Terselesaikan

1.5K 258 8
                                    

Reihan menekuk wajahnya. Sudah empat hari dia menggantikan temannya. Lima hari lalu, Naira menghubunginya dan memintanya menggantikan Arsen sementara waktu. Awalnya, Reihan pikir itu hanya untuk satu atau dua hari. Ternyata lebih dari itu. Belum lagi si dokter bule yang mengekorinya kemana pun untuk menanyakan rumah Arsen. Reihan kan, malas meladeni urusan keluarga orang. Keluarganya sendiri saja masih banyak kurangnya, masa sudah mau mengurusi urusan keluarga orang.

"Rio!" Panggil Reihan saat sambungan teleponnya terjawab oleh Arsen.

"Hm?"

"Masih sakit?"

"Sedikit,"

"Sakit atau sedang gundah karena tidak diizinkan masuk ke dalam kamar oleh istrimu?"

"Sialan mulutmu itu! Seenaknya saja mendoakan orang! Akh!" Umpat Arsen diiringi ringisan setelahnya lantaran keningnya baru saja disentil oleh kakak tertuanya.

"Oh, betulan sakit toh. Sakit apakah dokter kita yang segala bisa ini?"

"Flu. Kelelahan,"

"Serius?"

"Pikirmu aku bercanda?"

Tawa Reihan menggelegar disana. Reihan bahkan semakin tertawa saat mendengar dengusan Arsen.

"Kenapa menghubungiku?" Tanya Arsen.

"Dokter Edward,"

"Hm? Kenapa?"

"Dia menanyakan alamat rumahmu,"

Reihan bersumpah dia terkejut saat mendengar dentingan alat makan yang beradu dengan piring. Suaranya lumayan keras. Nampak sekali alat makan itu sengaja dibanting.

"Kenapa dia menanyakan rumahku?" Tanya Arsen dengan nada suara yang mulai berubah.

"Entah. Aku juga tidak tahu,"

"Berikan,"

"K-kau tidak bercanda?" Tanya Reihan ragu.

Reihan sedikit mendengar dari istrinya kalau Arsen sempat kembali dari cafe seberang rumah sakit dengan wajah kusut. Lalu, beberapa pegawai dan perawat rumah sakit menggosip kalau mereka melihat Arsen, Naira, dan Edward di cafe seberang dan sepertinya situasinya keruh.

"Berikan saja. Tinggal kita lihat apa dia berani datang kesini," Ujar Arsen.

"Apa aku sudah pernah bilang kalau kau ini lebih cocok jadi mafia daripada dokter?"

"Belum. Tapi, sepertinya kau lupa kalau belum lama ini kau mengatakan aku pantas menjadi dokter,"

"Boleh kutarik lagi perkataanku saat itu?"

"Tidak,"

"By the way, kau sedang apa?"

"Makan,"

"Bersama keluargamu?"

"Tentu saja. Mereka bahkan sedang duduk di depanku saat ini,"

"Gila kau! Harusnya kau bilang sejak tadi! Aku jadi merasa bersalah sekarang!"

"Makan sianglah, Re. Maaf aku membebanimu dengan pekerjaanku,"

"Tak masalah. Toh, penghasilanmu juga masuk ke kantungku. Lagi pula, anggap saja ini ucapan terima kasih karena dulu kau banyak membantuku dan Alika,"

"Itu usahamu sendiri,"

"Tapi, kau dan istrimu juga banyak membantu, Rio,"

"Arsen,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang