Nerd | 21

51.5K 5.6K 95
                                    

Sesampainya di rumah, Leo langsung mencari saudaranya yang bernama Leta. Dia mendengar dari Adriel jika kembarannya tadi siang diganggu oleh Citra. 

“Ta!” teriaknya saat baru masuk rumah.

“Leta, di mana lo?”

Leo melangkahkan kakinya untuk ke kamar Leta, saat membuka pintu dia tidak menemukan kembarannya. Dan itu membuat Leo sedikit panik.

“Ta, lo di mana? Masih hidup kan?”

Setelah mengucapkan itu, sebuah handuk mendarat di atas kepalanya. Dia melihat seorang gadis yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Berisik banget lo.” Leo mengabaikan ucapan itu, dia beralih mendekat ke arah Leta. Memutar-mutarkan tubuh gadis itu, memastikan jika tidak terjadi hal serius pada kembarannya.

“Lo nggak papa kan?”

“Nggak, emang gue kenapa?” Leo langsung menghela napasnya lega.

“Gue denger, lo digangguin lagi sama tuh mak lamir.” Leta membuang napasnya, kemudian memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk.

“Udah biasa kan?” Leo menggaruk tengkuknya, dia beralih untuk duduk di atas ranjang. Lalu memindahkan kepala Leta di atas pahanya, kemudian mengusap lembut rambut kembarannya yang masih basah.

“Maaf, pasti ini gara-gara gue terlalu ganteng kan? Mereka nyerang lo karena ngiranya gue itu suka sama lo, ini adalah salah satu derita cogan. Direbutin sana-sini.”

Leta mendengus. “Iya, ini salah lo! Fans-fans lo itu nggak tau diri. Cuma karena suka sama seseorang, mereka bahkan rela melakukan perbuatan rendah kayak gitu. Apa untungnya coba?” Leo hanya memamerkan deretan giginya yang rapi.

“Cewek kayak mereka, mau lo pacarin?”

“Idih, ogah amat. Najis, mending gue pacaran sama kambing daripada sama cewek modelan kayak Citra.” Leta langsung menatap lelaki yang menjabat sebagai saudara kembarannya.

“Serius, mau pacaran sama kambing?” Leo langsung gelagapan, detik berikutnya tersenyum kikuk.

“Ya-ya nggak gitu juga kali.” Leta mendesis. Kemudian terjadi keheningan di antara keduanya. Entah apa yang ada di pikiran kedua insan itu, sampai-sampai pertanyaan yang keluar dari mulut Leo sedikit mengusik Leta.

“Lo, pacaran sama Devin?” Leta langsung merubah posisinya untuk duduk dan menatap Leo.

“Gue? Sama Devin? Nggak mungkin lah.”

Leo mengangguk-anggukan kepalanya. “Lo emang jarang jatuh cinta sama seseorang sih, tapi Devin? Kayaknya, dia tertarik sama lo deh.”

“Gue tau, Devin itu bukan golongan orang baik. Tapi selama ini, dia belum pernah deketin cewek. Yang ada, cewek yang ngejar-ngejar Devin. Dan selama gue kenal dia, baru pertama kali gue lihat dia ngeboncengin cewek di atas motornya, dan itu lo.”

Leta langsung sedikit mengangkat dagunya. “Kalo itu sih udah nggak heran. Emang, siapa coba yang nggak tertarik sama gue?”

“Heh! Penampilan lo di sekolah kan kayak gembel, aneh lah kalo si Devin suka sama lo.” Leta menautkan alisnya. Benar juga apa yang dikatakan kembarannya.

“Ooh, gue tau. Dia deketin gue pasti karena suatu alasan.” Leo mengerutkan keningnya tidak paham apa yang diucapkan oleh Leta.

“Udah, sekarang lo keluar aja deh! Ganggu gue.” Leta langsung mendorong tubuh Leo untuk keluar dari kamarnya. Lelaki itu hanya menurut saja.

Setelah memastikan Leo sudah keluar, Leta langsung mengunci pintu kamarnya. Kemudian dia mengambil jaket yang tadi dipinjamkan oleh Devin. Dia berniat untuk mengembalikan jaket itu jika bertemu dengan lelaki yang bernama Devin.

Tidak perlu dicuci kan? Devin pasti bisa mencuci sendiri, pikir Leta. Gerakannya terhenti saat dia hendak memasukan jaket itu ke dalam tasnya, dia menyipitkan matanya melihat jaket itu. Jaket ini, terlihat sama dengan jaket yang digunakan oleh lelaki yang di perpustakaan waktu itu.

Lelaki yang langsung pergi ketika mendengar pembicaraannya dengan kedua gadis yang berada di perpustakaan, lelaki yang memakai jaket abu-abu dengan gambar sayap kecil di bahu kanannya. 

“Devin, lo sebenarnya siapa?” tanya Leta pada dirinya sendiri.

***

“Ta, bolos sekolah lo?” Leta yang tengah menonton televisi di ruang tengah melirik sekilas ke arah kembarannya yang baru saja pulang sekolah.

“Menurut lo?” Leo mendengus mendengar jawaban Leta. Kemudian beralih duduk di samping gadis dengan rambut yang dicepol asal itu.

“Kenapa? Takut digangguin sama mereka lagi? Katanya nggak takut sama mereka, cuma nyebur di kolam aja udah takut gitu.”

“Berisik lo! Gue nggak takut sama mereka, cuma gue males aja berangkat. Pengin istirahat.” Leo bergumam. 

Setelah itu, terjadi keheningan diantara keduanya. Tidak ada yang ingin memulai pembicaraan, sampai Leo yang pertama kali membuka suara. 

“Gimana? Lo mau lanjutin misi nggak jelas lo? Ta, gue udah pernah bilang sama lo, kalo usaha lo itu percuma. Ngapain sih nyamar segala, nemu kebenaran nggak, malah lo nyusahin diri lo sendiri.” Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Leo, Leta langsung melirik tajam.

“Gue udah pernah bilang sama lo kan, jangan ikut campur sama urusan gue!” Leo mendengus kesal. Memang susah jika dirinya berbicara dengan Leta.

“Mau sampai kapan, sih, nyiksa diri sendiri? Emang lo udah nemu petunjuk?” Leta menggeleng kepalanya pelan.

“Belum, sampai saat ini gue belum nemu apapun. Saat gue nanya sama teman sekelas tentang Ara, mereka jawab ‘nggak tau, gue nggak deket sama Ara, jangan tanya Ara sama gue,’ dan masih banyak lagi. Sebenarnya mereka semua kenapa sih nggak ada yang jawab pertanyaan gue tentang Ara?” ucap Leta sedikit kesal.

“Itu mungkin, memang Ara benar-benar bunuh diri. Bukan karena dibunuh atau apalah itu yang ada dipikiran lo. Dan mereka semua nggak mau ngungkit hal itu lagi.”

“Gue tanya sama lo, lo capek kan selama ini di- bully terus?” Leta mengangguk pelan.

“Berhenti, jangan nyusahin diri lo terus. Gue setiap kali lihat lo pulang dengan keadaan yang kacau, emosi gue langsung naik, gue pengin ngehajar orang yang udah buat lo kayak gitu. Gue mohon, berhenti cari tau tentang kematian Ara, ya?” pinta Leo dengan sungguh. 

Leta menatap manik kembarannya, manik matanya penuh dengan harap.

“Gue nggak bisa, Le. Gue nggak akan berhenti sampai gue bener-bener tau penyebab kepergian Ara.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Leta langsung berdiri dari tempat duduknya dan melangkah keluar rumah. Sementara Leo, dia menatap punggung kembarannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
















Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang