Canistopia - XXIV

1.2K 235 65
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Sekali lagi Damien menatap kartu di tangan. Ia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan langkahnya. Setelah berhadapan dengan pintu ia menempelkan benda tersebut di sensor, seketika terdengar bunyi 'klik' yang menandakan bahwa kunci kamarnya telah terbuka. Perlahan tangannya mendorong knop, dan seketika saat itu juga matanya melebar.

Kakinya melangkah masuk sementara tangannya kembali menutup pintu sebelum ada siswa lain yang berdatangan. Kamarnya di sini jauh lebih besar dari pada kamar asrama teman-teman kuliahnya di Paris. Sebenarnya untuk apa ruang belajar di lantai bawah kalau ia sendiri sudah bisa belajar dengan nyaman di sini?

Damien menyimpan ranselnya di atas ranjang yang tampak nyaman. Ia ingin sekali merebahkan diri di sana, tetapi tirai berwarna krem berukuran besar nan tinggi di sisi lain ruangan membuatnya benar-benar penasaran. Disingkapkan kain tersebut yang ternyata itu adalah jendela besar yang sekali lagi menambah ketakjubannya dirinya akan Canistopia.

Jendela tersebut mengarah ke arah lingkungan sekolah yang bukan main luasnya. Kira-kira ada seberapa banyak siswa di sana? Itu yang menjadi pikirannya saat ini. Ia sendiri tidak menghitung ada seberapa banyak jumlah kamar di lantai ini. Sesampainya di atas, ia malah disambut oleh orang aneh yang ternyata diam-diam bisa membaca pikirannya sama seperti Sean.

Saat ia hendak kembali menutup tirai kamarnya, matanya justru teralihkan pada beberapa kereta lain yang baru saja tiba di gerbang halaman asrama. Ia juga dapat melihat orang-orang yang turun dari sana meskipun tidak terlalu jelas.

"Sepertinya asrama akan mulai ramai," gumamnya, kemudian benar-benar menutup tirai. Melihat kendaraan yang mereka gunakan, rasanya tak sebanding dengan semua teknologi canggih lainnya yang ia lihat di sini. Kenapa mereka tidak menggunakan limousin? Bukankah itu akan menjadi lebih eksklusif lagi?

Entahlah. Ia sendiri bingung dengan pemikirannya. Selalu saja ada pertanyaan baru yang berdatangan. Padahal beberapa orang di klannya tampak kesal karena ia kerap kali bertanya.

Matanya kembali menyapu ke setiap sudut ruangan tanpa ada yang ingin dilewatkan. Nuansa putih di ruangan ini benar-benar membuat Damien nyaman. Ia sedikit berkeliling dan memeriksa apa saja yang ada di dalamnya.

Lemari buku yang masih setengahnya kosong, meja belajar di pojok ruangan yang berseberangan dengan pintu masuk, dan sekarang sepertinya ia penasaran dengan lemari pakaian. Daves berkata bahwa beberapa keperluan sudah disiapkan oleh sekolah.

Benar saja. Ada beberapa pakaian dengan jumlah yang cukup di dalamnya. Kira-kira, siapa yang mempersiapkan semua ini? Tampak seperti seragam sekolah elit. Deretan kemeja, celana kain, rompi dan jas, juga beberapa lainnya yang tampak mewah. Bagaimana sekarang? Apakah sekolah ini gratis? Atau Daves yang membayarnya? Mengingat mereka semua memiliki bakat tersendiri dalam menjalankan sebuah bisnis. Oh, kepala Damien rasanya benar-benar ingin meledak.

CanistopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang