Sehat-Sehat

1.9K 321 23
                                    

Naira mengerutkan kening saat beberapa suster yang berjumpa dengannya nampak segan saat menyapanya. Biasanya, mereka tidak akan begitu. Biasanya mereka menyapa Naira dengan senyum ramah bukan senyum takut.

"Ada apa ya, kak?" Tanya Naira pada salah satu suster yang usianya lebih tua dari Naira.

Suster itu hanya tersenyum dan menggeleng sebelum segera pergi dengan alasan yang tidak jelas. Kening Naira semakin berkerut saja. Naira masuk ke dalam lift dan lagi-lagi hal yang sama terjadi saat dia berjumpa dengan staff ataupun suster. Naira hanya menghela kecil. Tepat saat pintu lift terbuka, Naira melihat Alika dan suter itu langsung menahan badan Naira untuk tetap di dalam lift.

"Ada apa?" Tanya Naira.

Alika menarik napasnya perlahan sebelum memberikan map biru di depannya.

"Suamimu berpesan untuk memberikan ini padamu dan dia menyuruhku menunggumu di depan pintu lift,"

Naira membuka map itu dan menemukan tulisan tangan suaminya disana. Naira tersenyum kecil dan paham kenapa semua orang yang bekerja di rumah sakit ini sangat berbeda hari ini.

"Kak,"

"Ya, Nai?"

"Bisa tolong bantu aku sebentar?"

Alika mengangguk. Naira dan Alika pergi ke toilet terdekat dan memulai aksi mereka. Naira mengeluarkan lip tint dengan warna merah menyala dan memoleskan lip tint itu di bibirnya. Mata Naira yang semua polos kini dihiasi oleh warna cokelat nude hasil dari lip cream milik Alika yang tadi Alika bawakan ke lift untuk Naira pinjam, lalu maskara dan eye liner yang Naira pinjam dari Alika. Tulang pipi Naira dihiasi warna peach agak orange hasil dari lipstick cadangan milik Naira, yang kemudian dia tiban dengan bedak dari compact powder miliknya.

"Selesai," Ujar Naira setelah dia menggerai rambutnya yang tadi dia ikat kepang satu.

"Bagaimana, kak?" Tanya Naira meminta pendapat dari Alika.

"Perfect,"

"Aku ke ruangan Arsen dulu kalau begitu, kak,"

Alika mengangguk. Naira mengetuk pintu dan masuk tanpa menunggu jawaban Arsen.

"Hai, sayang. Sedang sibuk?" Tanya Naira saat dia masuk.

Arsen menggeleng kecil tanpa menjawab. Dia terkejut melihat penampilan istrinya saat ini. Sementara sang istri tanpa dosanya mengecup sudut bibirnya dengan sangat mesra.

"Aku antarkan makan siang. Kamu sedang ada tamu?" Tanya Naira.

"Tamu?" Arsen balik bertanya.

Naira memeluk mesra badan Arsen sambil melirik perempuan di sofa ruangan Arsen.

"Ah... Dia... Dia bahkan bukan tamu, sayang," Ujar Arsen.

Naira mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Kamu mau makan siang sekarang?"

"Tentu,"

Naira mengelus tulang rahang sampai ke leher Arsen. Membuat Arsen menggeram kecil.

"Kalau dia bukan tamu, tatapan matamu harus diarahkan ke siapa, sayang?" Tanya Naira.

Arsen segera menunduk dan meneguk ludahnya perlahan. Naira hanya tersenyum dengan bibir merahnya.

"Mau makan makanan yang aku bawa... Atau..." Naira sengaja menggantungkan ucapannya.

Tepat saat itu Arsen menyeringai dan langsung menarik tengkuk Naira. Arsen mencium dan melumat bibir merah Naira dengan rakus. Seolah tidak pernah menyentuh bibir tipis milik istrinya itu. Tidak hanya sebentar. Arsen bahkan mengangkat pinggang Naira hingga kini Naira seperti bayi koala yang menempel pada induknya.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang