33. Perubahan Sikap

4.5K 205 9
                                    



01

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

01.34 WIB

Terik matahari sedang panas-panasnya sekarang, tapi aku tetap berkendara menuju rumah Umi setelah tadi mengantri di Apotik dan mengantar pulang Aisyah ke rumahnya, senyum lagi terbit saat bayangan wajah bahagia milik Mas Arbi hadir saat mengetahui kalau aku sedang hamil. Tak sabar sekali rasanya!

Motorku berbelok menuju rumah Umi dan halaman rumah itu terlihat sedikit ramai akan kendaraan yang ada, dan mataku bisa mengkap mobil Mas Arbi juga ada di sana yang artinya dia sedang berada di dalam.

Tiba-tiba jantungku berdegup kencang dan sedikit ragu untuk mengetuk pintu yang tertutup rapat itu, biasanya Umi jarang sekali menutup pintu pada saat siang seperti ini karena katanya tetangga sering mampir di sana.

Tok!
Tok!

Masih menjujung tinggi kesopanan aku mengetuk pintu itu, walau Umi pernah berkata kalau berkunjung ke sini tak perlu mengetuk pintu lansung masuk saja karena rumah ini juga rumahku katanya.

"Iya, siapa y—Evi?"

Wajah yang tadi cerah kini perlahan meredup tergantikan dengan wajah datar, saat ku tau siapa yang membuka pintu adalah Mbak Safira, senyum tanpa dosanya ia perlihatkan berusaha sok ramah didepanku, padahal aku sudah tau kalau itu hanya kedok semata.

"Mau apa ke sini?" Alisku tertekuk tajam mendengarnya, mau apa? Hey ini rumah mertuaku dan aku bebas ke sini, sedangkan dia? Tak mempunyai hubungan apapun tapi bertingkah sok pemilik rumah atau lebih tepatnya mantu keluarga ini.

Aku memalingkan wajah sambil berdecih, Mbak Safira terlalu pintar berakting di depan semua orang wajah yang lugu itu membuat semua orang akan tertipu. "Seharusnya saya yang tanya kenapa Mbak di sini? Masih punya malu?"

Mataku menangkap kedua tangannya mengepal di kedua sisi, tapi tunggu kenapa kemeja yang dia pakainya sangat familiar di mataku, alisku tambah menekuk tajam saat tau kemeja itu milik siapa.

"Suruh siapa Mbak Safira memakai kemeja Mas Arbi? Lancang." Dari yang tadinya wajahnya mulai sedikit emosi, kini berubah tenang dan congkak beralih aku yang mengepal kedua tanganku dikedua sisi.

Kemeja Mas Arbi dipakai Mbak Safira? Siapapun itu bila berperan sebagai istrinya pasti akan marah dan kesal, bila pakaian sang suami dipakai oleh wanitan lain, pasti hatimu akan terbakar 'kan?

Begitupun denganku yang tiba-tiba emosi tingkat tinggi melihatnya, tanganku mencengkeram lengan Mbak Safira atau lebih tepatnya meremat baju bewarna biru muda itu.

Untukmu Imamku (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang