kamu ngapain? Turunin aku!” Leta memberontak berusaha turun dari punggung lebar milik Devin.

“Bisa diem nggak? Kalo masih berontak, gue lempar lo ke aspal biar sekalian kedua kaki lo patah, mau?” Leta menggeleng, kemudian menuruti perintah Devin untuk diam.

Devin melangkah pergi, entah ke mana akan membawa Leta pergi. Dia hanya menurut, toh dia ada untungnya. Dia tidak perlu repot berjalan dengan kakinya yang sedikit pincang akibat tergores kerikil tadi.

***

Leta mengamati wajah Devin yang saat ini tengah mengobati lututnya dengan telaten. Lelaki itu mengangkat wajahnya membuat mata mereka bertemu, Leta langsung menunduk. Lain halnya Devin yang menyunggingkan senyum.

“Siapa yang ngelakuin?”

“Eh?”

Devin berdecih. “Gue tanya, siapa yang ngebuat lo kayak gini?”

“I-itu, bukan siapa-siapa kok. Tadi aku nggak sengaja jatuh.” Devin terus mengamati wajah gadis di hadapannya. Bohong, jelas saat ini Leta sedang berbohong pada dirinya.

“Lo lagi ngapain ke belakang gudang?”

“Hah? I-itu.” Devin terus mengamati gelagat aneh Leta. Mengapa gadis di depannya ini berbohong padanya?

“Nggak usah ngomong, gue nggak peduli apa yang lo lakuin di belakang gudang.” Ucapan Devin mampu membuat Leta menghela napas lega.

Dia tidak ingin memberitahu Devin karena dia merasa jika lelaki itu mengetahui siapa yang membuat dirinya seperti sekarang ini, lelaki itu akan membalas pelakunya. Leta hanya tidak ingin menambah keributan.

Devin membuang napasnya kasar. “Lo kenapa nggak bisa sedikit terbuka sama gue sih! Kenapa lo nggak ngasih tahu gue siapa yang ngebuat lo kayak gini? Lo juga kayak nggak nyaman di dekat gue, nggak suka kalau gue nolongin lo, kenapa? Sementara sama Leo, lo kayak deket banget sama dia. Nggak pernah terusik sama perlakuannya. Lo suka sama Leo? Apa bagusnya tuh orang sih?! Inget, dia itu manusia yang gila sama pelajaran. Nggak akan balas perasaan lo itu!” Devin langsung menggelengkan kepalanya saat membayangkan kalimat itu keluar dari mulutnya. Tidak, tidak ada gunanya dia mengatakan kalimat itu.

Devin membuang kasar kotak P3K yang berada di sampingnya, lalu menatap gadis di hadapannya. Tatapan polos gadis itu sangat membuat dirinya geram.

“Arghhh.” Devin berdiri seraya mengacak rambutnya. Tingkah lelaki itu membuat Leta menatap penuh tanya pada lelaki yang berada di hadapannya.

“Kamu kenapa, Vin?” tanya Leta hati-hati.

“Nggak! Lanjutin obatin luka lo sendiri!” Setelah mengucapkan itu, Devin langsung keluar dari UKS. Leta hanya menatap bingung pada lelaki itu.

“Tuh anak kenapa sih? Aneh banget perasaan,” gumam Leta.













Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang