total ada lima belas panggilan tidak terjawab dan sepuluh pesan yang isinya menyuruh mark segera ke lokasi yang dikirimkan sebelumnya.
mark baru sadar yerim menghubunginya sebanyak itu setelah menemani haechan kontrol karena ingin melihat jam. selama di rumah sakit mark memang sengaja mengubang mode ponselnya ke silent agar tidak mengganggu pengunjung yang lain.
"haechan, kamu duluan saja ke apotik untuk menebus vitamin nanti aku menyusul."
haechan yang tidak tahu apa-apa hanya mengangguk. menatap mark dengan kedua bola mata bulatnya.
setelah haechan menjauh mark menghubungi yerim. di telpon yerim merintih kesakitan. dia sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan. dia terkena insident kecil dan menolak di bawa ke rumah sakit jika bukan mark yang mengantar. tentu saja mark panik bukan main ditambah suara-suara orang di sekeliling yerim yang terdengar samar dari speaker ponselnya.
tanpa berpikir dua kali mark berlari menuju parkiran dan mengemudikan mobilnya ke lokasi yang dikirimkan yerim.
(*)
haechan duduk di taman rumah sakit seorang diri selama satu jam. perasaan senang seperti letupan kembang api beberapa waktu lalu lenyap tak tersisa.
senyum di wajah mark saat menatapnya sebelum beralih ke layar yang menampilkan keberadaan fetus kecil mereka. telapak tangan besar yang menggenggam tangannya. juga usapan yang dia terima di puncak kepala.
semuanya semu. seolah hanya khayalan yang kepala kecil haechan ciptakan sendiri. dan kini rasanya dikembalikan ke realita. tidak ada mark yang menggenggam tangannya. tidak ada mark yang tersenyum padanya.
mark bahkan tidak mengangkat panggilan telepon. tidak memberitahunya kenapa dia menghilang begitu saja dengan mobil yang membawa mereka tadi. tidak pula membalas pesan yang dia kirimkan.
"seharusnya dari awal aku berangkat seorang diri." haechan memutuskan untuk beranjak. langit sudah mendung meski tengah hari.
beruntung haechan tidak membuang lebih banyak waktu di taman rumah sakit. gerimis mulai mengguyur, haechan mempercepat langkahnya juga para pejalan kaki lainnya. berusaha sesegera mungkin menyelamatkan diri dari tetesan air hujan yang semakin banyak curahnya.
"astaga, maaf." tubuh kecil haechan hampir saja tersungkur jika tidak ada kedua telapak tangan yang menahan lengannya.
"perhatikan langkahmu, bukan hanya kamu saja yang terburu untuk berteduh." haechan menoleh ke samping melihat pria yang membantunya lalu beralih ke pria lain yang lagi-lagi membungkukan badannya.
panik menyerang haechan saat suara disekitarnya semakin samar.
entah apa yang kedua orang tadi katakan. tubuhnya mengikuti kemana pria yang menolongnya menuntun.
"kamu baik-baik saja?" haechan membaca gerakan bibir pria yang membantunya. kini keduanya berdiri bersisian di halte bus yang penuh sesak.
haechan melepas alat bantunya dan berbicara, "sepertinya baterainya habis."
bola mata bulat pria itu melebar sepersekian detik. dia sedikit menunduk sambil berbicara dia menggerakan tangannya. "apa kamu tidak membawa cadangannya?"
haechan merogoh totebagnya. mengeluarkan baterai cadangan yang dia bawa. lalu memasangnya. namun kernyitan muncul di dahinya yang basah karena tetesan air hujan. bola mata haechan mengendar melihat ke sekeliling.
"sepertinya rusak..." kata haechan pelan.
"apa kamu mau kutelponkan taksi?"
haechan menggeleng. dia melihat bus yang menuju halte dekat rumahnya tiba. "busku sudah datang. terima kasih sebelumnya." lalu haechan membungkuk sekali. bergabung dengan penumpang lainnya sementara pandangan pria itu terus tertuju pada haechan. bahkan setelah bus melaju matanya masih awas pada kendaraan itu.
YOU ARE READING
one | markhyuck ✔️
Fanfictionuntuk apa menjadi yang pertama jika tak pernah dianggap ada? 💌 markhyuck [angst.mpreg.short-story]
