52. Air mata darah

7 1 0
                                    

~Air mata meleleh kala melihat kau menghilang dariku. Darahku mendidih kala melihat kau terluka bukan karena aku. Menangislah! Karena Allah tak pernah melarang itu~

                                              ***
"Abah, mau jodohkan Robet dengan siapa?" Gus Fatih penasaran.

"Siapa lagi kalau dengan Hilda?" Kata romo kiyai Usman dengan yakin.

Robet sudah menduga. Siapa lagi kalau bukan Hilda? Irma juga di penjara bersama Arman. Bahkan, ayahnya tidak memedulikan keadaannya.

Ning Fiyyah yang mendengar itu, tak ada harapan lagi untuk memenuhi amanah romo kiyai mempertemukan cinta Robet dan Imaz.

"Wah, sepertinya cocok. Kapan bah mereka taarufan?" Timpal Gus Fatih.

"Hilda sekarang semester delapan. Doakan saja bisa lulus tepat waktu."

"Jurusan apa kalau boleh tau?" Ning Fiyyah ikut penasaran.

"Dia jurusan ilmu Alqur'an tafsir."

Ning Dija dan Ning Fiyyah saling menatap tidak segan. Seperti tidak setuju dengan perjodohan beliau. Mau menolak juga tidak mungkin. Semua tergantung keputusan Robet. Dia juga yang memberi keputusan menceraikan Imaz.

"Masalah itu, tunggu saja. Sekarang, saya mau bertanya lagi perihal kerja sama pesantren benang biru dengan ta'lim muta'alim. Bagaimana pihak pesantren benang biru, kami dengan sukarela membawa santri kalian ke pesantren kami."

Mereka semua pada menatap Ning Fiyyah.

"Maaf, kiyai. Saya tidak bisa menerima tawaran kiyai. Biarkan kami berjuang membangun pesantren ayah. Merasakan bagaimana ayah membangun pesantren benang biru," jawab Ning Fiyyah menolak secara halus.

Seisi ruangan tersentak mendengar jawabannya. Termasuk kiyai Usman yang sedikit kecewa.

"Kenapa Fiyyah? Kau tau kan, saya teman akrab ayahmu? Pasti ayahmu disana senang."

"Sekali lagi saya minta maaf, kiyai. Tapi, insya Allah kalau ada waktu, saya main ke pesantren kiyai."

"Baiklah, kalau itu keputusanmu. Saya tidak memaksa. Tapi, kalau butuh apa-apa kau tinggal bilang saja jangan sungkan-sungkan."

"Iya Kiyai."

"Baiklah, kalau begitu kami pamit. Maaf sudah mengganggu kalian."

Ning Fiyyah yang memutuskan, Ning Dija yang merasa tidak enak hati.

"Sekali lagi minta maaf Kiyai Usman," ucap Ning Dija kemudian.

"Iya santai saja. Saya kan hanya menawarkan."

Mereka undur diri pamit. Saling memberi salam. Andra menuntun Robet meski dia sudah punya tongkat. Sampai ke pintu, mereka melihat kepergian keluarga Usman. Memasuki mobil, Andra menyalakan mesinnya. Mereka saling melambaikan tangan. Mobil berjalan menyapu halaman hotel GreenHouse.

Arman merasa sendirian di sel tahanan meski ditemani Tuan Darwin. Ia pun mencoba mengajak mengobrol. Dengan terbata-bata, ia mendekat ke arahnya yang sibuk dengan bayangannya.

"Tuan, kenapa tuan suka tersenyum dengan ibunya Imaz ketimbang ibumu sendiri?"

Tuan Darwin terdiam sejenak. Memutar bola matanya. Lalu, tersenyum-senyum.

"Dia kan cintaku. Dia belahan jiwaku. Aku tidak rela jika dia sudah punya anak. Tapi, dia sangat begitu menyayangi anaknya. Tapi, anaknya tidak suka sama aku gara-gara aku sudah membunuh ayahnya."

Arman sontak kaget. Sebegitu butanya Tuan Darwin mencintai Ningrum sampai-sampai melenyapkan pria yang dicintai Ningrum.

Kisah cinta buta mereka sama. Tuan Darwin yang sangat buta mencintai Ningrum sampai rela membunuh suaminya. Mencoba membunuh anaknya karena hasil perkawinan mereka. Ia urung melakukannya. Tak tega melihat wanita yang ia cintai tak bisa hidup tanpa anaknya.

Meeting You Untill DeadМесто, где живут истории. Откройте их для себя