ACT ONE. BAB 2

30 7 21
                                    

 ACT ONE : ABYSS OF REGRET

BAB 2 – Awal dari Mimpi Terburuk

Kegelapan yang ia lihat saat ini membuat Carter berpikir keras. Bertanya-tanya ada di mana sebenarnya dia berada. Sebab sejauh mana pun ia memandang, hanya kegelapan pekat yang memenuhi tempat itu.

Kedua kakinya melangkah pelan, menelusuri kegelapan lebih jauh. Meskipun ia bukan orang yang ahli dalam ilmu sihir, tetapi Carter cukup yakin bahwa tempat itu diselimuti sihir misterius yang membuat suasana terasa sesak.

Carter menghirup udara sebanyak-banyaknya kala ia merasa udara begitu berat. Kedua kakinya mulai terasa lemas dan ia juga mulai berkeringat dingin. Sihir yang menyelimuti tempat itu seolah sedang mencekiknya.

Dengan sekuat tenaga Carter mencoba memaksakan diri untuk tetap berjalan. Ia harus keluar dari sana secepatnya. Firasatnya tidak bagus dan Carter yakin sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Semuanya seolah jadi kenyataan kala Carter melihat jejak kaki berdarah. Dalam kegelapan seperti ini jejaknya terlihat begitu jelas. Tubuhnya mulai gemetar. Tanda peringatan di kepala Carter berdering sangat nyaring seakan memintanya untuk berhenti melangkah.

Akan tetapi jejak kaki berdarah itu seperti menarik Carter untuk mengikutinya. Tanpa sadar ia berjalan mengikuti jejak kaki berdarah tersebut. Mengabaikan rasa gelisahnya demi mengetahui sesuatu yang ada di ujung sana.

"Kakak...."

DEG.

Suara yang tidak asing itu membuat kedua mata zamrud Carter melebar. Tubuhnya membeku dan kedua kakinya terpaku. Dengan gerakkan kaku ia mengangkat kepala, melihat seseorang yang sedang berdiri tepat di depannya.

"Cle―"

Suara Carter tidak mau keluar dan kalimatnya tertelan kembali ke tenggorokan. Dalam keadaan gemetar hebat Carter melihat sosok adiknya yang berdiri tanpa ekspresi dengan wajah pucat. Sosoknya menatap Carter dingin.

Tangan kanan Carter terulur, ingin meraih tubuh rapuh adiknya. Namun, ia malah dikejutkan oleh sebuah tali yang tiba-tiba melilit leher Cleo. Gadis itu meronta, dengan suara tecekat ia memanggil Carter lagi.

"Kakak, tolong...."

Melihat itu Carter merasa tidak bisa diam saja. Cleo dalam bahaya. Terlebih, kini sepasang mata zamrud yang mirip dengannya itu menatap Carter dengan pandangan sendu dan berkaca-kaca.

Cleo tampak sangat tersiksa.

"Tolong aku, Kakak...."

Kedua kaki Carter akhirnya bisa bergerak lagi. Ia melangkah lebar-lebar sambil berusaha menangkap Cleo yang terasa jauh. Ketakutan besar ia rasakan saat sebuah kabut pekat muncul di belakang punggung adiknya. Lalu secara perlahan mulai menghisap Cleo masuk ke dalam.

"Cleo!" Carter berteriak. Tangannya meraih-raih udara berharap bisa bergerak lebih cepat sehingga ia bisa membebaskan Cleo dari lilitan tali di lehernya. Lalu membawa mereka berdua pergi dari sana.

Sayangnya tubuh Cleo semakin lama semakin lenyap terhisap kabut pekat. Sedangkan kedua kaki Carter sudah terlalu lemas untuk mempertahankan langkah cepatnya.

"Cle―"

Grep.

Bruk!

Sebuah tangan muncul dari dalam kegelapan, mencengkeram sebelah kaki Carter hingga membuat pemuda itu jatuh cukup keras. Perasaan takut dan panik bercampur menjadi satu. Dengan sisa tenaga ia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan tersebut, tetapi hal itu malah mendatangkan tangan-tangan lain yang langsung memegangi kedua kakinya.

MortalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang