1. lautan dan senja

1.9K 193 52
                                    


"𝐿𝒶𝓊𝓉𝒶𝓃 𝒹𝒶𝓃 𝓈𝑒𝓃𝒿𝒶, 𝒶𝒹𝒶𝓁𝒶𝒽 𝒶𝓌𝒶𝓁 𝓀𝒾𝓈𝒶𝒽 𝓀𝒾𝓉𝒶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"𝐿𝒶𝓊𝓉𝒶𝓃 𝒹𝒶𝓃 𝓈𝑒𝓃𝒿𝒶, 𝒶𝒹𝒶𝓁𝒶𝒽 𝒶𝓌𝒶𝓁 𝓀𝒾𝓈𝒶𝒽 𝓀𝒾𝓉𝒶."

"Dzaka."

Suara serak itu memanggil nama laki-laki di depannya. Langit senja menyuarakan burung-burung, juga desiran ombak yang menyapu pasir.

"Iya?"

Harel memejamkan matanya, kemudian membuang nafasnya. Dia menarik kedua tangan Dzaka, untuk dia genggam. Ibu jarinya mengelus punggung tangan Dzaka, sambil tersenyum.

"Aku cinta kamu. Aku tau pertemuan kita tidak sampai 2 bulan, tapi aku cukup tau, dan mengerti kalau hati aku sudah memilih kamu, Dzaka." Jeda sejenak, Harel mengambil nafas. "Aku janji akan jadi lelaki yang di kirimkan Tuhan untuk membuat kamu bahagia. I love you, as long as I breathe."

Dzaka tidak bisa mengeluarkan suaranya. Bibirnya tertutup rapat, dengan bola mata bergetar. Hatinya di remas kuat menahan sensasi euphoria juga jantungnya yang berdetak kuat. Dzaka lupa caranya bernafas sampai dia hanya bisa diam.

"Kamu.. mau kan jadi kekasihku, Dzaka?" Harel bertanya pelan, dengan kedua tangan masih menggenggam erat tangan Dzaka. Bisa Dzaka rasakan jika tangan Harel basah oleh keringat.

Kepala Dzaka merunduk, menatap kakinya yang seputih mutiara laut sedang menapak di atas pasir pantai. Jari-jari kakinya bergerak mengusak pasir, sampai menenggelemkan jari kakinya.

"Harel, aku.."

"Dzaka dengarkan aku.." Harel lebih dulu menyela, perasannya takut. Dia memejamkan matanya, kemudian menghembuskan nafas kecil lewat bibirnya sebelum akhirnya mencium kening Dzaka. "Aku mencintaimu, Dzaka. Aku janji, kata cinta yang ku ucapkan, hanya berakhirkan nama-mu." Harel menarik wajahnya menjauh, merunduk sedikit melihat wajah Dzaka yang masih menunduk. "Kau menerima-ku kan?"

Sekali lagi, Dzaka tidak langsung menjawab. Dia bukan ingin mempermainkan Harel, tapi Dzaka benar-benar tidak tau harus bersikap bagaimana saat detak jantungnya berdetak kencang sampai dia sulit berbicara.

Euphoria ini.. sudah Dzaka tunggu sejak lama.

"Harel."

Suara Dzaka sangat pelan menyebutkan nama lelaki di depannya. Kepalanya yang semula merunduk, mulai terangkat. Bola mata hazelnya melihat wajah Harel yang sayu, membuat kedua tangannya gemetar pelan.

"Dzaka juga.. cinta sama Harel.."

Dzaka menggigit bibirnya dengan tangannya yang semakin erat menggenggam tangan Harel. "Dzaka sayang sama Harel, walaupun baru bertemu 1 setengah bulan." Ucapnya pelan, memberi tau perasaan yang sama.

Harel tersenyum dengan tawaan kecil yang bahagia seiring dengan bibirnya yang mengukir senyuman. Dia membawa tubuh kecil Dzaka ke dalam pelukan, mengusap gemas rambut belakang lelaki dalam dekapannya. Sesekali mengecup puncak rambut sayang.

"Dzaka mau jadi kekasih Harel."

"Terima kasih Dzaka, Harel janji untuk Dzaka, Akan selalu memberikan apapun untuk Dzaka, sampai mengambil sebutir air di palung Mariana."

Dzaka tertawa, melepaskan pelukan dan menatap Harel humor. "Memang bisa? Kan dalam."

Gantian Harel yang tertawa gemas, mengusap puncak rambut Dzaka. "Gak gitu. Artinya, cinta Harel sedalam palung Mariana, Dzaka."

Keduanya tenggelam dalam pelukan di bawah sang senja dengan suara ombak yang menyapu pesisir pantai. Para burung berterbangan, seperti memberikan selamat dengan suara mereka. Kedua remaja yang masih mengenakan seragam sekolah itu, kini menjalin satu hubungan awal.

"Harel!!" Dzaka berteriak ketika Harel menggendong dirinya bak karung beras, di bawa ke dekat laut. "Harel jangan aneh-aneh, Harel!!"

Byur!

"Harel dingin!!" Dzaka berteriak marah begitu keluar dari dalam air. Wajahnya dia usap dengan kedua tangan, lalu menatap tajam Harel yang tertawa dengan mata tertutup di sebrang pantai. Dzaka tersenyum jahil, lalu mencipratkan air ke Harel.

Harel hanya terkekeh, sebelum akhirnya melangkahkan kaki ke dekat Dzaka yang diam. Ketika di dekat Dzaka, Harel langsung membawa badan Dzaka tercebur kembali ke dalam air dengan dirinya yang berada di atas.

Harel kembali duduk, mengusap wajahnya juga menyingkap rambutnya. Tertawa melihat Dzaka yang marah-marah tidak terima.

"Maaf, maaf." Kata Harel tersenyum dengan tangannya yang mengusap rambut basah Dzaka. "Ini kan di pantai, sayang kalau gak basah."

"Tapi aku gak suka Harel!" Dzaka cemberut, wajahnya merunduk. "Besok kan sekolah." Cicitnya pelan membuat Harel tertawa.

"Sekolah mana yang buka di hari Minggu? Bahkan swasta aja nggak ada, Dzaka." Harel tertawa mengejek sambil bangun lalu mengulurkan tangan yang langsung Dzaka terima. "Jangan terlalu rajin, nanti otak kamu pecah."

"Memang?" Dzaka bertanya, wajahnya berkerut mempertanyakan.

Harel tertawa tertahan lalu menganggukan kepala. Dia merangkul bahu kecil Dzaka, membawanya keluar dari air. "Besok kita jalan, biar gak pusing."

"Malming aja yuk." Ajak Dzaka tersenyum memohon, membuat Harel mengangguk.

"Aku antar pulang, kita langsung berangkat pergi beli jagung bakar."

"Harel tau aja!"

Harel tertawa kecil, mengecup gemas pipi gembul kekasihnya. Dzaka terima saja, dan mengeratkan pelukan pada dirinya sendiri, di dalam rangkulan hangat Harel.

9 November, akan jadi hari bahagia yang di rayakan setiap tahunnya, setelah hari kelahiran. Catat ya!

Sweet LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang