52. Justice

49.2K 10K 22.6K
                                    

52

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

52. JUSTICE

Alaia sedang senang. Kebahagiaannya bertambah atas kelahiran anak Atlanna dan Bintang. Lalu, ada kabar baik dari Lana yang tengah hamil.

Malam ini Alaia jalan-jalan mengitari Pantai Irvetta sambil bergandengan sama Langit. Di genggaman Alaia terdapat es krim cone rasa vanilla. Sesekali Langit memintanya, dan ada satu kejadian Langit menjilat es krim itu terlalu banyak sampai Alaia cemberut.

"Mau ke dermaga?" Langit mengajak.

Alaia mengarahkan mata birunya ke sana. Dermaga bukan lagi menyimpan memori tentang kisah bahagia, karena di sanalah satu peristiwa menyakitkan juga terjadi. Dae Lonan tertembak di dermaga dan meninggal di tempat.

"Ayo, Angit." Alaia menerima ajakannya.

Keduanya menaiki anak tangga sampai menapak di dermaga. Alaia mengeratkan pegangannya di tangan Langit kala mereka berjalan menuju ujung. Napas Alaia menjadi berat disusul pedih yang datang melapisi matanya.

Tangan Alaia bergetar memegang es krim dan dia tak minat menyicipnya lagi. Agar tidak jatuh dan berakhir mubazir, Langit melahap es sekaligus cone itu, langsung dia kunyah dan telan. Gigi Langit anti ngilu.

"Dae meninggal di sini. Di hari ulang tahunnya," lirih Alaia ketika berhenti di ujung dermaga.

"Aku sedih tiap inget dia. Rasanya kayak ditinggal anak sendiri, padahal aku enggak begitu akrab sama Dae." Alaia bertutur rendah.

"Terakhir kali aku ketemu dia di tepi Pantai Irvetta. Dia liat aku sebagai Dewi Laut. Katanya dia suka laut," ujar Alaia.

Langit merangkul Alaia dan mengusap lengannya. "Dae pasti ditempatin di tempat terbaik, Sayang. Sekarang dia bisa jelajahi lautan sebebasnya. Enggak perlu pake kapal selam."

Air mata Alaia menitik ke pipi. Ia dipeluk Langit dan kepalanya dibelai lembut. Tangisnya membuat ombak meninggi, langit bergemuruh, dan angin berembus kencang.

Langit mendekap Alaia untuk melindungi wajahnya dari serbuan debu dan cipratan air. Istrinya tak memikirkan alam yang menjadi suram karena kesedihannya, ia tetap menangisi Dae karena merindukan sosok yang telah hilang itu.

"Aia," panggil Langit sambil menangkup wajah itu dan ia hapus jejak air matanya.

"Kalo kamu sedih terus, nanti Dae ngerasa bersalah udah pergi. Gimana kalo dia jadi enggak tenang?" tutur Langit.

Alaia menatap Langit dan berkedip pelan satu kali. Langit menyeka air matanya lagi, kemudian Alaia tersenyum walau tatapannya masih dipenuhi kesedihan. Setidaknya alam kembali normal ketika Alaia mengukir senyuman.

Sekali lagi, Alaia membiarkan dirinya aman dalam pelukan Langit. Ia rela menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa di sini selain berpelukan. Alaia tak mau kehilangan. Ia paling takut kehilangan.

ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang