#chapter 41

402 30 0
                                    

Usai mengundurkan diri dari pekerjaannya, renata merasa tidak tenang dengan keputusannya. Lari dari tanggung jawab tentu bukan ciri khas wanita itu, melainkan ia menjadi seorang pengecut selama hidupnya. Renata bingung dengan keputusannya, kesalahan yang di perbuat mungkin tidak terlalu fatal tetapi itu pasti berdampak besar bagi si penerimanya.

Beberapa bulan kedepan renata menyiapkan semua rencana di hidupnya untuk menetap saja di Negara asing ini. jika kepulangannya ke Indonesia tidak membuahkan hasil apapun renata terpaksa memulai hidup baru, lembaran barunya ia akan ukir di sini.

Seminggu kemudian adiknya —regi lulus dari sekolah menengah atas, semua keluarga yang berada di Indonesia mengadakan acara kelulusan adiknya itu. renata terpaksa ikut, ia akhirnya pulang ke tempat lamanya singgah.

Bandung, kota itu membuat renata bernostalgia dengan kejadian-kejadian manis dari orang itu. Memikirkannya membuat senyum renata tak pernah luntur sedikitpun. Lelaki itu terus menerus muncul dalam fikirannya. Selalu muncul kapan saja tanpa di minta.

“satria pindah?”

Renata melangkahkan kakinya pelan, merasa penasaran dengan perbincangan sang adik di sambungan telfon.

“3 hari yang lalu?”

Wanita itu hampir lupa dengan hari kelulusan satria, padahal dalam kalender di ponselnya sudah ia tandai jauh-jauh hari. Mungkin tidak tepat saja waktunya untuk memberi sesuatu pada lelaki itu saat hari kelulusan tiba.

Sialnya, ia tak menduga bahwa satria lulus lebih cepat dalam perkiraannya. Dan, apa kata adiknya tadi, satria pindah? Kemana?

“pindah kemana?”

Regi menurunkan ponselnya saat sebuah suara menginterupsinya.

“penting buat lo?” regi bertanya balik, raut wajahnya terlihat tidak senang sedikitpun saat kakak perempuannya menanyakan hal itu padanya.

“satria mati juga kayaknya lo gak bakalan peduli. Lo kan gak pernah peduli sama orang yang ada di sekitar lo? sampai-sampai perjuangan dari seseorang di dekat lo, gak pernah lo notice sekalipun.”

Seperti biasa, raut wajah perempuan itu masih tetap sama. Datar dan dingin.

“jangan urusin hidup gue,”

Pembawaannya yang santai saat menjawab pertanyaan seseorang kadang kali membuat lawan bicaranya tersulut emosi, renata selalu bersikap seperti itu.

“gampang ya lo ngomong gitu? Gak tau lagi gue kalau jadi satria, sikap lo yang dingin, gak peduli, bahkan masih buat satria tahan buat ngejar lo?”

“ada saatnya lo bakalan nyesel sama apa yang terjadi di hidup lo nanti. Satria kurang apa, kak? Dia baik, perhatian, bahkan suka hibur lo. Tapi lo? Sama sekali jauh dari perkiraan gue,”

“terlalu egois rasanya kalau satria gak pernah dapat perhatian apapun dari lo.”

Renata masih menatap datar wajah adiknya, “lo gak tau apa-apa.” Tekannya.

“gue tau! Tau semua tentang satria yang ditinggal pergi sama lo, sama cinta pertamanya. Sikapnya berubah, berubah total. Teman-temannya bilang satria jadi sosok yang temperamental saat itu.”

I LOVE YOU MRS. RENATA [COMPLETED]Where stories live. Discover now