5. Reasons And Rage

81 23 37
                                    



Enam tahun berlalu sejak terakhir kali Chanyeol menapakkan kakinya di dalam rumah ini. Rumah tua yang dibeli oleh ayah Eylin agar puterinya dapat berkuliah dengan nyaman tanpa perlu repot-repot memikirkan uang sewa. Pria tua dengan punggung yang sudah membungkuk itu menjual tanah di kampung halamannya demi rumah ini dan Chanyeol ingat dibawa kemari pertama kali oleh Eylin. Gadis itu mengatakan 'Anggap saja ini rumahmu sendiri' dengan ringan. Membagikan usaha ayahnya pada seorang pria dengan percuma.

Chanyeol pikir Lee Eylin saat itu adalah wanita gila. Tapi, Eylin mengatakan ia hanya jatuh cinta.

Tidak ia menyangka, cinta adalah kegilaan juga.

Sudah enam tahun berlalu, dan Chanyeol mendengar kabar angin kalau dua saudara kembar yang merupakan teman Eylin sejak kecil--sekarang tinggal di rumah ini--rumahnya. Mengetahui informasi itu pula, Chanyeol merasa ingin tertawa. Mungkin memang tipikal Eylin yang senang mengundang sembarang orang ke dalam rumahnya, Chanyeol menyesal sempat merasa istimewa.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, tuan dermawan?" Di hadapan Chanyeol, Eylin duduk bersilang kaki. Rambut hitamnya yang belum disisir sama sekali--terurai di pundak dalam keadaan basah dan berantakan. Wajah naturalnya yang belum dipoles apa-apa menatap Chanyeol dengan keseriusan dan kemarahan yang berpadu-padan.

Di depan Eylin, di atas sofa beludru merah yang terpajang di dekat jendela, menghadap televisi yang mati, Park Chanyeol duduk dengan jari tertaut di antara kakinya yang terbuka.

"Aku datang jauh-jauh kemari hanya untuk bicara baik-baik denganmu, Eylin. Jadi, dapatkah kau berhenti bertingkah kekanakan dan dengarkan aku sebentar saja? Kesampingkan sarkasme dan lelucon sinismu dan mari bicara layaknya dua orang dewasa, paham?"

Tangan Eylin terkepal kuat.

"Baik," jawab Eylin. Ia menyanggupi permintaan pria itu dengan bibir bergetar menahan kemurkaan.

"Bagus. Kalau begitu, aku akan mengatakan ini dengan singkat dan padat. Lee Eylin, mulai saat ini juga, aku mau kau berhenti muncul di hadapanku dan Misa." Chanyeol menyampaikan poin utamanya dengan tegas dan lugas.

"Aku tidak tau, dan tidak mau tau apa pun motifmu menyabotase pernikahanku. Yang aku tau, aku tidak mau situasi seperti kemarin terjadi kembali. Aku menolerir tindakanmu sekali karena masa lalu yang sempat kita miliki, tapi untuk ke depannya, aku tidak akan punya belas kasih sama sekali. Apa kau mengerti?"

Keheningan menjawab pertanyaannya, karena alih-alih bicara, Eylin yang merupakan lawan bicaranya kini terpaku menatapnya dengan mata yang menyiratkan luka.

"Eylin?" Chanyeol menatap Eylin seakan-akan apa yang baru ia ucapkan bukanlah panah tajam. Ia duduk tenang dengan mata mengharapkan tanggapan.

Eylin ingin tertawa. Apa yang ia harapkan, sebenarnya? Kenapa ia merasa begitu kecewa?

"Jadi, itu yang ingin kau bicarakan?" Eylin menarik napas dalam dan mengembuskannya panjang.

Hatinya seakan dicengkeram.

"Aku tidak punya hal lain untuk dibicarakan." Chanyeol menjawab tanpa keraguan.

Senyum Eylin merekah tipis. Ia yang duduk berhadapan dengan Chanyeol menunduk dan menatap pantulan samar wajah pria itu di atas meja kaca. Kenangan lama kembali terputar di benaknya, mengingatkan alasan mengapa ia selama ini begitu terluka.

"Apa kau ingat? Kau menghilang di suatu pagi dan aku tidak mendengar sepatah kata pun darimu. Aku begitu mengkhawatirkanmu tapi teman-temanmu mengatakan kau berangkat ke London untuk mengembangkan bisnismu. Tanpa mengatakan apa pun, kau menghilang dari hadapanku dan mengabaikanku." Eylin memanggil kenangan lama itu.

SEE YOU AGAIN? (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang