Bab 5 - Nada Masih Ngambek

1.6K 105 2
                                    

Nada sedang berada di dapur---mempersiapkan makanan yang telah dia beli tadi sore.

Dewa masuk, melepaskan sepatu yang dia kenakan. Dan, menaruhnya di rak depan pintu rumah.

Di tangan kanan Dewa, membawa sebuah dua porsi mie bakar yang dia pesan tadi. Dia berjalan ke dapur menuju Nada.

"Bagaimana? Kamu diterima?" Dewa meletakan makanan yang dibawa di atas meja makan.

Nada hanya berdiam, dia memilih bungkam. Merasa perasaan Nada belum membaik. Dewa segera menghampiri istrinya itu dan memeluknya dari belakang.

Nada menepis tangan Dewa, tetapi Dewa tetap terus memaksa memeluknya. Dewa masih mengenakan pakaian kerjanya.

"Hei, masih marah?" Dewa meletakan kepalanya di bahu kanan Nada.

Nada masih bungkam, hanya berdeham. Kemudian dia berjalan meletakkan dua porsi ayam geprek di meja makan---otomatis pelukan dari Dewa terlepas. Tanpa menyentuh makanan yang dibawa Dewa.

Dewa masih bediri, mulai memperhatikan istrinya yang makan. Dia hanya bergeleng-geleng. Nada memang sensitif ketika disinggung soal kehamilan, tetapi Dewa selalu saja mengulangi kesalahan yang sama.

"Ya, maafkan aku. Aku salah bertanya kenapa kamu tidak hamil-hamil." Dewa berbicara seraya berjalan menghampiri meja makan.

"Kamu selalu saja seperti itu, kalau waktunya hamil. Pasti aku hamil." Nada sedikit menurunkan intonasi suara.

Dewa menggenggam tangan kiri istrinya itu. Dia mengusap lembut tangan Nada dan menciumnya. 

"Iya, aku salah. Aku salah, sayang." Dewa menatap Nada yang sedang fokus makan tanpa sendok.

Nada masih irit bicara, hingga selesai makan. Dewa mendengkus dan melepaskan kemejanya---tubuh yang atletis itu terpampang indah. Kemudian dia berjalan naik ke atas---untuk mandi.

---

Nada dan Dewa sudah berada di atas ranjang, tidak ada interaksi lagi. Tidak seperti biasanya---selalu bercanda bahkan jika kelewat batas mereka berdua sampai melakukan itu.

"Sayang, besok kamu bekerja?" Dewa memeluk Nada dari belakang. Masih berusaha merayu Nada supaya tidak marah lagi.

Nada yang menghadap ke jendela luar, hanya bisa merasakan tangan Dewa berhenti di perutnya.

"Ya, aku bekerja besok. Aku capek, aku mau tidur." Nada berbicara tanpa memandang muka Dewa.

Dewa bangkit dari posisi tidurnya beralih duduk di atas ranjang. Kemudian dia mengelus rambut istrinya.

Ingatannya kembali lagi kepada perempuan yang menumpahkan gelas di food court tadi. Dia sampai tidak bisa berkata-kata melihat perempuan itu yang sangat cantik.

Bahkan hati kecilnya juga berbicara bahwa perempuan itu lebih menarik dari pada Nada.

(Kenapa kemarin aku tidak mengajak perempuan itu mengobrol ya?) Batin Dewa yang masih mengelus rambut Nada.

Nada sudah terlelap ke alam mimpi. 

Dewa langsung menggelengkan kepalanya, dia sudah mempunyai istri. Tidak mungkin dia mengkhianati Nada yang begitu baik kepadanya.

Dewa melepaskan kaos yang dia kenakan---sudah menjadi rutinitas dari dulu ketika dia hendak tidur. Kemudian menutup tubuhnya dengan selimut---mematikan lampu di atas nakas. Dan, dia juga ikutan terlelap.

---

Keesokan paginya Nada sudah bangun dan langsung bergegas untuk melakukan salat subuh---sebelum memasak untuk sarapan dan bekalnya nanti.

Nada mendapat jadwal siaran siang dan sore. Kata Bu Alma supaya pendengar akrab dengan penyiar baru. Ya, ini hari pertamanya Nada menjadi seorang penyiar Radio.

Dia mulai berkutat di dapur, dan memasak dua porsi nasi goreng hitam kesukaan Dewa.

Dewa masih tertidur, padahal jam sudah menunjukan pukul enam pagi. Mau tidak mau, Nada harus membangunkan Dewa.

Selepas kompor sudah mati, Nada naik lagi ke atas dan membuka kamarnya. Dia duduk di sebelah kepala Dewa---mulai menggoyang badan suaminya.

"Mas, bangun. Kamu nanti telat, itu sarapannya sudah jadi." Nada masih berusaha membangunkan Dewa.

Namun tiba-tiba, Dewa menarik tubuh Nada hingga terjatuh menimpa tubuhnya.

"Sarapanku kamu saja, sayang." Bisik Dewa dengan mesra.

Bersambung...

After the Sacred Marriage [Dewasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang