B 33

3.3K 278 2
                                    

"Merengek minta nginep sini?" Tanya Bunda Biya memasuki kamar putrinya.

"Engga ih Nda, Derren yang nawarin kok."

"Makan dulu," ucap Aya meletakkan nampan di meja dekat ranjang.

"Padahal kakak bisa ambil sendiri, Nda,"

"Hm, bunda cuma gaada kerjaan. Untung kamu ke sini. Mau sambil nonton triller ga?" Tanya Aya menutup gorden kamar Biya agar lebih menegangkan saat nonton nanti.

"Ayo Ndaa!" Jawab Aya semangat.

Sudah lama ia tidak menonton berdua dengan Bundanya. Padahal mereka memiliki genre film kesukaan yang sama.

"Derren balik kampus jam berapa?"

Biya hanya menjawab dengan gelengan karena sedang mengunyah makanan.

"Gatau," Jawabnya kemudian.

"Lha, kok gatau?"

"Derren abis kampus kan sering ada rapat, ketemu klien, kerja, pokoknya banyak acara tuh anak."

"Kakak enggak pernah tanya? Sekedar nanyain dah makan belum, sholat belum, mau balik jam berapa, mau dimasakin ap-"

"Kan yang biasanya masak Derren." Biya memberikan cengiran setelah menyadari ucapannya.

"Derren kan lebih jago masak Nda, kalau kerjaan rumah yang lain Biya juga ngerjain kok. Kita bagi tugas, beneran."

"Sebenernya nggak ada masalah siapa yang masak atau ngurus rumah. Ini bukan masalah kakak sebagai perempuan harus mengerjakan ini itu. Suami punya kewajiban menghidupi istri, termasuk memberi makan dan tempat tinggal yang nyaman. Jadi masak, mengurus rumah, dan lain-lain sebenarnya juga tugas suami. Tapi kakak tidak boleh mengabaikan kewajiban kakak sebagai istri untuk melayani suami. Kenapa kok urusan rumah lebih banyak dikerjakan perempuan? Karena kebanyakan suami sudah bekerja, masa pulang-pulang masih harus mengurusi kerjaan rumah juga. Kecuali kalau sama-sama kerja,"

"Kita bagi tugas Nda," ucap Biya pelan.

"Iya, Bunda kan cuma mau cerita bukan menyinggung kakak. Kalau kakak tersinggung, berarti kakak merasa bersalah secara tidak langsung."

"Capek Nda kalau ngurus kerjaan rumah sendiri." Keluh Biya karena memang sebelum menikah, Bundanya yang lebih banyak mengurus rumah, ia hanya sekadar membantu.

"Kerja juga capek lho sayang. Apalagi tadi kamu bilang Derren banyak acara." Balas Aya memberi pengertian pada putrinya.

"Derren nggak keberatan kok."

"Dia mau kamu nyaman dengan pernikahan kalian," Biya tau itu.

"Kamu nggak mau dia nyaman juga?" Kali ini Biya tidak bisa menjawab.

"Nggak harus dari hal-hal yang bikin capek Biy. Gapapa kalau kalian udah sepakat mau bagi tugas untuk ngurus rumah. Tapi hal-hal kecil seperti tanya kabar, tanya kapan pulang, sesekali masakin makanan kesukaan dia, itu juga penting dalam pernikahan. Awalnya mungkin kamu merasa cringe, tapi dengan begitu kalian akan merasa kalau benar-benar menikah. Bunda sih yakin sekarang pandangan kamu tentang Derren sama aja kayak dulu." Aya berhenti sejenak untuk melihat putrinya yang nampak merenung.

"Nggak salah kok kalau kalian mau hubungan pernikahan yang akrab seperti teman. Tapi kamu tetap harus ingat, Derren suami kamu sekarang, bukan teman atau saudara."

"Mau film yang mana?" Tanya Aya membuat Biya sadar dari lamunannya.

***

"Buat kapan?" Biya menghentikan langkahnya menuju ruang keluarga. Ia penasaran apa yang dibicarakan Bayu dan Derren.

B [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang