A2 : FRIENDZONE

18 5 0
                                    

Malam semakin larut, jalanan mulai sepi. Seorang pria berusia dua puluh empat tahun terus berjalan menyusuri lorong gedung apartemen dengan menenteng sebuah jas hitam di tangannya. Wajahnya terlihat lelah dan tidak bersahabat.

Argha menekan enam digit pin untuk masuk ke dalam apartemen miliknya. Setelah terbuka, pria itu melangkahkan tungkainya dengan malas menuju kamar tanpa ada niatan untuk bersih-bersih dulu.

"Ck! Hari yang berat," gumamnya menenggelamkan tubuh di atas kasur empuk.

Argha sama sekali tidak berminat untuk mandi, gravitasi kasur sangat kuat sehingga membuatnya malas beranjak dari tempat itu.

Netra tajamnya melirik sebuah bingkai foto. Dia tersenyum kecut menertawakan dirinya sendiri. Dia pun segera mengambil bingkai foto itu, lalu menatap lekat seseorang yang ada di dalamnya.

"Lo bilang gak akan ingkar janji ke gue, tapi sekarang apa? Bahkan lo kelihatan bahagia banget mengingkari janji lo."

Argha membuka bingkai foto, kemudian mengeluarkan isinya. Dengan cepat dia meremukkan foto tersebut, lalu membuangnya asal.

"Sudahlah, Ar! Gak ada gunanya galau, kayak gak ada cewek lain aja!" Argha segera menarik selimutnya, lalu pergi ke alam bawah sadar. Dia terlalu lelah hari ini, hari di mana wanita yang dia cintai menikah dengan pria lain.

✩★✩

FLASHBACK ON

"Raya, sini!" panggil seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun.

Gadis kecil bernama Raya itu segera menghampiri anak laki-laki itu sambil melompat-lompat kecil.

"Ada apa, Argha?"

"Kamu lihat ini! Aku sudah tulis nama kita berdua!" seru Argha menunjuk sebuah ukiran yang sedikit berantakan di pohon, "aku mau nanti kita terus bersama sampai besar! Aku mau nikah sama kamu!"

"Nikah?" Raya tidak tahu artinya, tapi dia berpikir mungkin nikah adalah kegiatan yang seru.

Argha mengangguk. "Nikah seperti mama dan papa! Kamu mau 'kan janji sama aku? Nanti kalo kita sudah besar, kita akan menikah!"

"Mau!" Raya menautkan jari kelingkingnya ke jari Argha, tanda mereka sudah mengikat janji.

"Tunggu aku sukses dulu kayak Papa aku ya!"

FLASHBACK OFF

✩★✩

"Ar, bangun!" Aisha menggoyangkan lengan Argha pelan, pria itu sangat sulit dibangunkan kalau sudah tertidur pulas seperti ini.

Hampir setengah jam Aisha setia membangunkan pengusaha muda itu, dia pantang menyerah.

"Argha, bangun! Ini sudah hampir siang! Lo gak kerja apa?"

"Apa sih?! Ganggu aja!" Argha menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

1

2

3

Menyadari suatu hal yang janggal, Argha langsung membuka selimutnya. "KENAPA LO BISA MASUK KE APARTEMEN GUE?!" jerit Argha.

"Ih! Gausah teriak!" desis Aisha, "lagian lo sendiri yang kasih tau pin apartemen lo ke gue."

Aisha menarik selimut agar pengusaha muda itu segera bangun dari tempat tidurnya.

"Gue udah siapin sarapan. Cepet dimakan, keburu dingin."

Argha memicingkan matanya, seperti ada yang aneh. Tidak biasanya dia melihat sikap Aisha yang perhatian. Wanita yang berusia lebih muda dua tahun darinya itu biasanya bersikap cuek dan tidak peduli, tapi kenapa sekarang berbeda?

Pria itu meninggalkan kamarnya lalu berjalan menuju ruang makan. Dan benar saja, di atas meja sudah tersedia beberapa makanan. Setelah sekian lama bersahabat, Argha baru menyadari bahwa Aisha bisa masak.

"Tumben banget lo perhatian ke gue," celetuk Argha mencomot ayam goreng.

Aisha yang sedang mencuci peralatan masak pun menghentikan kegiatannya. Entah kenapa rasanya sakit saat Argha mengatakan hal itu. Berarti sikap perhatiannya selama ini tidak dianggap?

"Bukan tumben, lo-nya aja yang gak peka terhadap sekitar. Lo selalu stuck sama satu orang yang bahkan gak punya perasaan sama sekali ke elo."

Deg!

Perkataan Aisha benar adanya, Argha memang selalu tertuju pada satu orang tanpa melihat ke sekitarnya.

"Bahkan lo gak sadar kalau selama ini gue suka sama lo. Seharusnya gue tau dari dulu, kalau perasaan gue gak akan pernah terbalaskan," kata Aisha tersenyum tipis.

Argha menatap wanita yang membelakanginya itu, dia baru menyadari hal itu sekarang. "Ke-Kenapa lo gak bilang dari dulu?"

"Gue sudah pernah bilang, cuman lo sama Raya menanggapinya sebagai candaan doang."

Lucu, mereka sama-sama terjebak dalam hubungan yang biasa dinamakan Friendzone. Aisha menyukai Argha, sedangkan Argha menyukai Raya yang sudah menikah kemarin.

"Gue pikir sekarang kita impas. Kita sama-sama menyimpan perasaan terhadap sahabat sendiri tanpa terbalaskan," kata Aisha membalikkan badannya, "dan ingat, cewek sama cowok gak akan pernah bisa bersahabatan tanpa melibatkan perasaan."

"Lo juga harus relain Raya sama pasangannya, kalo kepikiran terus, nanti lo malah stress."

Argha tidak bisa berkata-kata, dia bingung harus bagaimana. Mungkin memang ini saatnya melepas seseorang yang tidak bisa kita miliki.

— end —

THE ARCHIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang