Dasar Laki-Laki!

1.6K 294 13
                                    

Arsen terduduk di kursinya. Wajahnya memerah dan matanya mulai berair. Tidak. Arsen tidak menangis, tidak sedang menahan amarah juga. Arsen hanya menahan diri.

"Jangan tertawa kau Rio!!!" Ungkapan itu membuat Arsen tidak bisa menahan diri lagi.

Tawa besar Arsen menggelegar di ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Bagaimana Arsen tidak terbahak geli. Tak jauh dari mejanya, tepatnya di sofa ruangannya, Reihan teman sejawat yang sudah naik pangkat menjadi sahabat-nya tengah di dandani dengan sangat cantik. Pelakunya? Naira tentu saja. Hanya ibu hamil yang bebas melakukan hal apapun. Sampai hal ajaib seperti mendandani Reihan.

Beruntungnya Reihan sedang tidak ada jadwal hari ini. Jadi, Reihan bisa menjadi sasaran empuk Naira dan Alika. Alika hanya membantu Naira saja sih sebenarnya.

"Jangan tertawa kau!" Kesal Reihan

"Maaf... Habis kau..." Arsen tidak bisa melanjutkan ucapannya dan malah tertawa geli.

"Ternyata kamu lebih cantik dariku, Re," Puji Alika yang membuat Reihan semakin cemberut.

Kalau bukan karena kasihan pada Naira, Reihan tidak akan mau dijadikan bahan seperti ini. Hanya, Reihan tidak bisa menolak wajah Naira yang nampak sangat ingin mendandaninya.

"Kenapa tidak mendandani suamimu saja sih, Nai? Dia kan ayah dari bayimu bukan aku..." Protes Reihan.

"Kak Arsen tidak bisa didandani. Dia kan sensitif kulitnya," Ujar Naira.

Reihan tidak bisa menjawab lagi. Arsen hanya memperhatikan dari mejanya. Dia kasihan juga pada Reihan. Beruntung Reihan sangat penyabar. Ingatkan Arsen untuk memberikan dia hadiah nanti saat istrinya sudah puas mendandani Reihan.

"Kak..." Panggil Naira membuat Arsen menatap sang istri dengan cepat.

"Ya, sayang?"

"Aku ingin makan rujak,"

"Tidak pedas tapi, ya?"

Naira mengangguk. Arsen segera mengambil dompetnya. Dia mendekati Naira dan mencium puncak kepala juga pipi istrinya.

"Aku keluar dulu. Nanti, aku kembali lagi," Pamit Arsen pada sang istri.

"Re, Alika, titip Naira, ya," Ujarnya pada kedua sahabatnya itu.

Arsen segera melangkah keluar dari ruangannya. Dia berjalan santai ke bawah. Menunggu lift dengan santai, dia bahkan masih sempat memeriksa beberapa chat di ponselnya. Saat sampai di lantai dasar beberapa suster dan staff rumah sakit yang lewat menyapanya. Arsen hanya menyapa seadanya saja.

"Siang, pak," Sapa salah satu security yang ada di lobi.

"Siang,"

"Nggak bawa mobil, pak?"

Arsen menggeleng kecil sambil tersenyum.

"Deket, pak. Cuma mau beli rujak di kios sebelah,"

"Ibu lagi ngidam, ya pak?"

Arsen mengangguk dengan senyumnya.

"Saya ke sebelah dulu ya, pak. Mari," Pamit Arsen.

Memang semua staff, dokter, dan suster di rumah sakit ini sangat amat mengenal Naira. Bukan sekali dua kali, Naira datang untuk membawakan mereka makanan. Entah makan siang, makan malam, atau camilan sore. Naira biasanya akan memesankan mereka makanan saat dia mengantar makanan untuk Arsen. Terkadang Naira membantu juga di bagian pendaftaran.

Arsen dan Naira terkenal ramah serta baik. Mereka juga sering menggratiskan biaya berobat untuk orang yang kurang mampu. Menurut Naira dan Arsen, kesehatan itu hak semua orang. Kalau hanya mengobati orang kaya. Kemana orang yang kekurangan harus berobat kala mereka sakit? Lagi pula, gaji Arsen sangat besar. Keuntungan rumah sakit juga lumayan besar. Dia masih memiliki lebih dari cukup keuntungan sekali pun dia membiayai banyak pasien.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang