Aohitsugi Samatoki membuka matanya perlahan. Manik rubynya menatap warna putih dari langit-langit kamar. Ditolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, menyusuri setiap sudut kamar itu.
Ia kenal dengan perabot di dalam kamar itu.
Semua.
Dan juga beberapa bekas perbuatannya.
Hanya saja, tempat itu sedikit lebih bersih jika dibandingkan sebelumnya.
"Aku kembali?" ucapnya lirih.
Ia bangun dari posisi tidurnya dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kasur.
Otak Sang Penjaga Yokohama itu masih memutar adegan-adegan kelam masa lalunya.
Apa itu?
Apa dia tertidur?
Apa itu mimpi?
Entahlah. Dirinya juga tak yakin. Itu terlalu nyata bila disebut dengan mimpi. Tapi terlalu kelam untuk ia kenang kembali.
"Apa aku masih bisa disebut sebagai Hero jika aku tak bisa melindungi dua orang yang ku sayang?" kepala ditengadahkan. Menatap langit-langit kamar. Hembusan napas berat berkali-kali dikeluarkan.
Mengalami satu peristiwa buruk saja susah untuk dilupakan. Bahkan bisa saja menjadi sebuah trauma. Jadi, bagaimana jadinya jika harus melihat secara langsung peristiwa buruk itu untuk yang kedua kalinya tanpa bisa berbuat apa-apa?
Samatoki benar-benar merasa terpuruk saat ini. Ia terdiam, membisu. Kamar itu sepi. Bahkan ia sampai bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri. Suara yang menjadi sebuah bukti bahwa dirinya masih hidup.
Beberapa saat kemudian, pintu kamarnya terbuka. Memperlihatkan seorang pria dengan setelan polisi dan kacamata yang bertengger manis di hidungnya. Di tangan pria itu terdapat nampan berisi sandwich dan segelas air.
"Oh. Sang Putri Tidur sudah bangun rupanya." Komentar sang polisi.
" Jyuuto." Samatoki memanggil lirih nama salah satu sohibnya, Iruma Jyuuto.
Sang pria berkacamata itu mendekati ranjang Samatoki, menaruh nampan di atas sebuah nakas dekat ranjang.
"Kenapa kau ada disini? Nggak kerja? Gini ini, polisi yang sering makan gaji buta. Haha..." Samatoki tertawa lirih. Suaranya terdengar parau dan kacau di telinga Jyuuto. Karena itu, Sang Polisi tidak menggubrisnya. Samatoki sedang dalam keadaan yang tidak sehat.
"Anak buahmu bilang, kalau kau tidak datang ke markas dan tidak bisa dihubungi." Ujarnya kemudian.
"Oh. Kau mengkhawatirkan ku? Itu membuatku tersentuh."
"Haaah..." helaan napas panjang dan berat meluncur dari bibir Jyuuto. Maniknya memandang penuh kekhawatiran pada sohibnya itu.
Meskipun Samatoki menyebalkan dan sering membuatnya repot, tapi ia tidak bisa melihat leadernya itu seperti ini. Manik ruby milik seorang Aohitsugi Samatoki terlihat seperti ikan mati. Seakan-akan kehidupan perlahan meninggalkan tubuh yakuza itu.
"Kau tidur hampir dua hari." Ujarnya hati-hati.
"Oh." Tanggapan tak berarti diberikan. Jujur, Jyuuto merasa iba dengan temannya itu. Ia tidak pernah sekalipun melihat Samatoki terpuruk hingga sebegininya. Kemanakah jiwa preman penganut filosofi, senggol bacok itu?
"Kau mau makan sandwich buatanku atau menunggu Rio datang membawakanmu masakan penuh sensor?"
Samatoki tersenyum tipis. "Tidak perlu. Aku sedang tidak lapar."
YOU ARE READING
7 DAYS 『完』
Fantasy"Kau menginginkannya kembali bukan? Maka akan Ku kabulkan. Berbahagialah, wahai Aohitsugi Samatoki." "Aku memang ingin kembali seperti dulu. Tapi aku tidak mau melihat ini semua!" "Bengsek! Persetan dengan Penguasa Waktu dan Dunia! Aku tidak butuh p...
