Nerd | 28

45.2K 4.9K 19
                                    

Bel istirahat telah berbunyi, hal yang sangat ditunggu oleh semua murid SMA Antariksa. Namun berbeda halnya dengan Sherin, bel istirahat sudah berbunyi namun dia masih sibuk berkutat dengan buku-buku tebal di hadapannya.

"Rin, kamu nggak ke kantin?" Sherin menoleh sebentar sebelum dia kembali untuk belajar.

"Enggak Ta, ujian sebentar lagi jadi gue harus belajar. Lo sendirian aja ke kantinnya, nggak papa kan?"

"Bukannya, ujian masih satu minggu lagi? Nggak terlalu awal untuk belajar?" Sherin mengembangkan senyumnya.

"Bukankah mempersiapkan lebih awal itu lebih bagus ya? Gue cuma nggak mau ngecewain ortu gue kalau nilai gue turun." Leta mengangguk paham, dia ingat jika kemarin Sherin baru saja diperintahkan oleh papanya agar menjadi peringkat satu.

"Oke, aku ke kantin duluan ya." Sherin mengangguk sebagai tanda persetujuan.

Setelah sampai di kantin, Leta melihat sekeliling kantin. Tidak terlalu ramai seperti biasanya, mungkin banyak yang tidak istirahat di kantin dan lebih memilih untuk belajar di kelas seperti Sherin.

Setelah mendapatkan makanan yang dia pesan, Leta langsung duduk di salah satu bangku kantin. Sepertinya hari ini adalah hari yang damai untuknya. Kantin yang tidak terlalu ramai, dan dari pagi pun Leta tak mendapati Devin yang sangat gemar mengganggunya. Entah di mana lelaki itu, tidak berangkat atau sedang dihukum oleh para guru. Leta tidak memperdulikannya.

"Andai, setiap hari kayak gini. Damai." Leta menyuapkan suapan pertama ke dalam mulutnya, dia menikmati makannya dengan mendengarkan musik kesukaannya menggunakan earphone. Saat sedang menikmati itu semua, earphone-nya ditarik paksa membuat dia menoleh sebal.

"Pengganggu datang," ucap Leta membatin.

"Cihh, ngapain gadis gila kayak lo masih di sini hah? Masih punya muka buat makan di kantin?" Leta melengos. Gadis gila? Apakah Citra sedang menyindir diri sendiri?

"Heh!" Leta menatap tak minat pada Lisa dan Citra.

"Lo itu gila kan? Sama badut aja ketakutan gitu, ngeracau nggak jelas. Lo pantasnya itu bukan di sini, tapi di rumah sakit jiwa!" Citra menonyor kepala Leta. Leta menggeram, mengapa Citra mengetahui rumor jika dirinya mempunyai trauma terhadap badut?

"Emang kenapa kalo aku takut sama badut? Nggk ngerugiin kalian kan? Harusnya yang pergi dari sekolah ini itu kalian, siswa yang nggak punya attitude. Kenapa kalian suka banget gangguin aku sih, emang aku pernah ngusik hidup kalian berdua?"

"Kenapa gue suka gangguin lo? Karena lo itu emang cocok buat di ganggu, iya kan Lis?"

"Yaps, betul banget. Karena yang udah biasa kita gangguin udah nggak ada, jadi lo harus jadi penggantinya."

Leta tersenyum kecut, mengapa ada manusia selucu ini di dunia? "Yang biasa kalian ganggu udah nggak ada? Apa yang kalian maksud itu Ara?" Raut wajah keduanya langsung mendatar ketika mendengar nama Ara disebut.

"Kenapa diem? Jangan-jangan, Ara pergi karena ulah kalian berdua. Iyakan?" bisik Leta tepat di telinga Citra.

"Heh! Jangan pernah sebut nama gadis itu lagi." Bisa Leta lihat ada perubahan raut di wajah Citra.

"Kenapa? Kalian takut orang-orang pada inget sama Ara lagi dan perbuatan kalian ke dia sebelum Ara pergi dari dunia ini? Kalian kan alasan Ara pergi dari dunia ini?" Napas Citra langsung memburu menahan amarah.

"Diem!"

"Jangan pernah bahas itu lagi di hadapan gue, atau kalung lo ini, bakal gue hancurin!" ucap Citra sembari menarik kalung yang dipakai oleh Leta. Sementara Leta langsung mendelik tajam saat kalungnya ditarik, dengan cepat dia langsung melepaskan tangan Citra dari kalungnya.

"Kamu boleh hancurin semuanya, tapi jangan sampai kalung ini rusak gara-gara tangan kotor kamu!" Citra langsung melepaskan tangannya saat dia melihat perubahan pada wajah Leta, baru kali ini dia melihat Leta semurka ini.

Tanpa basa-basi, Citra menyuruh Lisa untuk pergi dari kantin. Setelah kedua cewek itu pergi, Leta langsung mengatur napasnya, melihat ke arah kalung yang dia pakai.

"Ara, gue janji bakal jaga ini sampai kapanpun." Ya, kalung itu adalah kalung tanda persahabatan antara Ara dan Leta. Mereka berdua pernah berjanji akan menjaga kalung itu untuk selamanya.

***

Gara-gara tadi malam Devin terlalu asyik bermain game online, dia pun terlambat untuk bangun dan terlambat masuk sekolah. Dan dia berakhir menerima hukuman dari Pak Budi untuk membersihkan toilet.

"Gila, ini toilet apa kandang babi sih?! Kotor banget," gerutunya sembari mengepel lantai kamar mandi.

Devin mendelik sebal ke arah cowok yang baru saja buang air kecil tanpa menyiramnya dan memilih meninggalkannya begitu saja. "Heh! Pantes aja nih toilet kayak kandang babi gini, yang bener dong kalo buang air kecil!" Yang diberi peringatan mengabaikan Devin, bertindak seolah Devin tidak ada di sana.

"Heh! Lo budeg yah?!" Lelaki itu mengedikkan bahunya, memilih keluar dari sana. Devin mencoba mengatur napasnya yang naik turun, dia melanjutkan mengepel lantai dengan dihentak-hentakan sebal.

Setelah menyelesaikan hukumannya, Devin berjalan ke arah kantin berniat untuk mengisi perutnya. Sudah bangun kesiangan, telat masuk sekolah, dihukum oleh Pak Budi, dan tadi pagi pun dia lupa untuk sarapan, sungguh hari yang melelahkan untuk seorang lelaki bernama Devin.

"Tuh cupu diganggu lagi sama mak lampir?" tanya Devin pada diri sendiri ketika melihat Leta bersama dengan Citra dan Lisa dari kejauhan.

Belum sempat Devin menyuruh Citra untuk tidak menganggu Leta, cewek itu sudah pergi terlebih dahulu. Namun ada yang berbeda pada raut wajah keduanya, kedua cewek itu nampak tidak nyaman setelah pergi dari meja Leta.

Devin tak mempedulikan itu, dia pun langsung melangkah menuju bangku Leta. "Heyy." Senggol Devin langsung duduk di samping gadis berkacamata itu. Leta tersenyum tipis membalas sapaan Devin.

"Ngapain lagi mereka? Mereka gangguin lo?"

Leta mengangguk. "Iya, seperti biasanya."

Devin mengangguk-anggukan kepalanya. "Lain kali, kalo diganggu sama mereka bales dong. Cakar aja mukanya, pasti nanti nangis." Leta hanya tersenyum singkat mendengar penuturan yang keluar dari mulut Devin.

"Ta." Suara yang keluar dari mulut Devin membuat gadis dengan kacamata yang bertengger di hidungnya menoleh.

"Nanti pulang sekolah ikut gue ya?"

"Ke mana?"

"Ke panti, katanya Ana kangen sama lo. Mau, kan?" tanya Devin penuh harap.

Leta langsung mengangguk menyetujui. "Boleh, aku juga kangen sama dia." Devin langsung mengembangkan senyumnya ketika mendengar jawaban yang sangat dia dengar keluar dari mulut gadis yang saat ini tengah duduk di sampingnya.













Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang