Part 8

353K 38.4K 1.9K
                                    

Setelah mengatakan hal itu Gevan mendorong tubuh Dion lalu pergi meninggalkan kelas, tak peduli bel masuk baru saja berbunyi. Dan disinilah Gevan berada di atap sekolah yang tak pernah dikunjungi orang lain padahal atap sekolah terlihat bersih dan terdapat sofa panjang di sebelah tembok yang menghalangi sinar matahari.

Angin berhembus menerbangkan surai silvernya dan asap rokok yang Gevan hirup. Matanya memandang langit yang terlihat biru tanpa ada awan.

Ceklek.

Suara pintu dibuka mengalihkan pandangan Gevan, dia melihat Aurel yang berjalan ke arahnya. Tanpa sadar senyum tipis tersungging di bibirnya, dia sebenarnya tak terlalu berharap Aurel datang saat tadi dia memberi pesan untuk menyuruhnya ke atap.

"Ada apa?" Tanya Aurel yang sudah duduk di sebelah Gevan bertanya, angin di atap sekolah yang kencang menerbangkan helaian rambut yang juga berwarna silver itu.

"Cuma cari angin aja," ucap Gevan sambil menaruh rokok di mulutnya lalu merapikan rambut Aurel yang terbang menggunakan tangannya.

Gevan tak mungkin membicarakan kejadian tadi, dirinya tak ingin Aurel merasa sedih mendengar perkataan Dion tentang dirinya.

Aurel mencoba menerima perkataan Gevan mungkin memang Gevan tak ingin menceritakan masalahnya sekarang.

Aurel terpejam menikmati tangan Gevan yang penuh kehati-hatian merapikan rambutnya. Matanya terbuka saat rambutnya yang tadinya ia gerai kini sudah terkucir sempurna. Matanya melirik ke arah karet rambut yang tadi di pergelangan tangannya sudah raib.

Gevan menghisap rokok miliknya lalu menjatuhkannya dan menginjaknya meski baru ia hisap beberapa kali.

Gevan sedikit bergeser menjauh dari Aurel membuat Aurel bingung namun napasnya tertahan saat dengan seenak jidatnya Gevan tidur berbantalkan pahanya. Aurel menunduk melihat wajah Gevan yang juga menatapnya.

Tangan kekar Gevan mengambil tangan Aurel lalu menggenggamnya di atas dadanya membuat Aurel dapat merasakan detak jantung Gevan yang berdetak kencang seperti bersautan dengan dirinya.

"Biarkan seperti ini sebentar," ucap Gevan lalu menutup matanya, dia memejamkan mata dengan tangan Aurel ada di genggamannya.

Aurel dengan reflek mengelus surai silver milik Gevan membuat Gevan semakin nyaman dan betah tiduran dengan berbantalkan paha Aurel.

Mereka berdua menikmati waktu kebersamaan mereka dengan nyaman mesti tak ada yang berbicara memecah keheningan.

Kring..kring..kring..

Dua jam berlalu dan suara bel istirahat berbunyi mengusik Aurel, ia mengerjapkan matanya yang masih mengantuk tanpa sadar dia ikut tertidur. Namun saat ia membuka mata tak ada keberadaan Gevan di pahanya tapi dia merasakan kepalanya menyandar pada sesuatu yang kokoh namun nyaman.

Kepalanya menoleh dan melihat dada seseorang membuatnya mendongak melihat si empunya. Bertepatan dengan itu ternyata Gevan pun ikut menunduk membuat wajahnya dan Gevan semakin dekat. Tangan kekar Gevan merengkuh pinggang Aurel dengan posesif.

Tanpa aba-aba Gevan mendekatkan wajahnya.

Cup.

Gevan mencium singkat bibir Aurel yang menggoda imannya itu membuat Aurel merasa malu dapat ia rasakan benda kenyal nan lembut menyentuh bibirnya tadi.

"Masih ngantuk gak?" Tanya Gevan, posisi mereka kini adalah Aurel yang bersandar di dada Gevan dengan kepala Aurel jatuh di bahu lebar tunangannya.

Aurel menggeleng, "Kok kamu gak bangunin aku dari tadi sih Ka? Pasti kamu pegel."

Gevan tersenyum tipis menatap Aurel, meski badannya pegal namun melihat raut polos Aurel yang mirip bayi saat tertidur membuatnya betah dan ingin berlama-lama memandangnya.

AURELLIA; Antagonist Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang