[45]TRAVMA

35K 2.4K 76
                                    

Holaa, selamat malam semuanya...

Sebelum baca jangan lupa vote dan komen. Dan ajak teman-teman kalian untuk baca cerita ini juga🖤

*****

"Sebenarnya apa yang ada di benak Mama sampai kunciin Tasya di kamar mandi!!"

Bian sangat marah saat mengetahui jika Mamanya lah yang mengunci Tasya di kamar mandi. Bian meminta bantuan Yola untuk menggantikan pakaian Tasya. Kini Tasya masih tidak sadarkan diri.

"Apasih Bian cuma gitu doang kali. Nggak usah lebay," ujar Tyas sangat santai.

Tyas pergi ke sofa dan duduk santai di sana. Sedangkan Bian di buat geleng kepala karena Mamanya begitu santai saat keadaan Tasya sedang tidak sadarkan diri.

"Gitu doang Mama bilang? Ma, Tasya di atas masih gak sadarkan diri. Kenapa Mama bisa setenang ini!" kesal Bian.

"Mama cuma hukum adik kamu biar dia jadi anak yang berguna. Dia udah buat masalah sampai tereliminasi dari olimpiade."

Bian mengacak rambutnya frustasi, hanya karena masalah itu Tyas sampai mengunci Tasya di kamar mandi berjam-jam. Bian duduk di sofa yang berhadapan dengan Mamanya.

"Tasya itu anak Mama bukan super woman. Lagian dari kecil Tasya udah sering ikut olimpiade dan menjadi juara kelas. Kenapa Mama hukum Tasya sekeras ini hanya masalah tereliminasi dari satu olimpiade," ujar Bian tidak habis pikir.

"Adik kamu memang harus di didik keras Bian, biar ada gunanya Mama lahirin!"

"Mama kenapa jadi jahat banget sekarang sama Tasya. Andai Papa masih hidup mungkin Papa akan kecewa sama sikap Mama yang sekarang!"

Bian tidak tahu harus berbicara apalagi agar Tyas berhenti bersikap keras kepada Tasya. Sepertinya rasa sakit hati Ibunya karena kematian Ayahnya di hari kelahiran Tasya jauh lebih besar.

Tyas terdiam saat Bian pergi meninggalkan dirinya sendiri di ruang tamu. Air matanya meluruh begitu saja saat Bian mengingatkan dirinya tentang ayah mereka.

"Maafin aku Mas."

*****

Di dalam kamar, Yola terus mengompres tubuh Tasya yang sangat panas. Tasya tak kunjung sadarkan diri dari dua jam yang lalu membuat dirinya dan juga Bian kebingungan.

"Apa kita bawa Tasya ke rumah sakit aja? Aku takut Tasya kenapa-kenapa kak," khawatir Yola.

Bian diam tidak menggubris ucapan Yola. Bian yakin tanpa dokter Tasya bisa bangun. Bian tahu adiknya ini begitu kuat.

Bian naik ke atas kasur Tasya lalu menarik tubuh Tasya yang sangat panas itu ke dekapannya.

"Tasya nggak apa-apa Yol, dia cuma kedinginan. Dia minta aku peluk jadi biarin dia tidur," ucap Bian.

Meskipun di dalam hatinya terdapat rasa takut yang begitu besar Bian yakin adiknya itu baik-baik saja. Mata Bian berkaca-kaca menahan air mata yang ingin menerobos keluar dari pelupuk matanya. Bian semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Tasya.

"Bangun dek, abang mohon buka mata kamu. Liat, abang udah peluk kamu."

Satu tetes air mata yang keluar dari sudut mata Bian jatuh di pipi Tasya. Bian sudah kehilangan Ayahnya dia juga tidak mau kehilangan adiknya.

Yola tidak kuat menahan haru melihat Bian begitu menyayangi Tasya. Yola menggenggam tangan Tasya yang dingin.

"Gue mohon bangun Sya," ucap Yola.

Perlahan Tasya membuka matanya saat merasakan wajahnya di terus di tetesi air. Tasya bisa melihat Bian yang menangis seraya memeluknya.

Yola yang sadar saat Tasya membuka mata langsung bersuara.

"Kak, Tasya bangun!" ucapnya senang.

"Tasya," Bian menghapus air matanya lalu menciumi wajah adiknya. Ia bersyukur masih bisa melihat Tasya membuka matanya.

"Abang pikir kamu juga akan ninggalin abang sama kayak Papa."

Tasya tersenyum tipis, meskipun masih merasa lemas Tasya membalas pelukan kakaknya.

"Tasya gak akan tinggalin abang," ujar Tasya dengan suara serak.

"Janji?"

"Iya, janji."

*****

Sudah dua hari semenjak Tasya sakit, kini badannya sudah jauh lebih baik. Marsel dan juga Yola saat ini berada di rumahnya untuk menjenguk dirinya.

"Gue gak habis pikir sama nyokap lo. Dari dulu gak pernah berubah!" dumel Yola. Saat ini mereka sedang membahas perlakuan Ibu Tasya kepada anaknya sendiri. Ada seorang Ibu sejahat dia.

"Namanya juga orang tua, mau yang terbaik buat anaknya," bela Tasya.

"Tapi tindakan nyokap lo itu udah berlebihan Sya."

"Gimana kalau kita nikah aja Sya?" celetuk Marsel tiba-tiba.

Tasya dan Yola sama-sama menoleh ke arah Marsel. Kesurupan apa anak itu sampai mengajak nikah anak orang secara mendadak.

"Punya apa lo mau nikahin sahabat gue?" tanya Yola.

"Gue punya cinta dan kasih sayang buat Tasya. Setidaknya kalau Tasya nikah sama gue akan mengurangi penderitaannya," ujar Marsel.

"Dih, masih SMA udah ngajak nikah anak orang lo. Mau di kasik makan apa teman gue sama lo!" cibir Yola.

"Nasi lah yakali batu!" sewot Marsel.

Tasya terkekeh melihat perdebatan Yola dan juga Marsel. Tak lama Tasya merasa ada yang aneh di dalam perutnya, ia merasa mual.

Tasya berlari ke kamar mandi meninggalkan Yola dan Marsel yang sedang berdebat.

Uwekk... uwekk...

Rasanya Tasya mual namun ia tidak memuntahkan apapun. Perutnya terasa kembung padahal ia belum makan apa-apa pagi ini.

"Sya, lo nggak apa-apa?"

Yola panik saat melihat Tasya berlari ke kamar mandi dengan menutup mulutnya. Yola pikir sudah terjadi sesuatu kepada sahabatnya itu.

Tasya memegang kepalanya yang sedikit pusing.

"Nggak apa-apa, mungkin ini efek dari masuk angin kemarin."

TRAVMA (Segera Terbit)Onde histórias criam vida. Descubra agora