7| papi aku

536 95 2
                                    

*a/n
Buat yang ke skip part 6 bisa dibaca dulu yaa, soalnya kayaknya pas part 6 dipublish nggak ada notif ya?):

▫️▪️▫️▪️

Setelah dua puluh jam perjalanan Chicago-Jakarta, John dan Yohan akhirnya sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Dari gate 3 mereka langsung menuju ke parkiran. Dijemput dengan mobil civic hitam milik John, dan langsung menuju apartemennya. John memang warga negara Indonesia, tapi dia besar dan lebih sering menetap di Chicago.

Apartemen yang sedang mereka tuju adalah apartemen yang sering di gunakan John ataupun Yohan jika memang harus pulang ke Indonesia. John tidak memiliki rumah untuk di tinggali, tapi John memiliki beberapa aset apartemen dan rumah untuk di investasikan. Nggak heran kan kenapa John termasuk orang berpengaruh di dunia bisnis? Iya, karena uang dan bisnisnya tersebar dimana-dimana.

Jam sudah menunjukan pukul empat pagi di Indonesia bagian barat. Udara hari ini cukup dingin dan sedikit mendung. John tidak langsung pergi ke alam mimpinya seperti Yohan. Semenjak di pesawat, pikiran John selalu tertuju pada sesuatu— Karina. Tujuannya datang ke Indonesia adalah untuk menemui Karina. Maka, sekarang John segera bergegas pergi mandi dan membersihkan dirinya. Hari memang sudah pagi, jadi untuk apa pergi tidur lagi?

▫️▪️▫️▪️

Matahari sudah muncul sepenuhnya, namun belum terlalu terik. Sinar matahari di Indonesia terasa hangat di pagi hari. Suara hair dryer sudah berlomba di pagi yang cerah ini. Kedua perempuan ini sibuk di ruangan dandan mereka, atau bisa disebut walk in closet? Iya, mereka berdua setuju untuk menyatukan baju, sepatu, tas, dan segala kebutuhan fashionnya di dalam satu ruangan. Menurut Ibu-anak ini, berdandan, berdiskusi, dan menghabiskan waktu bersama untuk sebuah penampilan adalah cara lain untuk menjaga kedekatan mereka berdua. Sebenarnya, bisa dibilang waktu bertemu mereka tidak terlalu banyak— tentunya karena sang Ibu harus pergi bekerja bukan. Menjadi janda anak satu tanpa mendapat financial support dari siapa-siapa membuatnya harus berdiri diatas usahanya sendiri. Kesannya menyedihkan ya? Tapi nggak kok. Dia melakukannya dengan senang hati untuk memenuhi kebutuhan anaknya dan tentu saja— dirinya sendiri.

"Karina"

"Yes, Mam?" jawab Karina sambil mengoleskan sunscreen di pipinya

"Minggu depan ajak Genta kesini, dong" Pinta Irene pada anaknya

Mendengar nama Genta disebut, Karina langsung menghentikan aktivitas make upnya

"Kenapa harus nunggu minggu depan?"

"Bukan begitu maksud Mami. Minggu depan itu Mami punya tiket premier filmnya Om Tae. Nah, si Genta itu kan fans berat tuh sama om kamu, mending kamu ajak dia sekalian"

"Um, Mami...." panggil Karina ragu tanpa melihat mata Ibunya

"Kenapa? nggak biasanya kamu ngomong sama Mami tapi nggak lihat mata Mami"

"About Genta... i think... i made him mad at me"

"Kamu? buat genta marah? nggak salah?"

"Mm-hm. I made a mistake"

"And what was that?"

"Kemaren pas aku ke Bandung buat ketemu eyang mami, aku nggak ngabarin Genta. And turns out Genta mau ngasih surprise buat aku dengan cara jemput aku pagi-pagi. Tapi kan aku di Bandung kemaren. So i made him waiting for almost two hours? Yah, my bad karena nggak ngabarin dia apa-apa, apalagi karena nggak ngampus. Tapi aku nggak nyangka aja Genta bakal bereaksi kayak gitu, biasanya nggak"

Irene yang mendengar itu cuma bisa menahan tertawanya. Bukan kah itu sangat lucu? Anaknya ternyata masih sangat polos. Setakut itu kah Karina kalau Genta marah? Padahal kalau udah sayang, nunggu dua jam harusnya nggak terlalu berpengaruh banyak kan? tapi Karina udah segitu takutnya buat ketemu Genta. Tanpa Karina akui pun, sikap Karina sebenernya sangat menunjukan kalau Karina memang menyayangi Genta dan nggak mau kalau Genta harus pergi. Buktinya, baru Genta baru ngambek sedikit aja Karina udah clueless banget kan?

ErstharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang