8. The Hufflepuff Vampire (Part 2)

1.8K 296 45
                                    

Harry langsung melompat pergi dari sana sebelum Ron, Hermione dan Draco mulai bergerak atau membicarakan sesuatu atau malah mulai bertengkar. Dia tidak ingin menyaksikan mereka bertiga saling melemparkan mantra untuk satu sama lain. Setidaknya, mereka dalam perjalanan menuju ke Ruang Kesehatan dan Madam Pomfrey bisa menyembuhkan mereka kalau ada apa-apa.

Harry berderap menuju lantai empat. Dia berharap dia tidak terlambat. Segera setelah dia tiba di lorong gelap dimana Draco dan dirinya diserang, Harry mengendap-endap ke arah dinding menuju ruang tersembunyi. Dindingnya masih berasap, dan Harry berdiri agak jauh dengan tongkat sihir berada dalam genggaman serta Jubah Gaib yang masih sempurna menyembunyikannya.

Beberapa menit berlalu, membuat Harry menimbang-nimbang untuk masuk ke dalam ruangannya saja. Bisa jadi ruangannya kosong. Dia memasang perangkapnya dengan hati-hati, bahkan sampai meminta bantuan pada Ginny; awalnya dia begitu kesal, sampai akhirnya tenang saat Harry menjelaskan maksudnya. Mungkin perangkap ini tidak cukup. Mungkin si Vampir Hufflepuff sudah menemukan tempat lain untuk berburu.

Dindingnya kemudian berpendar merah. Membuat Harry menegakkan tubuhnya sambil menahan napasnya. Pintunya lalu terbuka perlahan, dan sosok berjubah hitam berjalan keluar, sambil menyeka mulutnya yang penuh darah. Harry menunggu hingga pintunya tertutup sebelum akhirnya melepaskan Jubah Gaibnya.

"Jangan bergerak!" Perintahnya, dengan tongkat sihir sudah teracung.

Sosok itu berbalik cepat sekali, sebelum akhirnya mundur perlahan dan mengambil tongkat sihirnya.

"Kamu tidak akan melemparkan mantra padaku, kan, Lavender?"

Sosok tersebut langsung mematung untuk waktu yang lama. Dia kemudian menggeram dan menyingkap tudungnya, membuat rambut pirang panjangnya jatuh berantakan. Lavender terlihat begitu liar saat terkena sinar lampu. Matanya berkilat, dengan raut wajah yang keras; tapi tatapan matanya pada Harry seperti penuh luka.

"Harusnya aku sadar!" sentaknya pada diri sendiri. "Harusnya aku tahu kamu menunggu di sini. Jadi ini alasannya kamu menyuruh Ginny berpasangan dengan Parvati? Padahal aku kira kamu mengijinkanku patroli sendirian karena kamu mengerti! Tapi ternyata tidak!" katanya kesal. "Kamu menyuruhku patroli di lantai empat karena kamu ingin memergoki si Vampir."

"Atau manusia serigala," kata Harry.

Lavender menggeram lagi. "Mana ada! Setengah manusia serigala lebih tepatnya. Puas sekarang? Jadi apa aku akan disalahkan atas semua kejadian di Hogwarts?"

"Memangnya kamu pelakunya?"

"Tentu saja tidak! Harry!" teriaknya, benar-benar terdengar sangat marah. "Kok bisa kamu menuduhku—kalau Demelza, memang aku yang membuatnya pingsan. Tapi yang lain tidak. Kalau kamu masih mau menangkapku, ya sudah, tangkap saja aku!"

Harry sebenarnya tidak menuduhnya macam-macam; dia jelas sekali punya karakteristik seperti manusia serigala, staminanya tinggi, indra penciumannya tajam, namun manusia serigala pun kekuatan sihirnya tidak akan jauh lebih besar dari para penyihir pada umumnya; Lavender cuma berkeliaran di malam hari, dan orang yang sering berkeliaran malam hari, bisa saja melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain.

"Sebenarnya apa yang kamu lakukan selama ini?" tanya Harry, matanya menatap darah yang ada di dekat bibirnya.

Lavender menyadari arah tatapan Harry dan menyeka bibirnya dengan marah. "Makan," jawabnya singkat.

Harry sedikit khawatir mendengarnya. "Makan apa?"

Lavender terlihat begitu tersinggung. "Daging, Harry. Makin mentah dagingnya, makin lezat." suaranya bergetar. "Aku makan daging sapi hampir setiap malam. Aku suka dagingnya mentah-mentah. Dan kalau bulan purnama, aku suka daging yang masih... berdarah-darah." katanya mengakui, dengan suara yang sangat pelan.

✓ At Your Service (INA Trans)Where stories live. Discover now